Capek nggak sih kalian dengar kabar soal siswa yang terlibat tawuran bahkan sampai ada yang meregang nyawa? Atau siswa yang melakukan perundungan pada temannya hingga menyebabkan korban depresi atau parahnya sampai bunuh diri? Ya, kejadian-kejadian macam itu memang sering banget kita jumpai belakangan ini. Mirisnya kenapa anak seusia mereka kok sampai kepikiran aja berbuat hal-hal tak terpuji seperti itu. Kalau sudah begini, siapa yang patut dipersalahkan? Orang tua? Guru? Atau malah teman-temannya?
Permasalahan seperti di atas tentu akan bertambah buruk kalau dibiarkan. Bisa-bisa moral generasi penerus bangsa ini bakal terus terkikis. Syukurnya pemerintah sudah menyadari bahwa pelajar Indonesia kini darurat pendidikan karakter, khususnya di sekolah tempat mereka menimba ilmu. Berbagai solusi juga sudah dipikirkan. Bahkan kabarnya tahun depan rapor anak sekolah bakal ada 2 lho, yakni rapot akademik dan pengembangan diri. Simak selengkapnya deh bareng Hipwee News & Feature kali ini!
Imbauan ini disampaikan langsung oleh Mendikbud lho. Harapannya sih supaya lebih mudah mengontrol perilaku anak
Muhadjir Effendy, seperti dilansir The Jakarta Post, telah mewajibkan setiap sekolah mengadopsi aturan yang sudah banyak diterapkan dalam kurikulum internasional dan akan mulai diterapkan tahun depan. Nantinya rapor anak sekolah akan terdiri dari 2 jenis, rapor akademik dan rapor khusus perkembangan karakter tiap anak. Dengan adanya rapor baru itu baik guru atau orang tua bisa mengevaluasi karakter, minat, atau bakat si anak. Imbauan itu berdasarkan Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 yang memang mengatur soal Penguatan Pendidikan Karakter di Indonesia. PP itu sendiri sebelumnya sudah disetujui Jokowi dan berbagai lembaga maupun ormas, seperti PBNU, MUI, Muhammadiyah, dan Dewan Dakwa Islam Indonesia.
Sebelum PP itu disetujui Jokowi, dirinya memang telah mengusulkan kalau siswa sebaiknya juga diberi PR kegiatan sosial
Sistem pendidikan di Indonesia selama ini memang hanya menekankan pada materi-materi yang sifatnya akademik. Lihat saja kurikulum di sekolahmu sendiri. Setiap hari siswa hanya dijejali pelajaran-pelajaran umum seperti Matematika, Bahasa Inggris, atau IPA. Bahkan kelulusan mereka hanya diukur dari kemampuan akademiknya. Melihat banyak kasus kriminal yang melibatkan pelajar, bulan Juli lalu Jokowi sampai mengusulkan penambahan PR siswa dengan kegiatan sosial untuk menumbuhkan tenggang rasa dan memupuk kerukunan di masyarakat. Kegiatannya bisa beragam, contohnya menjenguk tetangga atau teman yang sakit, memberi makan rakyat miskin, atau kerja bakti bersama.
Pun sudah benar-benar diterapkan, apakah itu semua sudah cukup untuk mengatasi masalah moral bangsa ini?
Permasalahan terkait moral ini jelas bukan masalah yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari. Pembentukan karakter seorang anak sudah terjadi bahkan sebelum ia duduk di bangku sekolah. Bukan mau pesimis sih, tapi kalau semua usulan di atas nggak dibarengi dengan dukungan orang tua atau keluarga, kok rasanya nggak akan berdampak banyak. Biar gimanapun, lingkungan terdekat dalam hal ini keluarga, juga akan memengaruhi bagaimana seorang anak bersikap. Anak yang dilahirkan di tengah keluarga dengan kultur keras, suka main pukul, dan egois, tentu akan menjadikan anak tersebut bersikap serupa. Begitupun sebaliknya. Ya meskipun nggak semua begitu, tapi secara teori, sikap dan pemikiran si anak sedikit banyak jelas akan terpengaruh.
Intinya sih, sengotot-ngototnya pemerintah berinovasi, tetap saja percuma kalau nggak ada dukungan dari lingkungan terdekat. Dan lagi meski sudah dibuat rapor khusus untuk mengontrol perilaku anak, kemungkinan-kemungkinan untuk dimanipulasi tetap akan ada. Berdoa saja deh semoga keputusan pemerintah itu bakal bisa mengurangi tindakan anak di luar batas wajar.