Miris, Ini 5 Kekayaan Terbaik Indonesia yang Sebenarnya Tak Pernah Dinikmati Rakyatnya Sendiri

‘Gemah ripah loh jinawi’ 

Boleh saja orang Indonesia berbangga diri dengan kekayaan alam negeri, sebagaimana tergambar dalam semboyan kuno Jawa di atas. Tapi sepertinya bangsa ini justru jadi terlalu nyaman dan cepat puas dengan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Padahal kekayaan itu jika hanya digunakan semata, pasti akan habis juga. Inilah yang sepertinya jadi akar permasalahan besar yang selalu menghalangi jalan Indonesia berkembang jadi negara maju.

Memiliki kekayaan atau sumber daya alam yang melimpah, nyatanya tidak menjamin masa depan sebuah bangsa. Apalagi ketika pengembangan sumber daya manusianya terbengkalai. Lihat saja Jepang yang minim sumber daya, tapi pengembangan manusianya gila-gilaan. Akhirnya produk-produk yang dihasilkan adalah seperti produk teknologi mutakhir yang bernilai tinggi. Sedangkan Indonesia, demi mengejar kemajuan ekonomi seringkali mengandalkan ekspor bahan mentah yang nilainya masih minimal. Memang cepat dan minim usaha, tapi membuat posisi negeri kita rentan.

Apalah artinya melimpah, tapi tidak bisa mengolah

Apalah artinya melimpah, tapi tidak bisa mengolah via www.konfrontasi.com

Begitu ‘dikembalikan’ ke Indonesia, bahan mentah asli Indonesia itu jadi berkali-kali lipat harganya. Kalaupun ada segelintir pengusaha lokal yang berani mengolah sumber daya mentah jadi produk bernilai, banyak yang akhirnya hanya menargetkan pasar ekspor karena masyarakat Indonesia daya belinya rendah. Alhasil, banyak komoditi kelas satu Indonesia yang hanya sekadar lewat tanpa pernah dinikmati oleh masyarakat Indonesia sendiri.

ADVERTISEMENTS

1. Indonesia adalah penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Tapi banyak warga kita yang justru tidak tahu, karena sehari-harinya hanya makan coklat sisa ekspor yang kebanyakan gula

Dijual 30 Euro per 27 biji coklat

Merek cokelat eksklusif Perancis ini pakai bahan mentah kakao Indonesia, dijual 30 Euro per 27 biji coklat via ritournelleblog.files.wordpress.com

Indonesia adalah penghasil biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Biji kakao Indonesia kebanyakan merupakan jenis kakao yang disebut  Criollo. Produsen coklat besar dunia seperti Nestle, mengandalkan pasokan bahan mentah dari Indonesia untuk kegiatan produksinya. Chocolatiers atau pembuat coklat ternama dunia seperti Alain Ducasse dari Perancis juga banyak mengolah biji kakao Indonesia jadi coklat eksklusif. Meski berbahan lokal, setelah sampai lagi di Indonesia biji kakao itu jadi coklat impor yang terlalu mahal bagi sebagian besar orang Indonesia.

Adapun kisah pengusaha kecil dari Jepang bernama Keiichi Yoshino . Berangkat dari rasa penasaran kenapa negaranya justru lebih banyak mengimpor kakao dari Ghana ketika Indonesia jauh lebih dekat, ia bisa punya bisnis coklat yang sukses. Meski produksinya besar, kakao dari Indonesia dinilai tidak cocok untuk coklat kualitas tinggi karena rasanya menurun dalam proses pengiriman. Kenapa rasanya turun? Karena sebagian besar kakao Indonesia dijual mentah tanpa proses fermentasi. Lagi-lagi kenapa tidak difermentasi? Petani-petani Indonesia kebanyakan ingin uang cepat sehingga proses fermentasi dipandang terlalu ‘merepotkan’.

hcw

Bukan toko souvenir di Indonesia lho, ini toko coklat Yoshino di Kyoto dengan nama ‘Dari K’ via www.glitty.jp

Dengan binaan langsung dari Yoshino, sejumlah petani-petani kakao di Sulawesi menyulap kualitas kakao Indonesia yang selama ini diremehkan. Inspiratif sih, tapi pada saat yang bersamaan miris juga. Kenapa harus orang Jepang yang sadar dan mengatasi masalah itu, bukankan itu tugas pemerintah dan kita semua. Kita justru tidak mempertanyakan hal itu dan berpuas hati dengan coklat seharga 5000 Ribu, tanpa pernah merasakan kelezatan coklat Indonesia yang sebenarnya.

ADVERTISEMENTS

2. Indonesia juga masuk peringkat 10 besar penghasil teh di dunia. Lebih dari 60% diekspor langsung dalam bentuk mentah tanpa merek, karenanya sering jadi campuran teh terkenal

SONY DSC

Dilabeli merek asing terkenal, padahal bahan mentah dari Indonesinya dihargai rendah via photobucket.com

Meski minum teh jadi kebiasaan pagi banyak penduduk negeri ini, tampaknya kebanyakan dari kita sebenarnya belum pernah menyeruput teh terbaik Indonesia. Merek-merek lokal yang dijual di minimarket atau supermarket kemungkinan besar hanyalah kumpulan teh kualitas rendah dari batang, daun tua, dan banyak bahan non-teh. Sementara lebih dari 60% hasil produksi terbaik diekspor untuk perusahaan-perusahaan besar seperti Twinings dan Lipton dengan harga yang rendah. Teh Indonesia sudah terlanjur dicap murah dan berkualitas rendah karena kurangnya identitas. Padahal pemberian merek atau branding itu penting sekali untuk meningkatkan nilai jual.

ADVERTISEMENTS

3. Nasib kopi juga hampir sama. Lebih banyak kopi kualitas tinggi yang diproduksi bumi pertiwi langsung dikirim ke luar negeri, sementara kita menikmati sisanya dalam sachet instan

Bukan rasa kopi asli Indonesia

Bukan rasa kopi asli Indonesia via chezlorraine.files.wordpress.com

Indonesia menduduki peringkat lima besar negara pengekspor kopi di dunia. Dengan total produksi kopi 622 ribu metrik ton per tahun, wajar sih kalau Indonesia komoditas kopi menjadi salah satu komoditas ekspor andalan kita. Bahkan, Indonesia juga terkenal memiliki 100 varian kopi Arabika yang sudah terkenal sejak dulu kala. Tapi sayang beribu sayang, kualitas kopi Indonesia yang begitu nikmat itu tak bisa begitu saja dinikmati rakyat biasa secara luas.

Biji kopi pilihan dengan mutu terbaik diekspor ke luar negeri sehingga menyisakan barang kualitas lebih rendah untuk dijual di negeri sendiri. Yah meski kualitasnya tetap SNI, tapi tetap aja warga sendiri dapat sisa kopi yang disamarkan oleh rasa gula dan krim. Mirisnya di negara penghasil kopi terbesar dan berkualitas tinggi, justru lidah masyarakatnya terbiasa dengan kopi murahan. Tapi yang perlu disyukuri adalah gerakan warung kopi dan kafe kecil yang menjamur belakangan ini. Kopi-kopi origin Indonesia jadi punya tempat eksposur untuk sampai ke lidah orang biasa.

ADVERTISEMENTS

4. Produk tekstil Indonesia juga nggak kalah bagus kualitasnya. Sedih sih liat realita kebanyakan baju warganya justru berkualitas rendah

Kualitas tekstil Indonesia itu oke punya

Kualitas tekstil Indonesia itu oke punya via www.harnas.co

Komoditas tekstil asal Indonesia juga tak kalah bersaing di pasar Internasional. Dengan nilai ekspor yang mencapai Rp 150 triliun pada 2015, jelas saja produk tekstil sangat diandalkan untuk menyumbang pendapatan negara. Kualitas yang baik jadi andalan industri tekstil kita. Yah, dengan nilai ekspor sebanyak itu, sah jika mengatakan kualitas tekstil Indonesia memang bagus.

Sementara kualitas bagus tersebut dinikmati warga luar negeri, warga Indonesia sendiri menikmati pakaian dengan kualitas di bawah rata-rata. Bahkan, yang dipakai warga kita sendiri adalah produk-produk tekstil luar negeri dengan rendah yang diimpor masuk ke Indonesia. Kok gitu, ya… :'(

ADVERTISEMENTS

5. Komoditas karet juga ternyata jadi primadona ekspor Indonesia. Sayangnya, begitu balik ke Indonesia harganya melambung tinggi

Saking kerennya, bola sepak yang dipakai di Piala Dunia itu buatan Indonesia. Karetnya jelas karet lokal!

Saking kerennya, bola sepak yang dipakai di Piala Dunia itu buatan Indonesia. Karetnya jelas karet lokal! via hendrievans.blogspot.co.id

Jangan salah, komoditas karet Indonesia ternyata juga menjadi langganan ekspor loh. Yah, dengan total produksi satu ton per tahun jelas saja ekspor karet Indonesia cukup terkenal di luar negeri. Karet juga termasuk dalam jajaran komoditas ekspor andalan Indonesia. Selain karena jumlah, kualitasnya juga bagus.

Sayangnya ketika ia kembali masuk ke Indonesia, harganya melambung tinggi. Jika kamu membeli ban, bola hingga asesoris berbahan karet dari yang diimpor dari luar, tidak menutup kemungkinan bahan dasar karetnya dari Indonesia. Nah yang bikin sedih, selain karena harga karet olahan yang diimpor kembali melambung tinggi, warga Indonesia yang mampu mengolah karet sendiri juga cuma kebagian kualitas sisa.

Tapi ya mau bagaimana lagi. Lagi-lagi faktor utama penyebabnya adalah kualitas sumber daya yang masih belum mampu mengolah sendiri komoditas lokal yang mumpuni. Alhasil mengekspor bahan mentah adalah strategi ekonomi paling mudah yang jadi pilihan banyak pengusaha di Indonesia. Sedihnya, bahan-bahan mentah itu akan kembali dijual di Indonesia sebagai barang mewah yang tidak terjangkau. Sedangkan perusahaan-perusahaan dalam negeri seperti perusahaan kopi atau coklat, hanya mengambil bahan grade rendah yang tidak diinginkan pasar ekspor untuk menekan biaya. Orang-orang di luar diberi kualitas terbaik sementara rakyat sendiri cuma dapat barang sisa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat jatuh cinta, penyuka anime dan fans Liverpool asal Jombang yang terkadang menulis karena hobi.

CLOSE