Mungkin hal ini jarang terpikirkan oleh kebanyakan dari kita. Tapi ada sebuah realita menyedihkan dari pembuatan banyak produk kecantikan maupun obat yang selama ini kita gunakan. Sudah sejak lama, hewan digunakan sebagai sarana pengujian untuk beragam obat dan kosmetik sebelum ‘resmi’ digunakan oleh manusia. Nah, praktik inilah yang kemudian menimbulkan banyak perdebatan sekaligus penentangan dari aktivis penyayang binatang.
Ada pihak pro dan kontra dari maraknya praktik animal testing ini. Mereka yang pro berpendapat kalau adanya pengujian pada hewan terbukti bermanfaat untuk mencegah manusia dari efek racun suatu kosmetik atau produk lainnya. Bahkan di banyak negara, pengujian pada hewan telah menjadi keharusan untuk meminimalkan efek merugikan pada manusia. Sementara yang kontra, menyebut bahwa perlakuan pada hewan uji bisa tidak terbayangkan. Mayoritas hewan itu akan mengalami penderitaan dan rasa sakit bahkan setelah diberi anestesi sekalipun. Semoga 10 potret animal testing ini bisa membuatmu berpikir ulang.
ADVERTISEMENTS
1. Penelitian mengungkapkan bahwa hanya 5% – 25% dari obat yang diujikan pada hewan, hasilnya cocok dengan manusia. Sebagian besar lainnya ternyata dibuang karena tidak berguna bagi manusia
ADVERTISEMENTS
2. Ada banyak perbedaan anatomi dan fisiologis antara hewan dengan manusia. Alhasil, tikus-tikus yang menjadi obyek eksperimen banyak mengalami tumor
ADVERTISEMENTS
3. Hampir 9% dari hewan yang dianastesi mati di laboratorium! Penelitian ini jadi tak relevan karena hewan tidak pernah mengalami bentuk kanker seperti yang dialami manusia
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
4. Ada sekitar 83% zat yang dicerna secara berbeda oleh hewan dan manusia. Bahkan jus lemon yang aman bagi manusia saja bisa jadi racun mematikan bagi beberapa hewan kok
5. Sejumlah 40% pasien menunjukkan efek samping akibat menggunakan obat-obatan yang lulus pengujian pada hewan. Artinya, obat tertentu akan menimbulkan efek yang tak sama pada hewan dan manusia
6. Penggunaan anestesi ternyata tidak sepenuhnya menghilangkan rasa sakit dan penderitaan yang dialami hewan eksperimen. Tapi mereka tak memiliki kemampuan mengekspresikan rasa sakitnya
7. Studi menyebutkan bahwa aspirin gagal dalam pengujian hewan dan insulin menyebabkan cacat lahir pada hewan-hewan yang diujikan
8. Simpanse dan monyet begitu mirip dengan manusia, mereka punya kecerdasan dan (mungkin) kesadaran yang hampir sama. Apakah manusiawi melakukan animal testing macam ini?
9. Khusus untuk produk kosmetik, ada lebih dari 80 persen negara di dunia masih menerapkan praktik uji coba pada hewan, dan atau menggunakan unsur hewan di dalam produknya
10. Sebutlah kelinci misalnya, setelah dicukur bulunya, tubuhnya akan diolesi zat-zat kimia untuk tes iritasi kulit. Lebih dari itu, aneka zat kimia juga akan diteteskan pada mata mereka
11. Banyak ahli kesehatan setuju kalau data dari pengujian hewan itu sebenarnya tidak begitu efektif untuk buktikan aman tidaknya sebuah produk ke manusia
Sebagai pengguna kosmetik, selama ini mungkin kamu tak pernah tahu-menahu mengenai bagaimana proses pembuatan produk-produk tersebut. Bisa jadi yang kamu pedulikan hanyalah bagaimana supaya produk itu bermanfaat untuk dirimu. Tapi semoga setelah mengetahui perihal animal testing ini, kamu bisa lebih peka dan peduli. The Body Shop merupakan perusahaan pertama yang menolak praktik pengujian produk kosmetik pada hewan. Pendiri perusahaan ini, Dame Anita Roddick berhasil menjadikan The Body Shop sebagai perusahaan kosmetik pertama yang memperoleh sertifikasi BUAV (British Union for the Abolition of Vivisection atau kelompok pelindung binatang yang menyerukan kampanye anti uji coba terhadap binatang) pada tahun 1997 silam.
Hanya karena binatang tak bisa berbicara, bukan berarti mereka tak bisa merasakan kesakitan. Sejauh ini sudah banyak organisasi, LSM, komunitas dan para aktivis yang melarang animal testing secara global. Upaya ini selain menyelamatkan hewan-hewan dari kekejaman, juga karena sejatinya hasil dari tes hewan itu tidak relevan dengan manusia. Hasilnya bisa bervariasi antar hewan dan sangat sulit ditafsirkan, sehingga tak bisa menjamin keselamatan para konsumen. Ya semoga saja ada solusi yang lebih baik ya…