Dari sederet headline pemberitaan pagi ini, ada satu berita yang berhasil menggelitik benak saya: aturan yang mewajibkan pemilik mobil di DKI Jakarta memiliki garasi. Kalau terpergok memarkir mobil di tepi jalan, nggak tanggung-tanggung, mobil itu akan langsung diderek Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. Sebagaimana dilansir Kompas, ini sebenarnya bukan peraturan baru melainkan sudah ada sejak 2014 ang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Tapi belakangan ini, Gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat ingin menggalakkan kembali peraturan yang selama ini terkesan “nggak ada suaranya” itu.
Tapi bicara soal transportasi khususnya di Jakarta, bukan kabar baru lagi kalau kendaraan di ibukota tersebut jumlahnya sudah di luar nalar. Akibatnya apa? Macet berjam-jam kerap terjadi di banyak ruas jalan di Jakarta. Apalagi kalau itu daerah perkantoran. Nggak usahlah ditanya lagi.
Memang sih, problematika soal transportasi atau lalu lintas ini bukan persoalan yang bisa diselesaikan cuma dalam hitungan minggu. Pemerintah DKI pun telah banyak melakukan upaya buat mengakhiri kemacetan yang terbukti makin menambah tingkat stres masyarakat ibukota. Namun kadang, beberapa peraturan berlalu lintas yang sudah dibuat pemerintah justru terasa kurang logis, kalau melihat realita masyarakat saat ini. Yuk intip 4 ekspektasi vs realita soal peraturan transportasi yang sudah Hipwee News & Feature rangkum berikut ini.
ADVERTISEMENTS
Peraturan yang bakal digembor-gemborkan sama Pemprov DKI ini nggak selaras dengan harga tanah atau rumah yang makin meroket dan kredit mobil yang makin mudah. Nah, lho gimana tuh?
Kenapa pemerintah melarang parkir di pinggir jalan sekalipun itu wilayah perumahan atau pemukiman? Sederhananya sih supaya jalanan bisa lebih lengang. Hal ini berguna ketika ada keadaan darurat misalnya kebakaran, mobil pemadam nggak perlu bersusah payah untuk bisa melintasi jalan tersebut. Selain itu mungkin juga jadi upaya mengurangi jumlah mobil biar nggak macet.
Nah, ternyata nggak cukup sampai di situ aja. Kabarnya pengurusan STNK harus disertai dengan surat pernyataan kepemilikan garasi lho! Sampai sini pertanyaan besar muncul: Lah, gimana kalau faktanya harga rumah atau tanah makin melonjak karena lahan yang memang makin sempit? Sedangkan di sisi lain, proses kredit kendaraan bermotor khususnya mobil makin dipermudah? Rasanya kok agak nggak masuk akal ya. Kalau begini kondisinya, nggak menutup kemungkinan kalau ke depan malah yang ada bisnis penitipan mobil di garasi 😀
ADVERTISEMENTS
Satu aturan lagi yang kalau dipikir-pikir rada lucu: 3 in 1 di Jakarta. Bukannya efektif, malah membuat bisnis joki 3 in 1 menjamur. ‘Kan jelas salah sasaran
Nggak cuma peraturan soal pergarasian itu aja. Pemerintah juga memberlakukan kawasan mobil berpenumpang 3 orang atau lebih, atau yang sering dikenal dengan 3 in 1. Jadi ada beberapa jalanan di Jakarta yang mewajibkan mobil berpenumpang 3 atau lebih ketika melintas di daerah itu. Alasannya? Untuk menggerakkan hati pengendara supaya nggak boros menggunakan mobil. Soalnya nggak jarang orang Jakarta lebih pilih mengendarai mobil sendiri daripada ‘nebeng’ yang mana bisa jadi salah satu faktor kemacetan. Nah peraturan ini jadi jawabannya.
Tapi…bukannya efektif, kebijakan ini justru mendorong masyarakat di sekitar kawasan 3 in 1 untuk nyambi jadi joki! Pengemudi cuma perlu membayar sejumlah uang dan dengan mudahnya ‘penumpang palsu’ pun bisa diperoleh. Bahkan biasanya mereka sudah ‘ngetem’ di titik-titik sebelum mobil memasuki kawasan 3 in 1. Kalau begini, apa artinya peraturan itu dong…
ADVERTISEMENTS
Sama halnya dengan aturan ganjil genap ini. Buktinya sudah ada oknum pengendara yang ketahuan memiliki plat nomor lebih dari 1 guna menyiasati peraturan pemerintah ini. Duh!
Rasanya memang sangat menantang ya menerapkan sebuah peraturan di Indonesia ini. Selain pemerintahnya yang kurang melihat efek jangka panjangnya, masyarakatnya juga sebagian besar terlampau sulit diatur. Selain dua peraturan di atas, penerapan ganjil genap di Jakarta juga ikut ‘dicurangi’. Dalam kawasan ganjil genap ini, mobil dengan plat ganjil hanya boleh melintas di tanggal ganjil. Begitupun yang berlaku bagi plat genap.
Sudahkah maksimal? Rasanya belum. Ya gimana nggak? Nyatanya seorang pengemudi mobil pernah tertangkap basah punya plat lebih dari 3, dua ganjil, satu genap! Kalau begini, gimana kemacetan bisa benar-benar teratasi ya…
ADVERTISEMENTS
Soal pelarangan sepeda motor di beberapa ruas jalan di Jakarta ini menimbulkan suara kontra dari beberapa pihak. Ya habisnya nggak dibarengi juga dengan kondisi transportasi umum di sana sih
Sebelum isu soal aturan garasi kemarin booming, sempat ada rumor juga bahwa wilayah pelarangan kendaraan roda dua di Jakarta akan diperluas. Saat ini sudah ada beberapa kawasan yang memberlakukan aturan ini. Meski isu perluasan itu kabarnya akan ditunda, tapi sepertinya pemerintah perlu benar-benar menimbang-nimbang lagi deh.
Pelarangan sepeda motor ‘kan tujuannya supaya masyarakat terdorong untuk memanfaatkan fasilitas transportasi umum. Namun faktanya kondisi angkutan kota di Jakarta masih jauh dari kata ‘nyaman’. Ditambah jalanan di Jakarta yang kurang ramah bagi pejalan kaki. Buktinya trotoar masih banyak ‘dihuni’ pedagang kaki lima dan ‘dirajai’ kendaraan roda dua.
Kondisi ini seharusnya bisa mengingatkan pemerintah maupun kita sebagai masyarakat akan kebijakan pemerintah Jepang untuk mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan transportasi umum massal. Mulai dari membatasi tempat parkir, pengenaan biaya parkir dan tol yang mahal, harga BBM yang cukup mencekik, hingga penerapan hukuman dan denda memberatkan bagi pengemudi yang melanggar. Ya semoga aja permasalahan kota besar dari zaman batu ini segera teratasi ya!