Suka ngobrol dan mendengarkan musik bareng peliharaan adalah satu kesamaan yang kerap dimiliki pecinta kucing dan pecinta tanaman. Yang membedakan dari aktivitas tersebut hanyalah kucing bisa “merespons” pemiliknya secara langsung, sementara tanaman enggak. Alhasil, pemilik tanaman berisiko lebih tinggi dianggap “aneh” oleh orang lain saat kedapatan ngobrol atau mendengarkan musik bareng.
Nah, motivasi dari aktivitas yang dianggap aneh oleh beberapa orang ini bisa beragam. Biasanya karena ingin menunjukkan kasih sayang secara verbal. Tapi yang banyak orang nggak tahu, ngobrol atau memperdengarkan musik kepada tanaman bisa mempengaruhi pertumbuhannya juga lo.
ADVERTISEMENTS
Bukan seperti kucing yang menoleh ketika dipanggil, tanaman akan merespons bebunyian lewat pertumbuhan hingga warna daun
Sebagaimana diketahui, tanaman memang nggak punya bahasa. Tapi mereka dapat menerima intonasi sebagai gantinya. Hal ini sudah dibuktikan oleh berbagai jurnal dan penelitian, yang mengatakan musik atau bebunyian dalam frekuensi tertentu bisa diterima dan direspons oleh tanaman.
Nah, bukan seperti kucing yang akan mengeong atau menoleh saat dipanggil, tanaman akan merespons intonasi atau bebunyian yang mereka sukai lewat pertumbuhan yang lebih baik, pematangan buah, atau warna daun yang makin indah. Sementara jika mereka nggak menyukai bebunyian yang muncul, tanaman bisa jadi stress atau bahkan layu.
Untuk frekuensi bebunyian yang disukai tanaman tersebut berada pada angka 432 hertz, atau setara frekuensi musik dan bebunyian yang digunakan manusia untuk tujuan healing. Selain itu, tanaman juga suka bunyi frekuensi tinggi di angka 5.000 hertz seperti suara burung yang melengking, tongeret atau jangkrik.
Sedangkan untuk suara yang nggak disukai tanaman adalah suara berisik, teriakan orang, dan suara kendaraan bermotor serta suara dengan frekuensi rendah di bawah 20 hertz. Jadi kalau kamu sedang memelihara tanaman indoor di dalam kamar, mohon pertimbangkan untuk nyetel musik rock yang penuh noise dalam volume maksimal.
Selain itu tanaman ternyata juga punya waktu-waktu terbaik untuk diperdengarkan musik. Seperti kamu yang sering putar musik untuk mood booster di pagi hari, tanaman baiknya diperdengarkan bebunyian yang mereka sukai sebelum pukul 10 pagi dan sesudah pukul 3 sore. Di luar waktu itu, tanaman tengah beradaptasi dengan suhu yang membutuhkan banyak energi.
ADVERTISEMENTS
Grup musik Bottlesmoker buktikan hubungan musik dan pertumbuhan tanaman lewat konser dan repertoar khusus tanaman
View this post on Instagram
Nah, informasi yang barangkali baru kamu ketahui ini bukan hanya dibuktikan untuk keperluan jurnal penelitian saja lo. Duo musisi elektronik yang tergabung dalam grup bernama Bottlesmoker turut membuktikan hal ini lewat riset mandiri menggunakan musik yang mereka produksi dan tanaman indoor.
Dilansir dari Kompas, Angkuy, salah seorang penggawa Bottlesmoker mengaku mendapat informasi tentang hubungan musik dan tanaman karena kegandrungannya terhadap tanaman. Dari pengetahuan tersebut, ia nggak mau musik-musiknya berpengaruh buruk terhadap tanaman. Bersama Nobie, rekannya di Bottlesmoker, dilakukanlah riset langsung terhadap tanaman indoor sembari membaca lebih banyak artikel ilmiah. Hasilnya, mereka mendapatkan frekuensi musik yang disukai dan yang nggak disukai tanaman berikut unsur-unsur yang dibutuhkan seperti telah ditulis di atas.
Kesimpulan yang telah didapat Bottlesmoker lewat riset mandiri itu mereka manifestasikan ke dalam karya musik khusus untuk tanaman berdurasi total 90 menit. Lebih lanjut, mereka juga menggelar konser yang mana penontonnya hanyalah tanaman. Yup, jika lazimnya konser digelar untuk dinikmati manusia, grup musik asal Bandung ini bikin konser bertajuk “Plantasia” khusus untuk tanaman sebagai penontonnya.
ADVERTISEMENTS
Tanaman lombok berubah matang setelah mengikuti konser Bottlesmoker
View this post on Instagram
Inisiatif menggelar konser khusus untuk tanaman ini muncul tatkala pandemi menyerobot rutinitas manggung Bottlesmoker. Dikutip dari Jawa Pos, Angkuy menuturkan ingin tetap produktif bermusik di masa pandemi dengan tetap menaati protokol kesehatan. Oleh karena itu ide konser khusus untuk tanaman terdengar menarik. Gagasan ini makin menjanjikan karena sejak pandemi melanda Indonesia, memelihara tanaman telah jadi tren baru di kalangan banyak anak muda, yang mungkin juga penggemar Bottlesmoker.
“(Tren selama pandemi) ada bersepeda dan kebanyakan menanam tanaman di rumah, houseplant. Ini titik awal menemukan ide membuat konser yang penontonnya tanaman,” tutur Angkuy kepada Jawa Pos.
Konsep konser khusus tanaman dari Bottlesmoker yang terbilang baru di Indonesia ini terbukti menarik minat pemilik tanaman. Pada gelaran konser Plantasia pertama yang diselenggarakan di Bandung bulan Juli lalu, hanya dalam beberapa hari 50 tanaman sesuai kuota yang ditetapkan Bottlesmoker didaftarkan pemiliknya untuk jadi penonton konser.
Skema konsernya begini: pada hari H pemilik tanaman diminta untuk mengantar tanaman di lokasi konser, untuk nanti dijemput setelah gelaran usai. Para pemilik tanaman nggak boleh menyaksikan langsung jalannya konser. Sebagai gantinya, mereka akan diberikan tautan streaming dan file audio yang dimainkan selama konser. Alasannya, selain untuk mematuhi protokol kesehatan, repertoar yang dimainkan Bottlesmoker nggak akan nyaman sama sekali di telinga manusia. Duo Angkuy dan Nobie saja mesti menggunakan earplug agar bisa fokus memainkan repertoar dengan frekuensi 5.000 hertz selama satu setengah jam.
Sejak gelaran konser Plantasia pertama di Bandung bulan Juli lalu sukses, Bottlesmoker mendulang apresiasi positif. Bukan saja dari ramainya tanaman yang mengikuti konser, tapi juga respons dari tanaman itu sendiri. Angkuy mengaku sempat melihat langsung tanaman lombok yang awalnya berwarna hijau kecil, berubah matang setelah konser usai. Hingga saat ini, baru Kota Bandung dan Jakarta yang sudah kebagian jadwal konser Plantasia. Bottlesmoker diketahui juga tengah bikin musik dari “suara” tanaman.
Nah, kamu yang punya tanaman minat untuk ikut konser seperti ini, nggak?