Menteri Susi memang tak pernah lepas dari kontroversi. Setelah dipuji-puji oleh Leonardo Di Caprio, sekarang Bu Susi justru harus menghadapi protes keras dari sejumlah nelayan. Selasa (11/7/2017) ratusan nelayan melakukan aksi demo di depan Istana Merdeka. Mereka protes keras soal kebijakan Bu Susi yang melarang penggunaan alat cantrang untuk menangkap ikan.
Beberapa nelayan yang marah menyebut Jokowi salah pilih menteri. Menyusul kemudian muncul tagar #SaveCantrang dan #GantiMenteriSusi. Namanya juga netizen, perdebatan merembet ke ranah media sosial. Tidak lama kemudian muncul tagar tandingan dari mereka yang mendukung kebijakan-kebijakan Bu Susi, #StandForSusi.
Seperti yang kita tahu, kebijakan Bu Susi memang sering ekstrem dan menuai pro-kontra. Secara umum, banyak yang memuji langkah-langkahnya mengamankan perairan dan meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia. Tapi kebijakannya soal cantrang ini katanya merugikan nelayan. Nah, apa sih sebenarnya cantrang itu? Dan kenapa sampai dilarang? Yuk cek ulasan Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
Pro-kontra soal cantrang ini sebenarnya sudah lama. Meski sudah jadi aturan resmi, Bu Susi emang pernah dipanggil Jokowi untuk mengevaluasi kebijakan ini
Protes soal cantrang ini sebenarnya sudah terjadi selama bertahun-tahun. Yaitu sejak keluarnya aturan resmi berupa surat edaran Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016 mengenai pembatasan Cantrang. Juga peraturan Menteri (Permen) Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di wilayah perairan Indonesia. Setelah tertunda selama 3 tahun, larangan penggunaan cantrang ini akan dimulai tahun 2017 ini. Sejak bulan April lalu pro dan kontra semakin besar. Dan Jokowi berjanji akan memanggil Bu Susi untuk mengevaluasi kebijakan ini.
Tapi cantrang itu apa sih?
ADVERTISEMENTS
Bukan peledak ataupun racun, cantrang adalah pukat yang ditarik oleh kapal. Dengan cantrang, mencari ikan emang jadi lebih gampang
Cantrang atau pukat dogol sering disamakan dengan Danish Seine, yang sering dipakai oleh nelayan barat. Yaitu alat tangkap ikan aktif yang terdiri dari tali dan jaring. Cara pakainya pertama-tama tali ditebar secara melingkar kemudian jaring mulai diturunkan. Kemudian masing-masing tali ditarik oleh kapal sehingga kedua ujungnya bertemu dan jaring yang dipenuhi ikan terangkat. Ukuran cantrang bervariasi dan ditentukan oleh besarnya kapal yang menarik juga.
Dengan memakai cantrang, pencarian ikan emang jadi lebih gampang. Hasilnya juga bisa langsung banyak. Karena itulah, banyak nelayan yang protes ketika cantrang dilarang.
ADVERTISEMENTS
Meskipun gampang, penggunaan cantrang dikhawatirkan bakal merusak terumbu karang karena jangkauannya yang dalam. Itulah salah satu landasan Bu Susi untuk melarang cantrang
Cantrang paling cocok dipakai untuk menangkap ikan demersal, yaitu ikan-ikan yang hidup di dasar laut. Cantrang dianggap berbahaya bagi lingkungan karena saat jaring ditarik terjadi pengadukan dasar perairan. Air laut jadi keruh dan merusak ekosistem bawah laut. Sebelumnya, pemerintah juga melarang pemakaian pukat harimau dan pukat hela. Nah, nelayan yang memprotes kebijakan ini mengklaim bahwa cantrang berbeda dengan pukat harimau yang memang terbukti merusak lingkungan.
ADVERTISEMENTS
Kekhawatiran lain adalah kapasitas cantrang yang sangat besar. Jika tidak dikontrol dengan baik, bisa menghabiskan sumber daya laut Indonesia
Semakin besar kapal penariknya, semakin panjang dan lebar juga tali dan jaring cantrang yang bisa digunakan. Dengan begitu, ikan yang didapatkan pun semakin banyak. Nah, kapal-kapal berukuran besar ini harusnya mengurus perizinan langsung ke pemerintah pusat. Sayangnya, banyak oknum-oknum nakal yang memalsukan ukuran kapal sehingga cukup mengurus izin ke pemerintah daerah untuk kemudian menguras lautan dengan cantrang. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh Menteri Susi, sebab sekaya-kayanya sumber daya laut kita kalau diambil tanpa batas akhirnya akan habis juga.
ADVERTISEMENTS
Alasan yang paling utama cantrang dilarang adalah efek konflik sosial yang mungkin ditimbulkan. Gap antara nelayan kecil-besar, akan makin tajam
Selain berbahaya bagi kelangsungan ekosistem laut, cantrang juga memiliki dampak sosial yang lumayan mengkhawatirkan. Hal yang sama juga terjadi pada trawl atau pukat harimau yang sudah dilarang sejak tahun 1980-an. Seperti yang sudah dijelaskan Menteri Susi, Cantrang dan trawl bisa menciptakan kesenjangan antara nelayan besar dengan nelayan kecil dan menciptakan konflik horizontal.
Nelayan kecil yang alatnya minim dan keuntungannya pun hanya sedikit jadi semakin sulit karena ikannya sudah dihabiskan oleh cantrang-cantrang kapal besar. Apa yang terjadi di masa Presiden Soeharto pun sama. Terjadi konflik antara nelayan tradisional dengan kapal trawl, sehingga kemudian trawl dilarang.
ADVERTISEMENTS
Menangkap ikan di laut memang tak sama seperti nyari ikan di pemancingan. Cantrang hanya salah satu, banyak alat tangkap lainnya yang bisa digunakan
Cantrang, pukat harimau, dan pukat hela dilarang, lalu apa yang harus dipakai nelayan untuk menangkap ikan? Tidak mungkin dipancing satu persatu ‘kan? Diulas oleh detik.com, pemerintah menawarkan 9 jenis alat menangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. Yaitu jaring insang, trammel net, bubu lipat ikan, bubu rajungan, pancing ulur, rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, serta pole and line. Di antara itu semua, jaring insang atau gillnet dinilai bisa bekerja seefektif cantrang tapi lebih ramah lingkungan.
Setiap kebijakan pastinya ada pro dan kontra. Sebagai negara maritim, laut kita memang luas dan sumber daya alam kita kaya. Tapi semua itu bisa hilang kalau kita menggunakannya dengan ngawur. Sehingga perlu regulasi yang jelas dan ketat agar kekayaan itu tidak hilang. Sementara itu pelarangan pemakaian alat tangkap ikan harus diikuti dengan solusi sehingga aktivitas bisa tetap berjalan lancar. Selain itu, sosialisasi menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada nelayan, sehingga nelayan tidak merasa ditinggalkan begitu saja setelah dilarang pakai ini dan itu. Semoga segera ditemukan solusi yang sama-sama menguntungkan, baik bagi laut maupun nelayan kita.