Akhir tahun lalu, kabar menggemparkan datang dari Nepal. Seorang gadis 15 tahun tewas saat diasingkan dalam sebuah gudang sempit. Menurut investigasi aparat setempat, diketahui penyebab kematiannya adalah sesak napas karena api yang dia nyalakan untuk menghangatkan diri. Saat ajal menjemput, gadis yang bernama Roshani Tiruwa itu sedang menjalani hari ketiga pengasingan masa haidnya yang disebut ‘Chhaupadi’.
Saat haid, sudah umum bila kita merasakan masalah-masalah kecil seperti PMS, tidak enak badan, nafsu makan bertambah, hingga malas melakukan apa-apa karena maunya tiduran saja. Di Nepal, perempuan haid dan melahirkan harus menghadapi ritual kuno pengasingan diri karena dianggap tidak suci sehingga harus menjauh dari masyarakat. Mirisnya, Roshani Tiruwa harus tewas dalam kesendirian ketika menjalani tradisi yang sudah ketinggalan zaman ini.
ADVERTISEMENTS
Saat masa haid tiba, perempuan dalam tradisi Chhaupadi harus dijauhkan dari rumah dan keluarga
Dalam tradisi Chhaupadi, perempuan haid dan sedang masa habis melahirkan atau nifas dipaksa untuk menjauhkan diri dari keluarga dan masyarakat. Mereka dipaksa tinggal di luar rumah agar keluarganya tidak tercemar. Tempat tinggal itu bisa berupa bekas lumbung sempit, kandang ternak, ataupun gubuk di sawah yang sepenuhnya terbuka. Selama 6-7 hari dalam sebulan, perempuan tak bisa mengelak dari pengasingan, kecuali bila haid tak kunjung datang.
ADVERTISEMENTS
Darah haid yang dianggap kotor, dipercaya bisa menimbulkan malapetaka bagi desa bila tidak disingkirkan sejauh-jauhnya
Tradisi ini adalah bagian dari tradisi Hindu kuno, yang meyakini bahwa darah perempuan haid dan perempuan habis melahirkan adalah darah kotor yang bisa membawa berbagai macam hal buruk dalam kehidupan. Mulai dari gagal panen, penyakit, hingga kematian hewan ternak mendadak. Beberapa meyakini bahwa perempuan yang sedang haid atau nifas bisa mengundang ular, sehingga kalau tidak diasingkan bisa membahayakan keluarga lainnya. Intinya, perempuan yang sedang ‘berdarah’ harus dijauhi karena berbahaya.
ADVERTISEMENTS
Tak hanya harus tinggal di tempat yang menyedihkan, mereka benar-benar diasingkan dari segala aspek kehidupan
Mereka dilarang berkomunikasi dengan orang lain, berbagi makanan, ataupun memakai sumber air utama yang biasa dipakai oleh warga lainnya. Mereka juga dilarang makan daging, karena diyakini akan membuat ternak mati mendadak. Mereka juga dilarang minum susu, karena itu akan membuat hewan ternak berhenti memproduksi susu. Sementara yang masih remaja, haid juga berarti tidak boleh sekolah dan menyentuh buku. Singkatnya, perempuan haid dan nifas dianggap sebagai penyebab dari segala hal-hal buruk di dunia.
ADVERTISEMENTS
Dalam masa pengasingan, hidup pun jadi bahaya. Mulai dari serangan hewan buas, hingga pria-pria yang berbuat asusila
Dengan hidup yang begitu terisolir ini, lingkungan tempat tinggal juga menjadi tidak sehat dan memicu banyak penyakit mematikan. Apalagi mereka juga dilarang membawa selimut dan pakaian hangat saat ‘tinggal’ di sana. Dan tempat tinggal yang terbuka juga meningkatkan potensi serangan hewan buas dan gigitan ular berbisa. Yang paling menyedihkan, mereka juga seringkali mengalami penyerangan dan pelecehan seksual. Dengan situasi seperti ini, mereka tidak hanya menghadapi bahaya yang mengancam nyawa, tapi juga tekanan mental yang bisa merusak jiwa.
ADVERTISEMENTS
Meski sudah dilarang oleh pemerintah Nepal sejak tahun 2005, nyatanya tradisi ini masih berkembang dan dijalani oleh perempuan dengan sukarela
Praktik Chhaupadi sendiri sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah Nepal sejak tahun 2005 karena dinilai kejam dan menyebabkan banyak kematian. Beberapa perempuan juga sudah terang-terangan melawan tradisi ini dengan melakukan pembakaran gubuk-gubuk pengasingan ataupun menetapkan zona “Chhaupadi – free”. Selain itu, sosialisasi tentang hidup sehat saat haid juga sudah semakin digalakan oleh pemerintah dan aktivis-aktivis perempuan lainnya. Namun khususnya di masyarakat pedalaman dan pegunungan, praktik ini masih umum dilakukan dan dijalani perempuan dengan sukarela. “Takut membuat dewa marah” adalah alasan yang menjadi pembenaran.
ADVERTISEMENTS
Tradisi Chhaupadi ini bukan satu-satunya praktik kuno macam ini di dunia. Ada banyak tradisi ‘menyakitkan’ yang harus dijalani perempuan saat mencapai pubernya
Di pedalaman Luiseno California Selatan, saat mendapat haid pertama kali perempuan harus rela dikubur hidup-hidup dalam pasir yang panas untuk merayakan dirinya menjadi perempuan dewasa yang tangguh. Lalu di Nigeria, suku Tiv ‘merayakan’ kedewasaan dengan menyayat perut tanpa menggunakan obat bius. Agar dilancarkan jodohnya dan mudah mendapatkan keturunan, seorang perempuan harus punya minimal 4 sayatan di perut. Dan yang paling mengerikan, di Kamerun anak-anak yang mengalami pubertas pertama harus disetrika dadanya dengan kayu, logam, atau balok yang sudah dipanaskan. Entah apapun filosofi di balik perayaan kedewasaan ini, namun jelas itu sangat menyakitkan dan berbahaya untuk perempuan.
Ternyata bagi sebagian masyarakat, menjadi perempuan dan dewasa sebegitu sulit dan sakitnya. Sambil berharap agar ‘perayaan’ kedewasaan semacam itu segera ditiadakan, barangkali kita patut untuk bersyukur. Setidaknya yang harus kita hadapi hanyalah nyeri haid dan mood yang naik turun tak menentu. Tak perlu bertaruh nyawa, ataupun merasakan sakit yang tiada tara atas nama budaya.