Akun Twitter Mahfud MD (@mohmahfudmd), seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2008 sampai 2013 ini, belakangan menarik perhatian warganet. Dalam sebuah tweet, beliau menjelaskan tentang perbedaan black campaign (kampanye hitam) dengan negative campaign (kampanye negatif). Mungkin karena selama ini mengira kedua istilah ini sama aja, makanya banyak orang terkejut dengan penjelasan Mahfud MD di bawah ini…
Black campaign adl kampanye yg penuh fitnah dan kebohongan ttg lawan politik. Negative campaign adl kampanye yg mengemukakan sisi negatif/kelemahan faktual ttg lawan politik. Negative campaign tdk dilarang dan tdk dihukum krn memang berdasar fakta. Yg bs dihukum adl back campaign
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) October 14, 2018
Penyataan Mahfud MD ini nggak lepas dari masa kampanye calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang sudah dimulai. Selama ini, banyak berita dan kabar yang beredar tentang masing-masing calon, kabar yang baik ataupun buruk. Nggak jarang berita tersebut sifatnya hoaks dan memaksakan. Ada yang bisa masuk dalam golongan kampanye negatif dan parahnya sih ada yang tergolong dalam kampanye hitam. Yuk kita kenali lebih dalam tentang kampanye negatif dan hitam bersama Hipwee News & Feature~
ADVERTISEMENTS
Menurut Mahfud MD, kampanye negatif nggak dilarang dan nggak bisa dihukum karena berdasarkan fakta. Yang bisa dihukum adalah kampanye hitam
Menurut Mahfud MD, ada perbedaan mengenai kampanye hitam dan negatif. Kampanye hitam adalah fitnah sedangkan kampanye negatif mengungkap sisi negatif lawan sesuai fakta. Yang bisa mendapat hukuman pidana adalah kampanye hitam karena mengandung unsur fitnah. Dikatakan dalam tweet-nya, Mahfud MD menyarankan agar kampanye dilakukan dengan adu program, nggak perlu adanya kampanye hitam ataupun negatif.
ADVERTISEMENTS
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agung Suprio, setuju bahwa yang membuat kampanye negatif beda dari kampanye hitam terletak pada faktanya
Seperti halnya Mahfud MD, Agung Suprio, seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia, setuju bahwa kampanye hitam nggak punya dasar fakta yang kuat. Kampanye hitam lebih mirip menuduh dan fitnah karena nggak ada dasar kebenarannya. Efeknya, kampanye hitam bisa merusak demokrasi yang dijunjung tinggi dalam pemilihan umum. Kampanye hitam memang harus dihindari, tetapi kampanye negatif, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, justru harus dipelihara dalam budaya politik.
ADVERTISEMENTS
Undang-undang pun nggak setuju dengan kampanye hitam. Menurut UU, kampanye hitam dilakukan dengan menghasut, memfitnah, dan mengadu domba
Untuk mengantisipasi kampanye hitam, maka negara sudah mengaturnya melalui undang-undang. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, ditegaskan bahwa tindakan yang termasuk dalam kampanye hitam adalah menghasut, memfitnah, dan mengadu domba. Meski pada Undang-undang Pilpres dan Pemilu Legistatif nggak disebut sebagai kampanye hitam, tapi aturan tersebut juga melarang tindakan kampanye yang menghasut, memfitnah, dan mengadu domba.
ADVERTISEMENTS
Tapi, menurut AKBP Teddy Fanani, Kasubdit II Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus, kampanye hitam harus memenuhi dua syarat pokok
Nggak bisa sembarangan kalau mau menghukum pidana pelaku kampanye hitam. Menurut AKBP Teddy Fanani, pelaku harus memenuhi dua syarat yaitu dilakukan pada masa kampanye dan oleh akun resmi. Akun resmi yang dimaksud adalah media sosial calonnya, partai pengusung, aktor pemenangan calon, dan sebagainya. Jika akun yang melakukan bukan akun resmi, maka bisa dijerat dengan undang-undang lain.
Sekarang sih saatnya kita sama-sama mengawasi masa kampanye pemilu. Jangan mudah terpengaruh juga dengan kampanye hitam yang tersebar di media sosial. Biasakan untuk mengecek berita sebelum memercayai dan menyebarkannya ya~