Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

Peneliti mengungkap tentang motif penguntit.

Di era digital seperti sekarang, masyarakat lebih gampang mendapat informasi. Tinggal klik-klik lewat ponsel, berbagai hal yang sedang terjadi atau kamu pengen tahu bisa didapatkan secara gratis. Termasuk kepoin kegiatan personal setiap orang di dunia maya. Mulai dari yang kamu pernah kenal secara pribadi kayak mantan atau tokoh dunia di benua lain. Tapi, kalau dipikir-pikir seram nggak sih?

Sudah banyak kejahatan terjadi karena perkembangan teknologi. Stalkers atau biasa kita kenal dengan “penguntit” bisa dengan mudah kepoin siapapun yang akan dijadikan “korban”. Semisal para mantan yang nggak terima diputusin, lalu keesokannya asik kepoin kegiatanmu sampai beneran ikutin kamu ke mana-mana. Nggak jarang juga para penguntit – baik itu mantan atau orang asing – sampai lakukan kejahatan seperti ancaman, teror, atau melukai fisik sekalipun. Semua itu terjadi salah satu akibat kemajuan dunia digital yang disalahgunakan.

Berbagai kejahatan yang dilakukan penguntit ini membuat para peneliti dunia coba mempelajari. Seperti apa motif stalkers dalam melakukan aksi? Simak dalam ulasan berikut ini.

Perkembangan teknologi memudahkan para penguntit melakukan aksi yang didukung dengan keberadaan internet. Inilah yang membuat cyberstalking semakin meningkat

Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

Dunia maya memudahkan stalking via www.pexels.com

Dalam sebuah studi pada 1998 di Amerika Serikat, Departeman Kehakiman mengungkapkan kalau sekitar 1 juta wanita dan 400.000 pria diganggu penguntit. Para penguntit ini mengejar tanpa henti yang disertai pelecehan, teror, hingga pembunuhan. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa 1 dari 20 wanita di Amerika Serikat akan dikuntit di beberapa titik dalam kehidupan mereka.

Kemampuan penguntit ini tidak lain karena perkembangan teknologi. Mereka semakin mudah menemukan dan melakukan aksi berkat bantuan dunia maya yang biasa disebut “cyberstalking”. Pertumbuhan cyberstalking telah mendorong hukum yang lebih kuat dan penegakan yang lebih ketat dari undang-undang yang ada. Hal ini bertujuan agar para korban lebih terlindungi, sekalipun tidak ada langsung ancaman terhadap keamanan fisik mereka.

Stalkers yang sampai mengancam, meneror, dan melukai fisik dapat meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Nggak heran kalau ada yang sampai ingin bunuh diri supaya tidak mengalami teror lagi

Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

membekas dalam pikiran korban via www.pexels.com

Ulah para penguntit cukup banyak dan menyita pikiran korban. Menurut penelitian seperti yang dilansir dari The New York Times , mayoritas dari mereka mengancam korban dengan kekerasan atau mengatakan mereka akan merusak properti atau melukai hewan peliharaan. Meski begitu, ancaman yang terjadi berulang kali itu berdampak pada tekanan emosional yang akut dan dapat secara serius mengganggu kehidupan sehari-hari korban. Nggak jarang banyak korban yang sampai pindah kerja, mengubah identitas atau penampilan.

Seorang profesor psikiatri di Monash University, Dr. Paul E. Mullen, mengatakan bahwa 70 persen korban menderita gangguan stres pasca-trauma. Gangguan stres itu berupa kecemasan kronis, depresi dan gangguan tidur. Menurut Mullen, hampir satu dari empat korban telah mempertimbangkan untuk bunuh diri.

Sayangnya, banyak korban yang nggak melaporkan masalah tersebut ke polisi. Atau sekalipun ada, polisi tidak menindaklanjut, kecuali kalau korban terluka atau diancam dengan senjata

Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

Banyak yang nggak melaporkan via www.pexels.com

Walau psikis sampai terganggu, nggak banyak korban yang melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Ketika ada yang melapor, polisi pun belum tentu akan melakukan tindak lanjut laporannya. Menurut penelitian, polisi akan bertindak saat korban terluka secara fisik atau diancam dengan senjata.

Seorang spesialis dalam peradilan pidana di California State University di Bakersfield, Dr Doris M. Hall, mengatakan kalau biasanya seorang pria mencari perlindungan polisi dari seorang wanita yang menguntitnya, pihak berwenang nggak bakal menganggapnya serius. Dalam studinya tentang 16 pria yang menguntit korban, 56 persen dikuntit oleh wanita, sedangkan 44 persen dikuntit oleh pria lain. Hall juga mengatakan bahwa ketika seorang wanita menguntit setelah putus dengan seorang pria, dia akan sering menguntit pacar baru pria itu.

Lalu, siapa saja yang suka menjadi penguntit?

Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

Bisa mantan pacar atau mantan karyawan via unsplash.com

Para penguntit ini memiliki hubungan dengan korban yang beragam. Tapi biasanya merupakan seseorang yang memiliki hubungan personal seperti mantan pacar atau suami/istri, karyawan atau rekan bisnis yang nggak puas, dan tetangga yang memiliki dendam. Sedangkan penguntit yang berasal dari orang asing biasanya yang memang berniat jahat (mencuri/jambret yang sebelumnya stalking kehidupan sehari-hari korban) atau kenalan yang cuma pengen kepo doang (tapi membuat korban lama-lama risih). Salah satu contoh yaitu sepasang pensiunan dilaporkan pernah dikuntit oleh seorang kenalan bisnis yang memiliki ketidaksetujuan dengan mereka.

Para penguntit biasanya punya latar belakang penyakit kejiwaan. Inilah yang membuat mereka makin gemar menguntit

Ini Kata Peneliti Soal Penguntit. Bisa Aja Selama Ini Kamu Diikuti Sama Mantan yang Nggak Terima

punya masalah kejiwaan via www.pexels.com

Menurut seorang psikiater University of California di San Diego, Dr. Meloy, mengatakan kalau penguntit cenderung memiliki penyakit mental dan gangguan kepribadian. Mulai dari depresi, skizofrenia, atau narsisme, dan gangguan kepribadian berupa ketergantungan yang ekstrem. Dalam penelitian yang dilakukan Dr. Kienlen, sebagian besar penguntit yang diwawancarai Kienlen memiliki gangguan kepribadian yang ekstrem seperti narsisme. Hal ini menurut Kienlen memberi penguntit rasa harga diri yang meningkat dan kebutuhan yang kuat untuk orang lain agar memuji dan mengidolakan mereka.

Gangguan kepribadian lain yang sering dihadapi penguntit adalah ketergantungan yang ekstrem – yang secara terus-menerus membutuhkan dukungan, perhatian dan persetujuan orang lain. Selain itu, ada juga gangguan kepribadian ambang yang memiliki suasana hati nggak stabil dan reaksi berlebihan terhadap penolakan dan pengabaian. Semisal rasa kehilangan yang sangat mengganggu mereka dan membawa pada perilaku menguntit.

Peristiwa menguntit ini nggak jarang terjadi sebagai cara penguntit untuk menyalahkan korban atas kehilangan dan mengintai karena marah. Dengan menguntit, ada kepuasaan tersendiri yang mereka rasakan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE