Trigger warning: Artikel ini mengandung materi tentang kekerasan dan pembunuhan
Belum lama ini publik dihebohkan dengan pemberitaan soal penyerangan di gerbong kereta saat malam perayaan Halloween. Peristiwa yang terjadi di Tokyo, Jepang, pada 31 Oktober 2021 tersebut mengejutkan banyak pihak.
Menurut laporan Reuters, seorang pria berusia 70 tahun berada dalam kondisi serius dengan luka tusuk di tubuh karena kejadian ini. Dilaporkan bahwa 16 korban lainnya mendapat perawatan ringan, sebagian besar karena menghirup asap dari kebakaran yang juga terjadi di dalam gerbong.
Pria berusia 24 tahun bernama Kyoto Hattori tak lama ditetapkan sebagai tersangka. Dalam video yang beredar, saat menjalankan aksinya, ia berdandan layaknya tokoh Joker dari komik Batman. Tujuannya memang sengaja ‘ingin membunuh banyak orang’ supaya ia dihukum mati, bahkan hal ini sudah direncakanan selama berbulan-bulan.
Hal ini kemudian menjadi sorotan. Publik bertanya-tanya, mengapa peristiwa seperti ini kerap terjadi di Jepang yang dinilai punya tingkat keamanan yang tinggi? Ternyata salah satu penyebabnya adalah gaya hidup hikikomori. Apa itu? Lalu, kira-kira apakah ada upaya yang dilakukan pemerintah Jepang yang selama ini dinilai gesit menanggapi suatu kasus?
Untuk menjawabnya, yuk langsung simak penjelasan berikut!
ADVERTISEMENTS
Ternyata ini bukan kali pertama adanya laporan penyerangan tunggal kepada publik di Negeri Sakura
Peristiwa yang terjadi pada perayaan Halloween itu membawa keresahan bagi banyak pihak. Masih menurut Reuters, Hattori dikatakan membeli pisau yang digunakan dari internet, ia juga membawa sekitar 4 liter cairan pemantik dalam botol plastik ketika menuju ke Tokyo.
Kepada penyidik, ia mengungkap bahwa dirinya memiliki masalah dengan pekerjaan dan teman-teman. Ia diperkirakan telah mulai merencanakan serangan pada awal Juni. Saat itu, ia berhenti dari pekerjaan di kota barat daya Fukuoka dan mulai pindah ke timur, lalu tinggal beberapa waktu di kota-kota besar sampai mencapai Tokyo pada September 2021. Yang nggak habis pikir, Hattori mengatakan bahwa tujuannya hanya ingin membunuh banyak orang dan membuat dirinya mendapat hukuman mati.
Kejadian seperti ini ternyata bukan kali pertama. Sebelumnya sempat dilaporkan terjadi penikaman 17 siswa dan dua orang dewasa di halte bus dekat Tokyo pada 2019. Pada Juli 2016, seorang pria berusia 26 tahun bernama Satoshi Uematsu memasuki pusat perawatan penyandang disabilitas di Sagamihara, selatan Tokyo. Membawa pisau dan benda tajam untuk menyerang pasien, ia menyebabkan 19 orang tewas dengan rentang usia 18-70 tahun.
Enam tahun sebelumnya, Yuta Saito, pria berusia 27 tahun menaiki bus yang penuh sesak di stasiun Toride, Ibaraki, Tokyo dan mulai menikam penumpang. Dia melanjutkan serangan terhadap bus kedua yang menyebabkan 14 orang terluka dalam kejadian.
ADVERTISEMENTS
Dibandingkan kejahatan senjata api, Jepang justru sering dilaporkan atas penikaman di ruang publik
Penikaman secara tunggal di negara ini kerap dilaporkan dibanding dengan penggunaan senjata api. Melansir dari BBC, untuk membeli senapan di Jepang, mereka memang harus memiliki kesabaran dan kemauan yang kuat. Pun, mereka harus mengikuti kursus perihal senjata api di dalam kelas sepanjang hari, mengambil ujian tertulis, dan lulus tes menembak dengan nilai minimal 95 persen.
Selanjutnya, polisi akan memeriksa kerabat sampai rekan kerja. Mereka mempunyai wewenang menolak izin kepemilikan senjata. Namun, itu pun belum semuanya. Pistol jelas dilarang, hanya senapan angin yang diperbolehkan. Hukum di negara itu juga membatasi jumlah toko senjata. Setidaknya hanya ada 40 toko yang menyediakan, alhasil diperkirakan di setiap prefecture (semacam wilayah setingkat polisi) keberadaannya nggak lebih dari tiga toko.
“Sejak sebuah senjata dibawa memasuki negara itu, maka yang berlaku adalah aturan hukum perundang-undangan yang ketat,” tutur Overton, pimpinan Action Violence dan penulis buku Gun Baby Gun.
Menariknya, polisi di sana jarang menggunakan senjata api dan lebih menekankan pada seni bela diri. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan berlatih kendo, semacam bela diri berkelahi dengan pedang yang terbuat dari bambu, ketimbang bagaimana menggunakan senjata api. Hal inilah yang kemungkinan menjadi faktor penusukan dengan pisau menjadi marak digunakan penjahat.
ADVERTISEMENTS
Beragam alasan seseorang bisa melakukan tindakan keji, gaya hidup hikikomori sering disebut sebagai salah satu pemicunya
ADVERTISEMENTS
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!