Siapa sih yang sekarang nggak butuh Wi-Fi?
Mau lagi nunggu kereta di stasiun atau jalan-jalan di mall, mencari Wi-Fi gratis sudah jadi semacam refleks bagi generasi kekinian. Ada tidaknya Wi-Fi juga seringkali jadi pertimbangan utama bagi pencari kost atau kontrakan. Begitu bisa nyambung ke Wi-Fi dan mematikan paket data, kita seakan-akan sedang menghirup udara segar di pegunungan…lega. Kayaknya nggak ada deh yang bisa menyangkal fakta bahwa keberadaan Wi-Fi dalam kehidupan kita tidak lagi bisa tergantikan. Atau mungkin Wi-Fi bisa tergantikan?
Li-Fi atau Light Fidelity. Inovasi ini digadang-gadang bisa menghasilkan jaringan internet wireless seperti internet, tapi berbasis cahaya lampu. Jadi tidak perlu memakai router atau menunggu jaringan fiber optic sampai ke wilayahmu, tetapi bisa menggunakan bola lampu! Bahkan katanya kecepatan internet bisa jauh lebih tinggi daripada Wi-Fi. Hah? Kok bisa ya?! Yuk simak info selengkapnya bareng Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
Berbeda dengan Wi-Fi yang dikembangkan dari jaringan sinyal radio, Li-Fi memanfaatkan media cahaya lampu. Cahaya ternyata bisa jadi media untuk meneruskan informasi digital tanpa kabel
Dilansir dari CNN, Li-Fi atau Light Fidelity ditemukan dan sudah dipatenkan oleh Prof. Herald Hass dari University of Edinburgh. Prof. Hass sendiri berangkat dari ide bahwa sorotan cahaya juga bisa menjadi media komunikasi semacam sandi morse modern. Proses pengiriman data-data melalui media cahaya ini disebut Visible Light Communication (VLC). Berbeda dengan jaringan Wi-Fi yang mengandalkan infrastruktur seperti tower radio atau jaringan fiber optic, VLC bisa dibangun hanya dengan membangun transmisi antara bola-bola lampu yang sudah pasti banyak terpasang di mana-mana.
Waduh, gimana tuh caranya?Â
ADVERTISEMENTS
Dengan peralatan tertentu, gelombang atau sinyal cahaya nantinya bisa digunakan untuk membawa informasi. Asalkan gawai elektronikmu terpapar sorotan cahaya lampu pintar, bakal langsung bisa nyambung ke internet
Cara kerja Li-Fi nggak jauh beda dengan Wi-Fi, hanya saja Li-Fi menggunakan cahaya sebagai media transfer data. Dua sumber cahaya saling mendeteksi melalui sensor cahaya yang terletak di ujung perangkat Li-Fi. Nantinya, perangkat lain akan mendeteksi dan mengartikan sebagai biner 1 ketika cahaya lampu LED menyala. Saat ini semua cahaya dapat dideteksi Li-Fi selain warna merah dan hijau.
Dalam proses pengiriman data Li-Fi sangat mengandalkan cahaya sebagai media jaringan. Maka dari itu, penemunya, Prof. Hass justru meyakini Li-Fi akan dengan mudah diadopsi dan digunakan karena tidak perlu membangun banyak infrastruktur baru.
Minimnya cahaya akan mengganggu kinerja jaringan yang mana kecepatan pengiriman data akan lebih lambat.
ADVERTISEMENTS
Selain minim infrastruktur, hebatnya Li-Fi juga digadang-gadang bisa memilik kecepatan data berkali-kali lipat dari Wi-Fi. Itu karena spektrum cahaya jauh lebih besar daripada spektrum frekuensi radio
Teknologi ini diprediksi mampu mentransfer data dengan kecepatan hingga 100 Gbps, lho. Dilansir dari Liputan 6, pada tahun 2015 yang lalu, pemerintah Cina pernah melakukan uji coba Li-Fi untuk mengunduh film. Hasilnya sangat mencengangkan, unduhan tersebut selesai hanya memakan waktu 0,3 detik saja, guys. Jauh lebih cepat dari kecepatan Wi-Fi 4G atau mungkin 5G yang dikembangkan saat ini.
Kecepatan tersebut didapat dari besarnya spektrum gelombang elektromagnetik cahaya sendiri. Apalagi jika dibandingkan dengan spektrum frekuensi radio yang jadi platform Wi-Fi. Spektrum cahaya itu 10.000 kali lebih besar daripada frekuensi radio! Disamping spektrumnya yang jauh lebih besar, sorotan cahaya itu semikonduktor dengan sifat dan ciri yang dapat beralih on dan off hanya dalam beberapa nanodetik. Nah jika dikonversikan dalam kecepatan data, itu bakal setara dengan 1 Gbits per detik!
ADVERTISEMENTS
Meski baru dalam tahap pengembangan awal, inovasi ini langsung menggebrak dunia. Keren aja tahu bahwa ternyata ada alternatif lain selain Wi-Fi
Selain mengurangi polusi elektromagnetik yang dihasilkan oleh gelombang radio, tentunya kecepatan berselancar di dunia maya dengan Li-Fi merupakan alternatif baru yang pantas dicoba. Akses ber-internet-ria makin dipermudah bahkan di wilayah terpencil sekalipun yang tidak bisa dijangkau oleh kabel optik. Walaupun demikian, banyak kalangan yang skeptis dan pesimis terhadap potensi Li-Fi sebagai jaringan internet nirkabel di masa depan. Apalagi untuk menggantikan Wi-Fi.
Karena sangat bergantung pada sorotan cahaya, para kritiknya mengkhawatirkan konektivitas Li-Fi yang berarti akan langsung terputus begitu terkena objek yang tidak tembus cahaya. Padahal banyak objek yang tidak tembus cahaya, seperti tembok, pilar, lemari, dan lain sebagainya. Li-Fi juga tidak bisa digunakan di luar ruangan karena terkena sinar matahari langsung. Tetapi penemunya sendiri, Prof. Hass, sebenarnya juga menyatakan bahwa Li-Fi tidak bisa dan tidak seharusnya dipandang sebagai pengganti Wi-Fi. Hanya pelengkap atau alternatif saja ketika jaringan Wi-Fi sudah semakin penuh sesak.
Yah lumayan lah ya ada alternatif, semoga kita juga bisa cepat mencoba internetan lewat Li-Fi ini ya guys…