Lucu, menggemaskan, dan kerap bertingkah konyol adalah beberapa alasan mengapa banyak orang memelihara kucing. Hewan berbulu yang punya hubungan saudara dengan harimau ini bahkan telah merajai semesta internet sejak beberapa tahun belakangan. Keimutan kelinci, marmut, dan bebek seakan tak ada artinya lagi. Bapak-bapak yang biasa pelihara burung sekarang ganti haluan pelihara kucing~
Tapi keimutan kucing, baik yang dipelihara maupun yang bebas liar, agaknya cuma ada di mata manusia. Karena di Australia, kucing yang seringkali bertingkah konyol dengan wajah sok polos telah jadi ancaman serius bagi satwa liar lainnya. Kok bisa?
ADVERTISEMENTS
Penelitian terdahulu bilang kalau kucing liar telah membunuh miliaran satwa liar Australia setiap tahunnya
Seperti dilansir dari Kompas, penelitian yang dilakukan University of Tasmania menemukan kalau kucing liar telah menjadi ancaman serius bagi satwa liar di Australia. Temuan yang dipublikasikan dalam Proceeding of the Royal Society  B ini mereka dapat setelah membandingkan perilaku kucing liar di Tasmania dengan perilaku predator endemik yakni quoll ekor berbintik yang penampilannya mirip tasmanian devil.
Sebelumnya, penelitian tentang kucing liar di Australia juga pernah dilakukan. Temuan pada saat itu mengatakan kucing liar telah membunuh miliaran hewan setiap tahun, bahkan menyebabkan banyak spesies punah. Sebagai informasi, kucing domestik diperkenalkan di Australia pada akhir abad ke-17. Seperti dilansir dari Tirto, mereka dibawa oleh rombongan imigran kulit putih Eropa yang kemudian dimanfaatkan untuk mengontrol populasi tikus.
Tapi pada era tersebut populasi kucing liar segera meledak. Hal ini yang jadi awal mula ancaman satwa liar Australia, karena kucing nggak cuma berburu untuk mengenyangkan perut, melainkan juga untuk sekadar memuaskan hasrat berburunya. Sering kan, lihat kucing yang nangkep tikus tapi kemudian nggak diapa-apain?
ADVERTISEMENTS
Penelitian terbaru University of Tasmania ingin memahami lebih jauh mengapa kucing jadi ancaman satwa liar
Nah, dalam penelitian baru ini, tim peneliti dari University of Tasmania ingin lebih memahami mengapa kucing nan imut ini menjadi ancaman bagi satwa liar lainnya. Para peneliti lantas membandingkan kebiasaan berburu dan makan kucing liar dengan quoll ekor berbintik. Baik kucing maupun quoll, keduanya memangsa jenis satwa liar yang sama. Mulai dari mamalia kecil, reptil, dan burung. Tapi, kebiasaan berburu quoll selama ini nggak mengancam keberadaan satwa-satwa yang jadi mangsanya.
Penelitian ini melibatkan 10 ekor quoll ekor berbintik dan 25 kucing liar yang berasal dari empat lokasi pulau Tasmania. Masing-masing hewan dipasangi kalung pelacak untuk kemudian dilepaskan kembali ke habitat mereka.
Nah, dari data yang dapat dikumpulkan, tim peneliti mencatat kalau kucing liar punya intensitas berburu yang lebih tinggi. Mereka kadang melintasi wilayah perburuan yang lebih luas dibanding quoll. Selain itu, peneliti juga mencatat kalau populasi kucing liar jauh lebih tinggi dibanding quoll. Sebagai gambaran, mangsa di area penelitian 20 kali lebih mungkin bertemu kucing ketimbang quoll. Dengan kata lain, dapat disimpulkan penyebab mengapa keberadaan kucing mengancam satwa liar lainnya adalah populasinya yang nggak terkontrol.
ADVERTISEMENTS
Pemerintah Australia pernah menggalakkan perburuan dan pemusnahan kucing liar
Masalah populasi kucing yang sangat tinggi ini pernah disikapi pemerintah Australia dengan (agak) sembrono. Pada pertengahan Juli 2015 silam, pemerintah Australia menggalakkan perburuan dan pemusnahan kucing liar menggunakan racun yang disemprot ke bulu kucing dengan target 2 juta ekor pada 2020. Komisaris Nasional Spesies Terancam Australia, Gregory Andrew seperti dilansir Tirto dari Sydney Morning Herald bilang hal tersebut bukan karena mereka membenci kucing. Melainkan karena mereka ingin melindungi satwa endemik.
Laporan Nikkei Asia Review yang juga dikutip Tirto mengatakan kebutuhan makan serta hasrat membunuh yang tinggi pada kucing liar se-Australia telah mematikan satu juta burung, satu juta reptil, dan satu juta mamalia kecil per harinya. Selain kucing, laporan tersebut juga menyinggung peran rubah. Kendati demikian, wacana pemerintah Australia untuk memburu kucing liar nggak berjalan mulus dan mengundang pro kontra dari pecinta kucing di seluruh dunia.
Nah, temuan penelitian University of Tasmania ini diharapkan dapat digunakan sebagai panduan baru dalam mengendalikan populasi kucing, setelah upaya pemusnahan nggak berhasil.