Bila dulu Indonesia punya Gang Dolly dan Belanda punya Der Wallen, di Jepang ada red light district yang tidak kalah terkenal. Kabukicho namanya. Sebuah kawasan metropolitan di Shinjuku yang dipenuhi oleh klub-klub mewah dengan jajaran ‘pelacur’ yang siap menghibur. Bedanya, di Kabukicho kebanyakan pelacur adalah pria. Yup, pria.
Kelompok pria yang menjajakan diri dalam klub-klub ini lebih terkenal dengan sebutan ‘host‘ sih dibanding pelacur. Ada juga perdebatan tentang apakah host club- host club yang bersebaran di Kabukicho bisa disebut sebagai pelacuran karena sistem kerjanya memang berbeda dengan bisnis seksual lainnya. Nah, buat kamu yang penasaran seperti apa kehidupan para ‘gigolo’ itu, yuk simak info yang sudah Hipwee News & Feature kumpulkan di bawah ini!
ADVERTISEMENTS
1. Di Jepang, hiburan dewasa memang merupakan industri yang besar. Zaman dulu ada geisha, sekarang salah satu tren yang paling populer adalah host clubÂ
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2.  Budaya host club di Jepang menjadi perhatian dunia sampai ada film dokumenternya. Bisa mendapatkan $200 ribu semalam, kisah host paling top Hikaru Aizawa ini memang membuat orang terheran-heran
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Konsepnya sebenarnya sederhana. Host yang bekerja di klub-klub spesial ini bertindak sebagai tuan rumah. Sementara pengunjung adalah tamu yang harus disenangkan hatinya
4. Pengunjung yang datang akan diminta untuk memilih menu. Bukan hanya menu makanan atau minuman, tapi menu pria idaman yang bisa dipilih di klub tersebut
5. Seperti yang sering muncul di anime, seorang host berpenampilan bagai eksekutif muda. Dengan setelan rapi dan rambut yang ditata penuh gaya
6. Karenanya menjadi seorang host memang tak mudah atau murah. Mereka harus melakukan perawatan tubuh dan membeli pakaian-pakaian bermerek supaya tamu betah dan kembali lagi
7. Seorang host berperan sebagai pacar super sempurna yang diidam-idamkan semua orang. Dia dibayar untuk memberikan rasa nyaman dan perhatian hingga tamunya merasa jadi orang paling penting sedunia
8. Untuk memenuhi fantasi tersebut, biasanya satu meja akan ditemani 3-4 host. Satu orang akan menjadi ‘shimei’ atau pemeran utama sementara yang lain menjadu ‘herupu’ (figuran)
9. Yang unik, hubungan seksual tidak termasuk dalam paket servis host club. Banyak yang berkata bahwa seorang host tidak menjual badannya, melainkan fantasi akan cinta dan hubungan emosional mendalam
10. Saat ini 45% orang di Jepang memilih untuk single. Perempuan sukses yang berduit lebih memilih pergi ke host club daripada menjalani kisah cinta penuh drama
Budaya host club ini terbilang unik karena konsep gender yang justru terbalik. Biasanya industri pelacuran atau hiburan dewasa lebih identik dengan perempuan yang menyediakan jasa untuk memuaskan nafsu pria. Namun di Jepang, host club yang isinya host-host pria justru jauh lebih terkenal. Ada sih host cewek, tapi pria Jepang lebih memilih pelacur biasa yang menjual jasa seksual dibanding pergi ke host club. Sudah mahal tapi justru tidak bisa berhubungan intim, mungkin begitu pikir mereka.
Perbedaan servis host club inilah yang menarik. Para host tidak menjual badan maupun jasa seksual, tapi hanya menemani ngobrol sepanjang malam. Tarifnya justru jauh lebih mahal dibanding pelacuran biasa. Kok bisa? Mungkin karena itulah yang dibutuhkan perempuan Jepang. Yakni memiliki ruang untuk didengar dan diperlakukan secara setara. Dimana-mana mereka jadi subordinat pria. Jika tidak mau jadi cibiran masyarakat, kebanyakan perempuan Jepang juga masih harus berhenti bekerja setelah menikah atau punya anak. Makanya angka perempuan single di Jepang dan popularitas host club naik tiap tahunnya.
Miris juga ya kalau dipikir-dipikir. Karena merasa tidak dihargai sepatutnya dalam masyarakat, banyak perempuan Jepang bersedia membayar mahal hanya demi ditemani oleh pria yang menyanjung dan menghargai mereka.