Kejadian ‘karoshi‘ atau kematian karena bekerja terlalu keras di Jepang seringkali mengejutkan dunia. Dari gadis yang bunuh diri setelah lembur sampai 100 jam per bulan, hingga kasus-kasus seperti animator Naruto yang tiba-tiba meninggal karena serangan jantung di tengah-tengah pekerjaannya, semakin banyak orang Jepang meninggal karena bekerja terlalu keras. Tapi ternyata menurut data Organization of Economic Co-operation and Development (OECD), Jepang bukan negara yang paling parah kebiasaan bekerja keras-nya. Justru negara tetangganya yakni Korea Selatan tercatat memiliki kebiasaan kerja lembur yang lebih parah dan berbahaya.
Seperti apa ya kehidupan pekerja di sana? Kenapa juga bisa sampai disebut-sebut memiliki etos kerja yang terlalu keras, bahkan paling keras sedunia? Buat yang tertarik untuk kerja di Korea Selatan, sebaiknya tahu realita ini untuk persiapan. Yuk lihat ulasan spesial Hipwee News & Feature ini!
Sama seperti Jepang, Korea Selatan punya istilahnya sendiri untuk menyebut kematian karena kelelahan bekerja yaitu ‘gwarosa‘. Angka gwarosa di Korea Selatan terus meningkat dari tahun ke tahun
Diantara negara-negara maju OECD, Korea Selatan tercatat sebagai salah satu negara dengan jam kerja terlama. Hampir semua orang di sana biasa bekerja lebih dari 60 jam per minggu
Dari yang depresi sampai terkena serangan jantung tiba-tiba, kematian gwarosa ini masih cukup sulit dibuktikan. Apalagi banyak perusahaan yang tidak memiliki catatan resmi jam kerja
Kultur hoesik atau minum-minum setelah kerja yang seringkali jadi semacam rapat informal, juga secara tidak langsung menambah beban dan jam kerja. Terutama bagi pekerja muda yang harus mengikuti semua arahan seniornya
Prinsip orang Korea untuk selalu bekerja (terlalu) keras, disebut-sebut sebagai budaya pasca perang. Pernah alami kehancuran karena perang, mereka terobsesi untuk bangkit dengan terus bekerja
Maka dari itu bekerja selama dan sekeras itu tanpa henti dianggap normal. Terutama bagi kaum laki-laki yang jadi tumpuan finansial keluarga
Perusahaan terus berkembang tapi tidak menambah karyawan, makanya tanggung jawab dan beban kerja per orangan terus bertambah
Alhasil, sebagian besar orang di sana menganggap jam kerja yang panjang itu sama dengan bekerja dengan produktif. Padahal realitanya justru sebaliknya, produktivitas pekerja Korea Selatan diantara negara OECD termasuk yang terendah
Saking stresnya, cara-cara rileksasi di Korea Selatan juga banyak yang ekstrem. Kayak semakin banyaknya orang Korsel yang rela membayar untuk masuk penjara sebagai terapi ini
Maka dari itu, pemerintah Korea Selatan sendiri akhirnya berinisiatif mengubah kultur ini. Sejak Juli 2018, jam kerja maksimal diatur dan dibatasi dari 68 jam per minggu menjadi 40 jam saja
Namun peraturan yang akan mulai berjalan Januari 2019 ini, sayangnya hanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan besar yang memiliki lebih dari 300 karyawan. Nasib karyawan di perusahaan kecil masih tidak jelas
Dampak positifnya sudah terasa. Kementerian ketenagakerjaanya melaporkan ada 43 ribu lowongan pekerjaan baru karena karyawan tidak lagi diperbolehkan lembur
Tapi realitanya peraturan ini ternyata sulit dipraktikkan. Banyak pekerja masih membandel dan terus bekerja lembur hingga tengah malam karena ingin menyelesaikan pekerjaannya
Di samping kebiasaan, pada dasarnya masyarakat Korea Selatan masih menuntut warganya untuk selalu bekerja keras. Cuma jangan berlebihan dan sampai banyak memakan korban gitu ya
Giat bekerja warga Korsel bisa dibilang telah mendarah daging sejak Perang Korea usai. Mereka berusaha segiat mungkin membangun kembali kehidupan Korsel menjadi lebih baik. Itu jelas prinsip yang baik asal tidak berlebihan dan justru menyebabkan banyak korban berjatuhan. Apalagi ternyata produktivitas kerjanya terus menurun. Semua yang berlebihan itu memang tidak baik ya~