“Jika kamu menemui sepasang kekasih berbuat tindak asusila di tempat umum dan merasa terganggu maka segera laporkan dengan mengikuti gerakan sosial ini.”
Itulah kalimat yang tertulis dalam brosur kampanye CELUP – Cekrek, Lapor, Upload – yang tersebar dan diperbincangkan di lini media sosial kemarin (27/12). Di atasnya terdapat tagline dari gerakan ini, bunyinya “Pergokin Yuk! Biar Kapok!”. Dari situ udah jelas kalau tujuan kampanye ini buat bikin pelaku tindak asusila sembarangan di tempat umum kapok dan nggak mengulangi perbuatannya.
Tapi tindakan asusila apa yang dimaksud? Pelaku yang bagaimana pula yang dituju? Lalu bagaimana kalau itu ternyata tindak kekerasan seksual, bukan atas dasar suka sama suka? Masih abu-abunya langkah kampanye ini menelurkan begitu banyak protes hingga hujatan dari warganet. Mereka mayoritas menilai kampanye CELUP melanggar etika dan privasi orang lain. Tapi sampai artikel ini ditulis, pelopor kampanye tersebut sudah melakukan klarifikasi.
ADVERTISEMENTS
Kampanye CELUP ini dipelopori oleh lima mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Pembangunan (UPN) Veteran, Surabaya, Jatim
CELUP yang merupakan singkatan dari “Cekrek, Lapor, Upload” ini adalah sebuah kampanye sosial yang digagas mahasiswa UPN Veteran Jatim. Dilihat dari Instagram (sekarang akun Instagramnya sudah nggak aktif), Line, maupun brosur yang tersebar, gerakan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi ruang publik yang selama ini banyak diselewengkan oleh anak-anak muda yang bermesraan di sana. Intinya para pelopornya ini “gemas” sama gaya berpacaran anak SMP atau SMA zaman now, yang nggak segan pelukan atau ciuman di depan umum.
Gimana cara kerja kampanye ini? Sesuai sama kepanjangan sekaligus tagline CELUP itu, yakni memotret pelaku tindak asusila, melapor atau mengirimkannya ke akun resmi CELUP, dan mengunggahnya ke media sosial. Dilansir dari BBC, bahkan pelapornya bisa mendapat poin setelah mengirim foto bukti adegan panas ke Line CELUP lho. Poin-poin itu kalau sudah terkumpul bisa ditukar dengan voucher pulsa atau merchandise menarik.
ADVERTISEMENTS
Dalam brosur yang tersebar di jagat maya, kampanye ini bahkan mengklaim didukung oleh berbagai instansi dengan mencantumkan logo-logonya di halaman kover
Demi terlihat meyakinkan, tak lupa mereka mencatut logo-logo instansi seperti Jawa Pos, Detikcom, TV9, C2O Library & Collabtive, Aiola Eatery, dan Pemerintah Kota Surabaya sebagai pendukung gerakan ini. Belakangan satu per satu pihak sudah mengklarifikasi kalau mereka sama sekali nggak punya keterlibatan dengan kampanye CELUP, seperti dilansir Tirto, Viva, dan Twitter resmi Humas Pemkot Surabaya. Bahkan, pihak kampus UPN juga turut berbicara. Dilansir Viva, Rudi selaku juru bicaranya mengaku tidak tahu menahu soal kampanye itu. Mereka justru tahu setelah isu ini menjadi perbincangan di medsos.
Selain itu, sebelum Instagramnya dihapus, pihak CELUP juga mencantumkan dasar hukum gerakan mereka, yakni Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 yang padahal adalah UU tentang perlindungan anak. Bunyinya: “Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”. Mereka juga mengutip sanksi bagi pelaku yang melanggar, yakni hukuman penjara 5 tahun atau denda maksimal 5 miliar. Sedangkan dalam UU ditetapkan bahwa orang disebut “Anak” itu yang berusia 18 tahun ke bawah. Jadi mereka ya nggak bisa begitu saja dijerat sanksi kayak di atas.
ADVERTISEMENTS
Dilihat dari visi, misi, dan tujuannya, jelas bahwa kampanye ini dilakukan untuk membuat jera mereka yang bermesraan di ruang publik. Tapi yang ada malah berpotensi mendukung hukum rimba dan perilaku bullying
Di sini bisa dikatakan kalau ada semacam perasaan lebih superior dari yang lain. Bahwa siapapun yang bermesraan di depan umum layak untuk diadili secara masif melalui media sosial. Tujuannya mungkin baik, tapi tanpa sadar justru gerakan ini memicu dan membenarkan tindakan lain, yaitu bullying atau perundungan. Alih-alih mengunggah ke medsos biar semua tahu, alangkah lebih baik kalau pelaku tindak asusila ditegur baik-baik dan diberi pendidikan atau literasi soal masalah terkait.
ADVERTISEMENTS
Belum lagi mengunggah foto orang-orang tak dikenal. Sekalipun mereka berbuat tak senonoh di depan umum, menindak dengan cara CELUP adalah bentuk pelanggaran privasi dan bisa dikenai UU ITE
Menurut peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju, dikutip dari BBC, kampanye ini malah berpotensi melanggar privasi orang lain. Jangan disangka nggak ada aturannya. Dalam UU ITE Pasal 27 ayat (1) menyebutkan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Apalagi kalau bicara kesusilaan ini masih sangat abstrak. Bisa jadi menurut A tindakan X termasuk tindak asusila tapi menurut B tidak. Karena setiap orang akan kembali ke nilai-nilai sosial yang dianut.
ADVERTISEMENTS
Sadar gagasannya banyak dihujat orang, pihak penyelenggara kampanye CELUP ini membuat klarifikasi melalui Official Account LINE dan Instagram
Update: Berikut adalah klarifikasi dari pihak kampanye CELUP (sekarang Instagramnya sudah di-deactivate). pic.twitter.com/yLYeAZptT0
— Detha (@prastyphylia) December 27, 2017
Tapi kemarin, sebuah blog mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Ilmu Hukum, menyatakan kalau pihak CELUP sudah mengkonfirmasi melalui akun Line dan Instagramnya. Seperti diketahui, penulis blog itu adalah salah satu pengikut akun Line kampanye CELUP. Begini klarifikasi di akun Linenya:
“Kami mengklarifikasi bahwa CELUP hanyalah sebuah contoh tugas kuliah yang tidak “real” untuk dilakukan. Tugas kami hanya mendesain sebuah media tidak lebih dari sekedar tugas. Sekali lagi kami memohon maaf kepada media dan teman-teman yang merasa tersinggung dan terganggu. Untuk artikel dari plasticdeath atau Detha, kami sama sekali belum pernah berkomunikasi secara langsung dan mengijinkan tulisannya utk dirilis. Semua fakta disana belum tentu benar. Tidak ada bukti bahwa kami telah mengupload foto pelaku tindak asusila di media sosial. Kami tidak pernah menyebarkan foto-foto tindak asusila yang ada sampai saat ini. Tapi kami melihat tingkah teman-teman yang menyalahgunakan foto anggota kami baik sengaja/tidak sengaja telah mengarah ke pencemaran nama baik. Kami pikir kita sama-sama memiliki privasi masing-masing. Kami berharap foto-foto tersebut segera dihapus atau segera kami tindak lanjuti.”
Pun dengan Dosen Prodi DKV UPN Veteran Jawa Timur, Aryo Bayu Wibisono, seperti dilansir Jawa Pos, yang menyatakan kampanye CELUP tidak benar-benar ada. Melainkan hanya tugas kuliah, tanpa ada maksud apapun.
Terlepas dari ada atau nggaknya niatan untuk melanjutkan, baik secara hukum maupun moral, gerakan itu jelas udah nggak bisa dibenarkan. Niatnya mau mengatasi problema sosial, eh malah memunculkan problema baru. Semoga kita bisa makin bijak aja deh ya!