Di Indonesia, tolak ukur kesuksesan itu kebanyakan cuma dilihat dari sederet prestasi akademik. Yang dianggap berhasil ya yang langganan ranking di sekolah atau yang bisa masuk instansi pendidikan bergengsi. Sedangkan yang di kelas hobinya cuma tidur, nggak pernah ngerjain tugas, biasanya akan dicap ‘madesu’ atau masa depan suram. Apalagi kalau sampai nggak naik kelas, wah, bisa dipastikan dia bakal jadi gunjingan.
Mungkin itu salah satu alasan yang bikin orangtua siswa SMA Kolese Gonzaga di Jakarta nekat menggugat kepala sekolah, sejumlah guru, sampai Kepala Dinas Pendidikan ibu kota cuma gara-gara anaknya nggak naik kelas. Zaman dulu sih murid nggak naik kelas juga dibiarin aja ya, malah mungkin anaknya yang dimarahi ortunya. Tapi kali ini berbeda. Kira-kira apa ya alasan ortu murid ini protes? Kita terka bersama yuk, siapa tahu alasannya memang masuk akal~
ADVERTISEMENTS
1. Kalau melihat dari gugatannya, alasan paling kuat karena penggugat yakin seribu persen anaknya memenuhi syarat buat lanjut ke jenjang berikutnya
Ada sederet gugatan dan permohonan yang dilayangkan Yustina, ortu yang menggugat SMA Gozaga, kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Salah satunya adalah keyakinan kalau anaknya memenuhi syarat dan berhak melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12.
Nggak ada keterangan lebih lanjut sih soal poin ini. Tapi dari situ bisa disimpulkan kalau Yustina yakin seribu persen anaknya layak dan kompeten untuk naik kelas. Mungkin di rumah anaknya memang rajin belajar dan kelihatan cukup luas wawasannya.
ADVERTISEMENTS
2. Alasan lain –masih dilihat dari gugatan dan permohonannya– Yustina yakin kalau keputusan anaknya nggak naik kelas itu cacat hukum alias nggak sah
Di poin lain, Yustina juga menyebut kalau keputusan sekolah nggak menaikkan anaknya ke kelas 12 itu cacat hukum, artinya nggak sah atau nggak sesuai prosedur. Lagi-lagi nggak ada penjelasan lebih lanjut. Jadi kalau boleh diterka-terka, mungkin memang ada sesuatu yang memantik rasa ketidakpercayaan Yustina pada pihak sekolah, sampai-sampai keputusan yang menyangkut nasib anaknya juga nggak dipercaya.
ADVERTISEMENTS
3. Bisa jadi juga, anak Yustina lahir dan tumbuh di keluarga akademisi yang memang dikenal pintar-pintar semua. Jadi, ya masuk akal kalau ada satu orang yang sampai nggak naik kelas
Anak yang tumbuh dari keluarga akademisi, biasanya memang terkenal pintar-pintar dan menonjol di sekolah. Misalnya nih, kalau bapak ibunya dosen, atau guru, atau peneliti, umumnya anak-anaknya bakal meniru ortunya. Nah, mungkin anak Yustina yang inisialnya BB ini lahir dan tumbuh di keluarga akademisi. Jadi ketika ada kabar BB nggak naik kelas, grup WA keluarganya bakal heboh luar biasa. Mungkin lo ya ini~
ADVERTISEMENTS
4. Atau mungkin juga karena ortu BB malu kalau anaknya nggak naik kelas, entah karena takut dinyinyiri atau sekadar status sosial. Tapi ya ortu mana yang nggak malu anaknya tinggal kelas?
Kalau anak nggak naik kelas, pasti nggak cuma sedih aja yang bakal dirasakan ortunya, tapi juga malu apalagi kalau ortunya punya jabatan tinggi di suatu instansi. Gengsi aja gitu, kalau anak manajer misalnya, malah nggak naik kelas lantaran rapotnya merah. Ya, barangkali ini yang dirasakan ortu siswa BB ini. Wajar, terlebih di era media sosial ini, di mana orang kalau mau nyinyir bisa lebih bebas dan terbuka sehingga bisa dilihat oleh banyak pengikutnya. Ngeri-ngeri sedep memang kalau tahu ganasnya netizen dunia maya.
Apapun alasan Bu Yustina, semoga mendapat keputusan paling adil deh ya, mengingat sidang gugatan itu akan digelar 4 November 2019 besok. Hmm.. menurutmu gimana nih, Guys?