Artikel ini dipersembahkan untukmu oleh Search For Common Ground Indonesia, organisasi non-profit di bidang bina damai dan transformasi konflik.
“Ih, sekarang males deh main Facebook. Isinya kalau bukan orang jualan, hoax, ya diskusi politik yang ujung-ujungnya SARA…”
*Ngomong sendiri setelah scrolling timeline Facebook seharian*
Dalam banyak hal, media sosial memang mirip-mirip sama hutan belantara. Hampir gak ada peraturan kaku yang berlaku di sana. Dampaknya, kita jadi bisa ngelakuin hampir apapun sesuka kita.
Dan dari kelakuan yang positif sampai yang “minus-minus”, semuanya ada.
Kelakuan yang minus-minus ini nih yang bikin media sosial seperti Facebook, Path, dan Twitter jadi nggak seasyik dulu. Medsos yang seharusnya seru, jadi bikin bete kamu.
Kelakuan minus apa aja sih lebih jelasnya?
Cek di bawah yuk — jangan sampai deh kita hobi ngelakuin ini juga! *mengepalkan jari, siap-siap introspeksi*
1. Udah jelas judul artikelnya nggak masuk akal. Yah, kok malah disebar…
Medsos kayak Facebook memang tempat yang asyik buat update berita. Bahkan mungkin, Facebook dan teman-temannya udah jadi sumber update informasi yang utama.
Tapi bete nggak sih kalau timeline media sosialmu jadi penuh berita dari media abal-abal? Dari judulnya aja udah nggak masuk akal, eh malah disebar. Misalnya aja berita tentang Kedubes AS yang melarang warganya beraktivitas di kawasan Sarinah Jakarta sebelum serangan teror Januari lalu terjadi. Kesannya Amerika sudah tahu soal serangan teror ini, padahal berita itu hoax.
Bahkan banyak juga berita sudah bisa dibilang menyebar kebencian. Hal sekecil apapun dari orang, suku, atau agama tertentu akan dipelintir jadi negatif supaya masyarakat bertambah benci. Misalnya berita semacam ini:
“Menurut Tetangga: Sehari-hari, Jemaat ABCD Jarang Mandi”
Kadang saking absurdnya judul berita macam ini, kamu jadi bertanya-tanya dalam hati:
“Emangnya penting ya ini diberitain? Medianya kurang bahan atau gimana sih? Ya iyalah jarang mandi, mereka ‘kan pengungsi.
Udah gak punya rumah sama tempat ibadah gitu, malah diberitain yang jelek dan gak penting lagi…”
2. Debat media sosial juga sering bikin bete. Banyak yang bukan tukar pendapat — tapi asal ribut dan rame
“Wah, gila nih! Argumennya jenius banget. Gue ngaku gue salah.”
*hal yang tidak pernah terjadi dalam debat media sosial manapun*
Debat panas di media sosial bukanlah pertukaran wawasan atau sudut pandang. Lebih seringnya, mereka adalah sarana untuk saling cekcok, nyinyir, dan menjatuhkan. Ada juga sih teman yang maksudnya baik dan ingin meng-counter kebencian dalam debat. Tapi gak jarang, mereka membalas argumen kebencian itu dengan kekesalan dan kenyinyiran tingkat tinggi.
Jadi sama aja, deh.
Punya teman yang sering twitwar atau debat panjang? Hehehe… coba telepon dia sekarang deh. Kalau dia tanya kenapa kamu nelpon, bilang aja:
“Gue capek liat lo debat mulu. Pingin cium ubun-ubun lo sampe dingin, sampe adem~~”
3. Bicarain temen di belakang, padahal kalau di depan saling panggil sayang 😉
Persahabatan manusia memang ajaib. Kamu pun sering heran sama manusia yang di depan saling panggil “Sayang”, tapi di media sosial saling tusuk di belakang.
Gak cuma ngebicarain kejelekan aja, nyinyirnya juga bisa sampai bentuk tubuh, kebiasaan orang yang dinyinyirin, bahkan juga suku dan agamanya.
“Orang [suku X] bukannya biasanya agamanya kuat ya? Ih, kok dia malah suka clubbing gitu sih. Gak malu sama orangtuanya?”
Wah, malah nyinyirin temannya sendiri dengan stereotip suku plus agama. Padahal, apa hubungannya kelakuan satu orang sama kebiasaan seluruh suku atau penganut agama tertentu? Duh, nggak ngerti lagi :'(
4. Ngomporin orang satu timeline dengan “fakta” ekonomi, politik atau agama. Dan ini berujung konflik tanpa makna
Apapun yang mampu membuat kita mengingat-Nya — apalagi agama — harusnya bisa bikin damai hati dan lapang dada. Tapi, ada aja orang di media sosial yang menggunakan dalil agama untuk memperkeruh keadaan dan bikin teman-temannya bertengkar.
Nggak cuma agama, politik juga sering jadi bahan buat ngomporin timeline dan orang-orang di dalamnya. Berita jadi alat untuk menjatuhkan dan menyerang.
Yang parah adalah kalau orang lupa mengecek kembali benar-enggaknya berita atau tepat-enggaknya penggunaan dalil agama.
Gak jarang, medsos udah heboh duluan, gara-gara “fakta” yang bukan fakta dan dalil yang digunakan tak pada tempatnya.
5. Banyak juga yang nge-share meme cacat logika. Lucu enggak, bikin sebel iya
Namanya medsos, ya pasti banyak meme di mana-mana. Kamu pun nggak takut ketawa kok, kalau ada meme lucu ya kamu ketawa juga.
Tapi sesungguhnya, nggak semua meme diciptakan sama…
Ada juga meme yang bukannya lucu, justru menghina. Misalnya meme yang nyamain cewek sama permen, meme yang ngetawain banci, sampai yang menyakiti kaum yang posisinya sudah lemah di masyarakat kita. Duh, udah mereka posisinya lemah, malah dijadiin obyek ketawa. Lelah Kak~
6. Daripada bikin panas, jaga kelakuan yuk supaya pantas. Mulai sekarang, hindari hal yang “minus-minus” di media sosial!
Iya sih, kita bisa melakukan apa aja di timeline media sosial kita. Toh, yang lihat juga teman dan keluarga sendiri. Tapi nggak mau dong gara-gara kamu, mereka yang kamu sayangi jadi SARA, gampang terprovokasi, dan penuh prasangka?
Yup, sering membaca ucapan kebencian atau hoax di media sosial terbukti bisa membuatmu jadi pribadi yang penuh curiga. Kamu jadi tak mudah percaya pada orang lain, terutama jika mereka berbeda. Demikian hasil penelitian di tahun 2010 dan 2011 dari Universitas Roma.
Menurut Profesor Michael A. Stefanone dari University of Buffalo Amerika, penyalahgunaan media sosial juga
bisa mendorong seseorang melakukan tindak kekerasan. Duh, serem ya?
Tapi di balik ribuan hoax, fitnah, debat antar agama, politik, dan SARA, masih ada harapan kok untuk bikin media sosial kawasan yang sehat dan positif buat kita semua. Kalau Facebook cs. jadi tempat yang damai dan bikin ceria, yang paling untung ya kita-kita juga, bukan?
Lebih baik upload foto liburan daripada debat sampai kepanasan
Lebih baik upload foto resepsi nikah daripada sebar hoax dan fitnah
Yuk, stop kelakuan-kelakuan minus yang bikin lelah!
PS: punya komentar tentang tulisan ini? Punya pengalaman pribadi yang nggak enak tentang fitnah dan hoax di media sosial?
Silakan share di kolom komentar, supaya Hipwee dan teman-teman lain di sini bisa sama-sama belajar 🙂