Kasus ketidakadilan yang dialami korban pelecehan seksual ternyata nggak hanya dialami Agni (bukan nama sebenarnya) saja. Agni adalah mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang merasa mendapatkan perlakuan tidak adil setelah melaporkan tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kali ini, ketidakadilan yang sama juga harus dialami oleh Ibu Baiq Nuril Maknun, mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kabar terbaru menyatakan kalau Ibu Nuril terancam masuk bui di tengah upayanya melindungi diri dari tindakan pelecehan seksual yang pernah dilakukan atasannya. Mahkamah Agung (MA) kini sudah memutuskan bahwa Ibu Nuril bersalah sehingga diberi hukuman penjara 6 bulan dan denda sebesar Rp 500 juta. Pelaku dalam kasus Ibu Nuril ini tidak kena sanksi, ia malah dapat promosi. Keputusan MA itu menghasilkan tagar #SaveIbuNuril di Twitter. Kasus ini sebenarnya sudah lama terjadi yaitu sejak tahun 2012 dan jadi heboh kembali karena keputusan MA baru-baru ini. Hipwee News & Feature sudah merangkum fakta dan kronologi kasus Ibu Nuril ini. Yuk baca bersama~
ADVERTISEMENTS
1. Vonis MA yang menjatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta bagai petir di siang bolong bagi Bu Nuril. Keputusan ini adalah hasil kasasi dari jaksa
Bu Nuril mendapat kabar bahwa dirinya dinyatakan bersalah atas tuntutan atasannya di tingkat Mahkamah Agung (MA) pada hari Jumat (9/11) lalu. Dengan berlinang air mata, Bu Nuril tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Seperti dikutip dari Kompas, Bu Nuril tidak percaya dengan keputusan MA dan terus berjuang meminta keadilan karena dirinya adalah korban.
2. Bu Nuril adalah seorang pegawai honorer di SMAN 7 Mataram yang merekam pembicaraan tidak senonoh telepon dari atasannya yaitu kepala sekolah
Kejadian berawal dari tahun 2012 lalu. Saat itu Bu Nuril masih menjadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. Dilansir dari Kompas, atasan Bu Nuril, yaitu Kepala Sekolah kerap menelepon Bu Nuril untuk membicarakan hal tidak senonoh termasuk hubungan gelapnya dengan wanita lain. Bu Nuril merasa risih dan merekam pembicaraan tersebut dalam telepon genggamnya. Rekaman itu yang membuat Bu Nuril dipecat serta harus menghadapi kasus hukum.
3. Rekaman itu ditujukan untuk membela diri. Tapi, malah disebar oleh rekannya ke pihak lain sampai meluas
Awalnya, Bu Nuril menjadikan rekaman tersebut sebagai alat membela diri jika kepala sekolah bermaksud tidak baik kepadanya. Namun pada tahun 2014, menurut Joko Jumadi, Koordinator Hukum #SaveIbuNuril, rekannya memaksa Bu Nuril untuk menyerahkan rekaman tersebut dan malah menyebarkannya kepada pihak lain hingga akhirnya meluas.
4. Bu Nuril dituntut oleh kepala sekolah atas pelanggaran Undang-Undang ITE karena menyebarkan rekaman tersebut
Pada tahun 2015, kepala sekolah menuntut Bu Nuril dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bu Nuril dianggap telah menyebarkan informasi yang mengandung unsur kesusilaan sesuai pada Pasal 27 Ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Ia terpaksa berhadapan dengan kasus hukum dan dilansir dari Kompas, ia sempat masuk penjara pada 24 Maret 2017 yang lalu.
ADVERTISEMENTS
5. Awalnya, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan bahwa Bu Nuril tidak bersalah. Tapi jaksa mengajukan kasasi ke MA, sampai akhirnya MA menjatuhi hukuman penjara
Setelah melalui sidang yang panjang, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan bahwa Bu Nuril nggak bersalah dan bebas pada bulan Juli 2017. Namun, kebahagiaan Bu Nuril bisa berkumpul dengan keluarganya nggak bertahan lama. Jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan seperti ditulis oleh BBC, keputusan diambil pada 26 September 2018. Hasilnya, Bu Nuril harus kembali masuk bui selama 6 bulan dan membayar denda Rp 500 juta.
6. Pelaku pelecehan, si kepala sekolah tadi, tidak mendapatkan sanksi apapun. Dia malah mendapat promosi jabatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram
Yang menyakitkan, kepala sekolah sebagai pelaku pelecehan, nggak mendapatkan sanksi dari pihak yang berwenang. Tindakannya yang termasuk pelecehan seksual verbal itu nggak lantas membuatnya dihukum. Malah, menurut Kompas, kini dia mendapatkan promosi jabatan sebagai salah satu Kepala Bidang di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram.
Sampai saat ini, Bu Nuril masih mencari keadilan dengan mengajukan Peninjauan Kembali alias PK. Ini sekaligus menunjukkan bahwa perjuangan korban pelecehan seksual memang nggak mudah. Banyak pihak yang masih menganggap remeh kasus kejahatan ini. Tapi seharusnya fakta pahit yang kerap dirasakan para korban pelecehan seksual itu nggak seharusnya bikin korban malah enggan melapor. Karena biar bagaimanapun, pelecehan seksual itu harus ditangani dengan serius. Harus ada yang berjuang dan memperjuangkan agar kasus Agni dan Ibu Nuril nggak terulang lagi di kemudian hari.