Nama Baiq Nuril sudah banyak jadi perbincangan setelah ia mengungkapkan pelecehan seksual yang dialaminya sendiri 7 tahun silam. Pelecehan itu katanya dilakukan oleh kepala sekolah tempatnya bekerja sebagai pegawai honorer di Mataram, NTB. Pada 2018, Nuril sebenarnya sudah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA). Tapi Baiq Nuril mengajukan PK atau Peninjauan Kembali.
Baru-baru ini, hasil PK kasus Baiq Nuril sudah keluar. Kabarnya MA tetap pada keputusan awal, yakni menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta pada Nuril. Tidak sedikit orang protes atas keputusan MA tersebut. Masalahnya, Baiq Nuril ‘kan korban, kok malah dijatuhi hukuman yang memberatkan sih? Meski terkesan tidak adil, sebenarnya masih ada secercah harapan yang bisa dilakukan Nuril demi memperjuangkan haknya.
ADVERTISEMENTS
MA menolak PK yang diajukan Nuril dengan alasan ia sudah melanggar UU ITE dengan melakukan penyadapan dan menyebarluaskan ke khalayak. Katanya ini melanggar privasi
Usahanya untuk mengungkap pelecehan yang dilakukan atasannya ternyata justru jadi bumerang bagi Baiq Nuril. Hasil rekaman Baiq Nuril yang berisi percakapan asusila atasannya itu dianggap sebagai pelanggaran oleh MA. Dasar hukumnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Berdasarkan UU itu, Nuril dianggap sudah melanggar privasi orang lain dengan melakukan penyadapan dan menyebarluaskannya ke khalayak.
Padahal maksud dari tindakannya itu ‘kan buat mengantongi bukti bahwa ia benar-benar sudah dilecehkan sama atasannya sendiri…
Satu-satunya cara adalah dengan mengajukan permohonan pengampunan hukuman atau amnesti langsung ke Presiden Joko Widodo, seperti yang sedang berusaha ditempuh Baiq Nuril saat ini
Meski kelihatannya sudah tidak ada yang bisa dilakukan Nuril selain pasrah pada keputusan MA, ternyata masih ada secercah harapan agar ia betul-betul bisa dibebaskan. Saat ini, kabarnya Baiq Nuril sedang mengajukan amnesti atau pengampunan hukuman langsung ke presiden.
Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro seperti dikutip Kumparan, juga mengatakan Nuril punya hak atas pengajuan amnesti ke presiden. Menurut aturan, MA juga tidak boleh terlibat dalam proses pertimbangan pemberian amnesti. Dalam proses pertimbangan amnesti tersebut, nantinya presiden hanya bisa mendengar pertimbangan dan penilaian DPR. Jadi, bisa dibilang nasib Baiq Nuril saat ini ada di tangan Jokowi dan jajarannya di DPR.
Nggak cuma kita aja yang mungkin gemas sama keputusan MA, anggota Ombudsman RI juga menilai ada potensi maladministrasi saat MA memutuskan kasus tersebut
Ninik Rahayu, anggota Ombudsman RI, seperti dilansir Kompas, menyatakan kalau bisa jadi ada maladministrasi saat MA memutuskan kasus yang menimpa Baiq Nuril. Maladministrasi yang dimaksud adalah penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur.
Menurut Ninik, MA “lupa” kalau ada Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Aturan itu bisa jadi dasar pertimbangan sebelum memutuskan kasus kekerasan berbasis gender seperti yang dialami Baiq Nuril. Ninik juga meminta MA untuk memeriksa hakim yang memutus perkasa tersebut.
Sekilas mungkin “ketidakadilan” ini cuma akan berdampak secara langsung pada Baiq Nuril, padahal dengan adanya hasil putusan yang tidak berpihak pada korban pelecehan ini, bisa jadi malah membuat korban-korban lain di luar sana takut melapor. Duh, semoga aja segera ada keputusan yang lebih adil deh! Ngeri ‘kan kalau makin banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi..