Bicara soal Papua, dari dulu berita yang ‘diizinkan’ didengar cenderung yang positif melulu. Seakan-akan tidak ada dinamika, dan kehidupan di sana baik-baik saja. Pahadal sayup-sayup kita tahu, hari ini Papua sedang tidak baik-baik saja.
Kini, kabut baru memperparah akses informasi atas Papua dengan kehadiran media siluman. Dikatakan siluman, media tersebut tidak memiliki struktur keredaksian yang jelas seperti layaknya media kredibel pada umumnya, dan cenderung menerbitkan “berita” yang berisi propaganda hingga hoaks.
Tirto dan Tabloid Jubi, media Papua yang gencar menerbitkan fakta di sana, mencatat ada 18 media siluman yang diragukan kredibilitas “berita”nya. Nah, Hipwee coba bantu uraikan ciri dan cara kerja mereka ya, siaga pliz:
ADVERTISEMENTS
1. Mendompleng nama media kelompok pro Papua Merdeka atau media arus utama
Beberapa di antara media siluman di Papua mendompleng nama media sungguhan. Tujuannya mungkin untuk menarik pembaca yang mengira media mereka berafiliasi dengan media sungguhan tersebut. Seperti Tabluidjubi.online yang dimirip-miripkan dengan Tabloidjubi.com dan Detikpapua.online yang mendompleng Detik.com, hingga Cenderawasih Pos yang didompleng jadi cenderawasih-pos.com.
Praktik seperti ini tentu saja merugikan pembaca dan tentunya media yang didompleng. Karena tak jarang tanggapan publik atas “berita” yang mereka terbitkan, disasarkan kepada media yang didompleng. Seperti pengakuan Pimpinan Redaksi Cenderawasih Pos, Lucky Ireeuw–kepada Tirto–yang merasa dirugikan karena repot menghadapi sorotan negatif dan juga harus mengklarifikasi pernyataan-pernyataan miring publik.
“Ini jelas merugikan. (Mereka) memakai nama sama (dengan) nama kami, seolah-olah media tersebut milik kami, sedangkan informasi yang dimuat kami tidak tahu-menahu,” ujar Lucky.
ADVERTISEMENTS
2. Tidak mencantumkan susunan redaksi dan informasi kantor di situs media
Media siluman yang ada di Papua, meskipun melakukan praktik seperti kerja jurnalistik, nyatanya tidak mencantumkan informasi keredaksian dan alamat kantor yang jelas di website mereka. Hal seperti ini tentunya bisa merugikan pembaca, yang tidak bisa menggunakan hak jawab atau tanggapan mereka, karena tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas tiap “berita” yang dihasilkan.
Padahal, umumnya laman “Tentang Kami” darisebuah media bisa berisi penjelasan singkat tentang media, dan jajaran pemimpin serta penanggung jawab, didukung laman “Kontak” yang berisi alamat, surel serta nomor telepon kantor, yang bisa dihubungi untuk berbagai kepentingan, salah satunya seperti hak jawab.
ADVERTISEMENTS
3. Penuh tulisan-tulisan propaganda, hoaks dan bertendensi mencitrakan kalau Papua baik-baik saja dengan mengutip narasumber fiktif
Tabloid Jubi dalam pemberitaannya bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui kondisi Papua terkini. Tak jarang pula mereka sering diserang oleh media siluman. Salah satu yang cukup sering menyerang mereka ialah media Kitorangpapuanews.com, seperti dilansir dari Tirto. Padahal secara administratif, Jubi telah terverifikasi oleh Dewan Pers, sementara tak satupun media siluman yang terverifikasi.
“Berita” para media siluman ini dapat dikatakan hoaks belaka dengan sitiran informasi, yang dalam kenyataannya sering pula menyerang pemberitaan media arus utama dengan tuduhan memproduksi hoaks. Kitorangpapuanews.com juga pernah menerbitkan sebuah artikel yang memuat wawancara dengan Benyamin Lagowan, yang setelah dikonfirmasi mengaku tak pernah diwawancara sama sekali. Mereka mencoba meyakinkan pembaca dengan mengarang sebuah wawancara dengan orang yang dipercaya publik.
ADVERTISEMENTS
4. Enam dari 18 media siluman berbahasa Inggris dan dikelola oleh Tenaga ahli Komisi I DPR RI
Berupaya menjangkau pembaca global demi memperbaiki citra pemerintah Indonesia di mata dunia terkait Papua, 6 dari 18 media siluman di Papua kedapatan memuat “berita” berbahasa Inggris, di antaranya freewestpapua.co, freewestpapua.co.nz, westpapuaupdate.com, onwestpapua.com, westpapuaterrace.com, dan westapuaarchive.com.
Enam media berbahasa Inggris ini dikelola oleh Tenaga ahli Komisi I DPR RI cum kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Arya Shandiyudha, dengan sebutan “situs kontra-propaganda separatisme Papua demi menjaga keutuhan NKRI”. Para penulis media tersebut adalah para mantan mahasiswanya di Universitas Budi Luhur, dengan pola penulisan mengutip sumber dan riset orang lain yang sudah ada.
Arya mengatakan niatnya membuat enam media tersebut murni untuk memperbaiki citra pemerintah Indonesia di mata Internasional. Dan karena itu pula ia mendompleng nama situs milik kelompok pro Papua Merdeka.
“Jadi kalau mereka [orang-orang di luar Indonesia] search West Papua, yang muncul bukan situs-situs mereka [OPM],” ujar Arya kepada Tirto.
ADVERTISEMENTS
5. Rangking media siluman di Papua lebih tinggi dari media arus utama yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers
Yang mengerikan dari hadirnya media siluman di Papua ini adalah konsistensi mereka dalam memproduksi tulisan dan apa yang mereka tulis banyak dibaca dan disebarkan oleh masyarakat. Bahkan posisi mereka lebih tinggi di antara media sungguhan, yang kredebilitasnya sudah terverifikasi secara administratif dan faktual oleh Dewan Pers.
Hal ini tentunya akan berbahaya, apalagi untuk masyarakat yang tak benar mengerti bagaimana media seharusnya memproduksi berita. Secara kasat mata, media siluman tak ada beda dengan media sungguhan lainnya. Hanya kredibilitas dan kualitas pembedanya.
Jika kebohongan dan propaganda dari media siluman itu terus-terusan dikonsumsi, beresiko masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada media arus utama. Selain itu, kebohongan yang terus diproduksi dan dikonsumsi pada akhirnya berpotensi menyaru jadi sebuah kebenaran.