Suara Hati Dia yang Tetap Memilih Childfree, Dianggap Egois dan Menolak Rezeki

Anggapan “banyak anak banyak rezeki” udah mulai bergeser. Bagi banyak anak muda yang masuk generasi milenial dan gen Z, memiliki buah hati bukan lagi prioritas utama setelah menikah. Singkatnya, anggapan soal banyak anak udah nggak zaman lagi. Pilihan untuk childfree atau tidak memiliki anak malah semakin tinggi.

Sementara itu, kebanyakan generasi X dan baby boomer justru menyayangkan keputusan orang-orang yang memilih childfree. Bagi mereka, pasangan suami-istri sudah semestinya memiliki buah hati. Selama ini, keluarga yang sesungguhnya terdiri dari suami, istri, dan anak.

Sebuah keluarga yang hanya terdiri suami-istri dianggap masih tabu dan aneh. Bahkan, tak sedikit orang yang menilai pilihan childfree itu bentuk keegoisan diri. Di masyarakat kita, anak dimaknai sebagai pembawa rezeki. Ketika orang memilih childfree, ia dinilai menolak rezeki yang datang.

Sebenarnya hal itu merupakan prinsip masing-masing orang dengan pasangannya yang tak bisa dipaksakan ke pasangan lain. Asal sudah saling sepakat sebenarnya tak perlu berdebat. Pun, sebaiknya saling menghargai pilihan tanpa menghujat atau

ADVERTISEMENTS

Bahasan childfree jadi topik hangat yang menuai protes dan dukungan. Benarkah orang yang childfree egois?

Suara Hati Dia yang Tetap Memilih Childfree, Dianggap Egois dan Menolak Rezeki

Apakah orang yang memiih childfree egois? | Photo by Gustavo Fring on Pexels

Banyak selebritas yang memutuskan untuk childfree. Salah satunya adalah Cinta Laura yang sudah memutuskan tidak memiliki anak ketika menikah kelak. Sementara itu, Gita Savitri yang kini telah menikah juga memilih childfree. Pernyataan terbuka dari dua selebritas itu menyebabkan topik childfree bergulir panas, terutama di dunia maya.

Menuai pro dan kontra, keputusan childfree memang masih belum diterima sepenuhnya di Indonesia. Norma agama dan normal sosial jadi alasannya. Keputusan tidak punya anak dianggap menyalahi nilai-nilai tersebut. Bahkan orang yang memilih childfree dinilai egois karena enggan mempunyai dan mengasuh anak. Tak jarang orang disebut sebagai pribadi yang buruk gara-gara pilihannya untuk childfree. Padahal keputusan childfree adalah preferensi. Sama seperti preferensi orang yang memilih menikah atau tidak. Jadi nggak ada kaitannya sama sekali dengan sifat baik-buruk seseorang.

Sebenarnya, keputusan orang untuk childfree tidak bisa langsung diartikan sikap egois. Soalnya, mereka yang memilih childfree punya alasan dan pertimbangan kuat, bukan sekadar ikut-ikutan atau nggak mau susah mengasuh anak. Supaya tak mudah menghakimi dan pelan-pelan bisa menghormati keputusan orang lain, kita perlu mendengarkan orang yang memilih childfree dan belajar memahaminya. Bisa jadi, apa yang kita anggap buruk belum tentu buruk untuk orang lain lo.

ADVERTISEMENTS

Lebih baik childfree, ketimbang jadi orang tua yang buruk dan tak bisa memberikan hidup yang layak untuk anak

Suara Hati Dia yang Tetap Memilih Childfree, Dianggap Egois dan Menolak Rezeki

Alasan orang memilih tak punya anak | Photo by J carter on Pexels

Mempunyai anak adalah perkara yang tidak mudah. Apalagi anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga sebaik mungkin. Dibutuhkan tanggung jawab yang besar untuk menjadi orangtua. Bahkan, muncul ungkapan “menjadi orang tua adalah pekerjaan seumur hidup”. Jadi, bukan masalah sekadar punya anak, melainkan bagaimana menjaga dan membesarkan anak dengan layak. Jika tidak punya kesiapan yang baik, orang tua hanya akan membuat anak hidup menderita. Inilah yang jadi pertimbangan utama oleh mereka yang memilih childfree.

Kondisi finansial dan latar belakang keluarga juga jadi pemicu lain yang bikin orang memilih childfree. Seperti Maysa Maharani (23 tahun). Ia dan pacarnya sepakat untuk childfree.  Pasalnya, Maysa yang lahir sebagai pertama harus menjadi tulang punggung keluarga. Ia masih harus membiayai sang adik dan orangtuanya. Pun begitu dengan sang pacar. Memiliki anak bukan pilihan tepat karena mereka tidak siap secara finansial.

“Aku kan generasi sandwich sebenarnya. Aku masih punya adik. Apalagi adikku down syndrome. Ketika papa-mamaku nggak ada, otomatis aku yang ngurus adik. Kalau aku menikah dan punya anak, aku akan jadi generasi sandwich. Artinya, selain membiayai orang tua, aku harus membiayai anakku nanti. Kan jadi beban berat untukku sendiri. Dengan pertimbangan itu, aku memilih untuk childfree,” terangnya.

Bagi Maysa, pilihan ini jauh lebih minim risiko. Apalagi mentalnya tidak siap bila mempunyai momongan. Bayang-bayang tanggung jawab yang besar dan beban hidup sukses membuatnya enggan memiliki anak.

Beberapa orang yang memilih childfree punya pandangan lain. Faktor lingkungan dan masa depan bumi jadi pertimbangan. Melihat populasi manusia makin banyak dan bumi makin sesak, masalah lingkungan dan pemanasan global jadi ancaman. Apalagi dalam krisis iklim anak-anak jadi korban yang paling rentan. Nah, di sisi lain, kesehatan mental dan penyakit bawaan pun kerap jadi alasan orang memutuskan childfree. Karena situasi yang sulit dan tidak memungkinkan, mereka memilih tidak punya anak.

ADVERTISEMENTS

Dari orang yang memilih childfree: aku tetap dengan pendirianku meski orang tua menentang

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini