Belum lama ini, Najwa Shihab menghebohkan publik karena melakukan wawancara yang tak biasa di televisi. Biasanya dia mengundang narasumber ke studio Mata Najwa untuk mengobrol langsung. Tetapi pada Senin (28/9), dia justru melakukan “wawancara” pada kursi kosong. Ternyata kursi tersebut mewakili Terawan Agus Putranto selaku Menteri Kesehatan RI yang telah berkali-kali menolak undangan darinya.
Dalam acara itu, Najwa mengajukan sejumlah pertanyaan pada kursi kosong Terawan. Mulai dari sosoknya yang “menghilang” selama pandemi, jumlah tes corona yang belum memenuhi target, sampai banyaknya kematian tenaga kesehatan. Kata-katanya begitu tajam sehingga publik mengagumi keberaniannya. Tetapi, ada pula pihak yang merasa tidak senang.
ADVERTISEMENTS
Setelah mewawancarai kursi kosong Menkes Terawan, Najwa Shihab dilaporkan ke polisi. Dia dianggap melakukan cyber bullying
Dilansir dari Kompas, Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu, Silvia Dewi Soembarto, hendak melaporkan Najwa ke Polda Metro Jaya pada Selasa (6/10). Dia menganggap Najwa telah melakukan cyber bullying atau perundungan melalui teknologi pada Terawan. Padahal Terawan disebut sebagai orang yang membantu presiden, sehingga Silvia berpendapat bahwa Najwa telah merendahkan Jokowi melalui menteri kesehatan.
Untuk melengkapi laporannya, Silvia membawa barang bukti berupa video tayangan wawancara kursi kosong dan jadwal tugas Terawan pada hari yang sama. Awalnya dia melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), lalu dialihkan ke bagian Cyber untuk berdiskusi lebih lanjut.
ADVERTISEMENTS
Untungnya, laporan atas Najwa Shihab ditolak kepolisian. Sang pelapor diminta untuk mengurus hal ini ke Dewan Pers
Laporan Silvia atas Najwa sempat menghebohkan publik. Bahkan nama Najwa Shihab dan tagar #SAVENAJWASHIHAB menjadi trending di media sosial. Banyak orang yang berpendapat bahwa perbuatan Najwa tidak salah dan tidak seharusnya dilaporkan ke polisi. Untungnya, pihak kepolisian sependapat dan memutuskan untuk menolak laporan Silvia.
Setelah itu, pihak kepolisian menyarankan Silvia untuk berkonsultasi ke Dewan Pers. Sebab berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, masalah yang berhubungan dengan pemberitaan pers harus dilakukan di Dewan Pers. Jadi tidak bisa langsung dilaporkan ke kepolisian karena bukan wewenang mereka. Silvia pun berniat memproses laporannya ke Dewan Pers, tetapi hingga kini hasilnya belum diketahui.
ADVERTISEMENTS
Sebetulnya, Najwa Shihab hanya menyampaikan kritik pada pemerintah. Apalagi teknik wawancara kursi kosong juga pernah dilakukan di negara lain
Setelah mengetahui laporan tentang dirinya, Najwa memberi tanggapan di Instagram. Dia menyampaikan kesediaannya untuk memberi keterangan pada pihak yang berwenang jika memang ada keperluan pemeriksaan. Najwa juga kembali menekankan tujuannya dalam melakukan wawancara kursi kosong Terawan. Dia tidak bermaksud menantang pihak tertentu, tetapi memberi kesempatan pada Terawan untuk menjelaskan kondisi seputar pandemi.
Terlebih, wawancara kursi kosong sudah pernah dilakukan di negara lain. Cara ini diterapkan oleh pembawa acara televisi bernama Kay Burley pada 2019. Dia melakukannya karena James Cleverly, Ketua Partai Konservatif Inggris, tiba-tiba tidak hadir sebagai narasumber. Hal serupa dilakukan jurnalis Andrew Neil pada Boris Johnson selaku calon Perdana Menteri Inggris pada tahun yang sama.
Dari contoh tersebut, kita jadi tahu kalau wawancara kursi kosong adalah cara yang cukup lazim jika narasumber penting tak kunjung hadir. Apalagi kalau informasi yang dibutuhkan sangat penting bagi masyarakat luas. Seandainya tidak didesak seperti itu, apa lagi yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya bisa berpangku tangan sampai Terawan muncul dan memberi penjelasan entah kapan?