Satu tahun sudah pandemi Covid-19 merebak di Indonesia. Krisis kesehatan yang timbul, lambat laun turut memicu krisis sosial dan ekonomi. Angka kemiskinan pun tak pelak meningkat, padahal beberapa tahun sebelumnya menunjukkan pencapaian penurunan.
Banyak pihak sepakat bahwa dampak negatif pandemi terhadap sosial ekonomi, khususnya di tataran rumah tangga, bisa jauh lebih buruk tanpa adanya bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Apalagi mengingat pandemi diprediksi belum akan usai dalam waktu dekat.
Untuk mengetahui seberapa hebat dampak pandemi terhadap rumah tangga di Indonesia, UNICEF, UNDP, Prospera, dan The SMERU Research Institute dengan dukungan Badan Pusat Statistik (BPS), berkolaborasi melakukan survei berskala nasional sepanjang Oktober hingga November 2020, dengan fokus pada kelompok rentan yaitu anak-anak, perempuan, dan disabilitas.
Hasil survei tersebut dirangkum dalam laporan bertajuk “Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi terhadap Rumah Tangga di Indonesia”, dan diluncurkan pada Kamis (4/3/2021) untuk ditujukan sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah atau stakeholder lainnya dalam rangka menghadapi pandemi.
Deputi Direktur The SMERU Research Institute, Athia Yumna menjelaskan isi laporan tersebut didasarkan pada wawancara tatap muka terhadap 12.216 sampel rumah tangga representatif tingkat nasional di 34 provinsi, yang sebelumnya juga diwawancara BPS terkait Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2019.
“Hasil survei ini memberikan gambaran nyata mengenai apa yang sedang terjadi di negeri ini. (Dibuat) tidak hanya untuk pemerintah, tapi juga untuk seluruh stakeholder agar kita bisa berhasil menghadapi pandemi ini,” kata Athia dalam peluncuran dan diskusi virtual “Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi terhadap Rumah Tangga di Indonesia”, Kamis (4/3/2021).
ADVERTISEMENTS
5 temuan utama yang terangkum dalam laporan tersebut yang bisa dijadikan dasar pembuatan kebijakan
Dipaparkan oleh Athia, temuan utama yang pertama dalam laporan tersebut adalah keuangan rumah tangga terdampak parah selama pandemi. Beberapa hal yang di-highlight Athia di antaranya sebanyak 74,3% rumah tangga melaporkan mengalami penurunan pendapatan, dan setengah dari rumah tangga ternyata nggak punya tabungan darurat.
“Di sisi lain, sebanyak 24,4% responden melaporkan mereka mengalami peningkatan pengeluaran, karena harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya mengalami kenaikan,” lanjutnya.
Temuan utama yang kedua adalah anak-anak telah kehilangan banyak hal selama pandemi. Athia menjabarkan setidaknya terdapat empat dimensi yang dapat dikemukakan, meliputi penuruan pendapatan keluarga yang berpengaruh kepada anak, proses pembelajaran yang terganggu, meningkatnya risiko kesehatan serta risiko lainnya seperti perubahan perilaku dan pekerja anak.
Kemudian yang ketiga, diketahui bahwa bansos pemerintah telah menyasar mereka yang membutuhkan. Sebanyak 85,3% responden menerima setidaknya satu bentuk bansos, baik berupa barang maupun tunai. Rumah tangga yang aman secara ekonomi sebelum pandemi tetapi mengalami penurunan pendapatan yang signifikan juga terjangkau bansos yang ada.
Meski begitu, Athia menilai masih banyak celah yang bisa diisi dalam proses distribusi bansos tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh data, sebanyak 38% rumah tangga paling miskin tidak menerima bantuan tunai apapun di bulan Oktober-November 2020. Padahal seperti kita tahu, bantuan tunai dapat memberikan keleluasan penerima bantuan dalam membelanjakannya sesuai kebutuhan.
“(selain itu) rumah tangga dengan usaha mikro-kecil yang terdampak pandemi hanya 7,5% yang mendapat dukungan bantuan bisnis. Sementara 37% mengaku tidak tahu kalau ada bantuan dari pemerintah. Ini area potensial untuk diperhatikan,” tegas Athia.
Temuan utama keempat adalah perempuan selama pandemi mengalami penambahan tanggung jawab, dan lebih dominan dalam tugas pengasuhan anak. Athia mengutip data yang menyebutkan sebanyak 71% anak-anak mengaku dibantu oleh sang ibu dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
Selain itu, sebanyak setengah dari para perempuan dalam survei tersebut diketahui juga terlibat dalam pekerjaan mendukung kelangsungan perekonomian keluarga. Dengan kata lain, sebagaimana ditegaskan Athia, “beban kerja perempuan meningkat di masa pandemi”.
Sementara dalam temuan utama yang kelima, terungkap sebanyak 30% responden merasa khawatir tidak bisa memberi makan keluarganya. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan pendapatan dan gangguan sistem pasokan makanan, sehingga proporsi rumah tangga yang tengah menghadapi kerawanan pangan di tahun 2020 meningkat jadi 11,7%.
Dalam poin temuan yang sama, Athia mengatakan rumah tangga dengan anggota keluarga disabilitas ringan mengalami kehilangan pekerjaan yang lebih tinggi. Di sisi lain, rumah tangga dengan anggota keluarga disabilitas berat diketahui tidak dapat menjangkau layanan kesehatan atau layanan terapi yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENTS
8 Rekomendasi kebijakan strategis berdasarkan hasil laporan
Mengiringi beberapa temuan utama di atas, laporan “Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi terhadap Rumah Tangga di Indonesia” turut menyisipkan delapan butir rekomendasi kebijakan strategis yang dapat dijalankan atau didiskusikan lebih lanjut oleh pemerintah maupun stakeholder lainnya.
Rekomendasi yang pertama adalah diperlukannya dukungan lebih besar bagi anak-anak terkait pembelajaran, perlindungan sosial, kesehatan dan gizi serta perlindungan anak.
Kemudian yang kedua, melakukan perluasan cakupan bantuan pangan, dan mengatasi gangguan pasokan pangan untuk menghindari kerawanan pangan. Selain itu, bantuan pangan juga perlu dilengkapi bantuan berbasis tunai dengan promosi kesehatan dan gizi.
Ketiga dan keempat, mempertahankan dukungan untuk kelompok pendapatan menengah ke bawah yang sekarang lebih rentan, dan meneruskan pendampingan pemulihan usaha keluarga melalui bantuan tunai yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Kelima, mengurangi beban tanggung jawab pengasuhan anak pada perempuan dengan cara membuka kembali sekolah secara perlahan serta aman, dan melakukan kampanye untuk mempromosikan pembagian tanggung jawab pengasuhan anak yang seimbang antara perempuan dan laki-laki.
Keenam, memastikan orang dengan disabilitas dapat mengakses layanan atau perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, dan prioritaskan rumah tangga dengan anggota penyandang disabilitas untuk mendapat bantuan sosial berikut pemberian kesempatan meningkatkan keterampilan.
Ketujuh, integrasi pendaftaran baru bantuan sosial dengan basis data tunggal untuk penargetan bantuan ke depannya. Kemudian yang terakhir, kembangkan media yang mudah digunakan dengan dilengkapi informasi terbaru tentang program bantuan usaha.
Poin terakhir tersebut nggak kalah penting, mengingat masih banyak rumah tangga yang nggak tahu kalau pemerintah menyediakan bantuan. Bahkan banyak pula dari rumah tangga yang nggak tahu nama program bansos yang mereka terima.
Nah, itu dia temuan penting dalam laporan “Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi terhadap Rumah Tangga di Indonesia”, berikut rekomendasi kebijakan yang bisa jadi pertimbangan pembuat kebijakan dalam rangka menghadapi pandemi yang kita harap lekas usai.