Mengenal Pesantren Al Hidayah, Sekolah Khusus untuk Anak-anak Pelaku Terorisme Pertama di Indonesia

Sekolah untuk anak-anak pelaku teroris di Indonesia

Belakangan ini Indonesia dalam kondisi darurat terorisme. Bermula dari keributan di Mako Brimob Depok hingga peristiwa bom bunuh diri yang beruntun terjadi di Jawa Timur dan Riau. Setelah mengindentifikasi pelakunya, banyak orang yang bergidik ngeri, mengapa sampai ada orang yang sampai tega melakukan bom bunuh diri dengan mengajak serta anak-anaknya sendiri. Anak-anak yang harusnya menikmati masa bermain dan belajar, entah mengapa justru ikut-ikutan jadi martir terorisme yang menewaskan banyak orang tak bersalah.

Anak-anak dari pelaku terorisme atau mereka yang terjerat paham radikal, sebenarnya jadi kelompok yang sangat rentan. Akibatnya terjadi tindakan diskriminasi bahkan memarjinalkan mereka. Padahal tidak semua anak-anak pelaku teroris tersebut akan mengikuti jejak orangtuanya. Mereka seharusnya mendapat bimbingan khusus supaya tidak terperangkap ke dalam jaringan terorisme dan memiliki masa depan yang lebih baik.

Nah salah satu cara yang telah diupayakan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), adalah pembentukan sebuah sekolah khusus untuk anak-anak pelaku teroris itu. Penasaran dengan gimana sekolah khusus untuk mereka? Nih Hipwee News & Feature ulas untukmu semua.

1. Pondok Pesantren Al Hidayah, merupakan sekolah khusus untuk anak-anak pelaku teroris yang berlokasi di Deli Serdang, Sumatera Utara

Mengenal Pesantren Al Hidayah, Sekolah Khusus untuk Anak-anak Pelaku Terorisme Pertama di Indonesia

Pondok Pesantren Al Hidayah via harian.analisadaily.com

Keinginan kuat untuk memutus mata rantai paham radikalisasi, pemerintah melalui BNPT mendirikan sebuah sekolah berbasis pesantren untuk mederadikalisasi anak-anak para teroris, baik yang sudah dieksekusi, masih mendekam di penjara atau yang tewas karena ulahnya sendiri. Dilansir dari Metronews , asal mula dibangunnya pondok pesantren ini atas gagasan Khoirul Ghozali pada tahun 2010 lalu. Khoirul Ghozali mendapati kenyataan pahit kebanyakan anak para teroris diasingkan dan dipandang sebelah mata atas kelakuan orangtuanya.

Dilansir dari Rappler , Khoirul Ghozali mengaku ada sekitar 1800-an anak teroris yang ada di Indonesia. Kalau tidak diberi perhatian bisa jadi anak-anak ini akan mengikuti jejak orangtua mereka. Akhirnya pada 16 Januari 2016 yang lalu, bersama dengan BNPT, Khoirul Ghozali berhasil mendirikan sebuah pondok pesantren yang awalnya bernama Darusy Syifaa. Lalu pondok pesantren ini kemudian berganti nama menjadi Al Hidayah. Hingga saat ini tercatat sebanyak 20 santri yang tengah belajar di sana. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Kota Tanjungbalai, Stabat, Hamparan Perak hingga Aceh.

2. Pesantren Al Hidayah hampir mirip seperti pesantren pada umumnya. Hanya saja visi dan konsep yang dilakukan sedikit berbeda

Mengenal Pesantren Al Hidayah, Sekolah Khusus untuk Anak-anak Pelaku Terorisme Pertama di Indonesia

Berkonsep sekolah alam via sumatera.metrotvnews.com

Tak hanya mencerdaskan dan memperkuat sisi religius para santrinya, pondok pesantren Al Hidayah ini memiliki satu visi lagi yang cukup berbeda. Menurut Khoirul Ghozali dalam wawancara dengan Metronews , pondok pesantren ini dibangun sebagai pusat deradikalisasi. Anak-anak para teroris dibantu untuk mengenal Islam yang sebenarnya agar nantinya tak ikut-ikutan orangtua mereka menjadi teroris di masa mendatang. Pesantren yang berlokasi di antara perkebunan jagung Desa Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara. Konsep dari pesantren ini juga dibuat mirip sekolah alam, yaitu para santri tak hanya belajar di dalam ruangan, tapi juga di beberapa pondok beratap rumbia.

3. Kalau biasanya pengajar pondok pesantren itu adalah seorang kiai, lain halnya dengan Al Hidayah ini. Pengajarnya pun merupakan mantan narapidana teroris

Mengenal Pesantren Al Hidayah, Sekolah Khusus untuk Anak-anak Pelaku Terorisme Pertama di Indonesia

Pendiri sekaligus salah satu pengajar via sumatera.metrotvnews.com

Selain pendiri, Khoirul Ghozali merupakan salah satu pengajar di pondok pesantren Al Hidayah ini. Satu hal yang kamu perlu tahu, Khoirul Ghozali merupakan mantan narapidana teroris yang didakwa 6 tahun penjara. Dia didakwa atas peristiwa perampokan sebuah bank swasta di Medan yang terjadi tahun 2010 silam. Menurut Khoirul Ghozali, proses deradikalisasi anak-anak pelaku teroris ini awalnya memang tidak mudah. Apalagi setelah orangtua mereka ditangkap, muncul paradigma baru bahwa polisi memang pantas dibenci.  Namun seiring berjalannya waktu, anak-anak ini mulai terbuka. Paham-paham yang dulu diajarkan orangtua mereka digantikan menjadi ajaran Islam yang Rahmatan Lil’alamin.

4. Adanya Pondok Pesantren Al Hidayah ini merupakan bukti bahwa Indonesia tak main-main dalam pemberantasan terorisme hingga ke akarnya

Mengenal Pesantren Al Hidayah, Sekolah Khusus untuk Anak-anak Pelaku Terorisme Pertama di Indonesia

Indonesia tak main-main dalam pemberantasan korupsi via www.liputan6.com

Seperti yang diucapkan Jokowi dalam pidatonya (13/5), bahwa Indonesia sedang dalam tahap serius menganangi terorisme dan harus diberantas sampai ke akarnya. Salah satu tindakan yang telah dilakukan adalah pendirian pesantren khusus untuk anak-anak pelau teroris di Deli Serdang ini. Pendirian pesantren khusus ini juga mendapat respons positif dari berbagai negara, salah satunya Australia. Dilansir dari Liputan6 , saat berkunjung ke kantor BNPT Kepala Polisi Federal Australia Andrew Colvin, terkesan dengan langkah Indonesia dalam menangani terorisme, termasuk pendirian pesantren khusus anak-anak pelaku teroris ini.

Dengan adanya pesantren khusus untuk anak-anak pelaku terorisme ini kita bisa menggantungkan harapan. Agar nantinya paham-paham radikal yang ditularkan orangtua mereka tak lagi berkembang. Pesantren ini juga merupakan bukti nyata bahwa Indonesia tidak main-main dengan terorisme. Semoga akan ada pesantren atau sekolah semacam ini yang didirikan pemerintah. Mengingat masih ada anak-anak pelaku teroris yang belum tersentuh pendidikan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE