Inilah bukti nyata kalau menuntut ilmu memang tidak mengenal usia. Kalau lazimnya sekolah yang masih mengajarkan baca-tulis ditujukan untuk anak-anak usia dini, tak begitu yang berlaku di Desa Phangane, India. Nenek-nenek di desa ini begitu rajin menimba ilmu. Mereka benar-benar rela meluangkan waktu untuk belajar membaca, menulis dan menghitung demi terbebas dari buta aksara. Nah Hipwee News & Feature bakal mengulas cerita inspiratif ini khusus untuk kalian semua.
ADVERTISEMENTS
Sekolah ini bernama ‘Aaajibaichi Shaala‘ yang kalau diterjemahkan secara harfiah jadi ‘Sekolah Nenek’. Ditujukan untuk mereka yang tak sempat belajar menulis dan membaca ketika masih muda
Patriarki memang masih mengakar kuat di negara seperti India. Termasuk masalah pendidikan. Banyak keluarga miskin yang lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-lakinya, sehingga banyak perempuan yang tidak bisa mengenyam bangku sekolah. Contohnya seperti yang terjadi di Desa Phangane yang terletak di bagian timur India ini. Desa ini memang dikenal sebagai wilayah dengan angka buta huruf yang sangat tinggi, terutama di kalangan perempuan.
Maka dari itu, sebuah sekolah khusus lansia didirikan untuk memberantas populasi buta huruf. Sebagaimana dilaporkan Hindustan Times, sekolah ini dibuat khusus untuk warga berusia lanjut. Khususnya nenek-nenek yang di masa mudanya tidak memiliki kesempatan belajar membaca dan menulis. Sekolah yang dibuka pada tahun 2016 yang lalu ini berisi pelajar yang berusia 60 hingga 90 tahun.
ADVERTISEMENTS
Tak berbeda dengan sekolah pada umumnya, para nenek di sekolah ini juga harus mengenakan seragam. Berupa sari khas India berwarna pink, mereka duduk manis di dalam kelas sambil menyimak apa yang ditulis di papan
Masing-masing murid juga membawa tas jinjing berisi papan tulis kecil dan kapur tulis. Menuju pukul dua siang mereka akan berbondong-bondong menuju suatu bangunan yang difungsikan sebagai sekolah, dan akan selalu antusias belajar membaca dan menulis alfabet. Kenapa tidak bersekolah di saat pagi saja? Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan, pertimbangannya adalah agar para nenek bisa menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu, seperti bertani, memasak ataupun mencuci pakaian.
ADVERTISEMENTS
Kebanyakan dari nenek-nenek ini telah menjadi janda, dan mereka begitu bersyukur karena bisa meraih cita-cita pada akhirnya
Jangan bandingkan cita-cita mereka dengan cita-citamu, ingin jadi presiden, dokter, atau astronot misalnya. Karena cita-cita mereka sangat sederhana, hanya ingin melek huruf. Hanya ingin bisa baca-tulis.
“Sepanjang hidupku aku telah buta huruf. Aku merasa tidak menjadi manusia seutuhnya. Orang tua saya terlalu miskin untuk menyekolahkan saya. Sekarang aku dapat meninggal dalam keadaan tenang karena tahu aku bisa menulis nama sendiri,” kata Ansuya Deshmukh, dilansir dari tempo.co
Deshmukh sendiri ialah murid tertua di kelasnya, usianya 90 tahun. Karena peserta didiknya para lansia, guru pun harus menerapkan cara ajar berbeda. Kalau anak-anak biasa dengan teriakan atau omelan, hal itu tak berlaku untuk orang tua. Cara sebaliknya seperti kesabaran dan rasa penuh kasih sayang harus diterapkan. Apalagi ketika beberapa dari mereka ada yang kesulitan mendengar.
ADVERTISEMENTS
Sekolah yang pertamakali digagas oleh seorang guru bernama Yogendra ini, kini memiliki 27 murid lanjut usia
Setiap hari Senin sampai Jumat, kamu akan mendapati para lansia ini berjalan kaki diantar cucu-cucu mereka. Dari pukul 14.00 hingga 16.00, mereka akan duduk bersila di lantai kelas yang beralas tikar bambu. Tak hanya belajar, mereka juga akan bersenang-senang bersama. Sekolah ini dibangun oleh Yogendra Bangar, seorang guru sekolah dasar yang berusia 40 tahun.
Inspirasi istimewa ini datang ketika dia mengikuti sebuah acara perayaan keagamaan. Saat pejabat daerah membacakan kitab suci, seorang wanita tua berkata, “Jika kita tahu bagaimana cara membaca, kita bisa membaca kitab suci sendiri di rumah bukan orang lain melakukannya untuk kita.” Dari ucapan sederhana inilah, dia ingin para lansia itu belajar baca-tulis setidaknya untuk membaca kitab suci. Sederhana bukan?
Menurut hasil sensus, tingkat melek huruf di India mencapai 74% hingga tahun 2011 lalu. Namun, literasi di kalangan wanitanya memang berada jauh di bawah kaum lelaki. Perbandingannya memiliki jarak cukup jauh, yakni laki-laki 82% dan perempuan 65%. Karena itulah, adanya sekolah ini begitu layak disyukuri dan diapresiasi. Sumbangan dari para donatur adalah sumber pemasukannya, digunakan untuk membeli semua perlengkapan untuk sekolah nenek ini. Rencana ke depannya lagi, nenek-nenek di desa-desa lainnya juga akan dibuatkan sekolah serupa. Karena perempuan harus memiliki hak yang sama dengan lelaki, betul kan?