Putri Indonesia 1994 yang kini menjadi politisi, Venna Melinda, lebih banyak disorot akhir-akhir ini. Ibunda aktor muda Verrel Bramasta ini tengah disibukkan dengan aktivitasnya sebagai ibu baru dari Vania Athabina yang ia adopsi sejak November tahun lalu. Seperti yang kita tahu, bayi perempuan ini memiliki kisah tragis karena ditinggalkan begitu saja di toilet masjid dengan ari-ari masih menempel oleh orang tua kandungnya.
Proses yang dilalui Venna Melinda untuk mengadopsi Vania tidak gampang lho. Terlebih karena kasus Vania ini adalah kasus pidana, yaitu penelantaran anak. Selain itu, menurut Dinas Sosial Venna Melinda sebenarnya tidak memenuhi syarat karena sudah punya anak. Tapi berkat kegigihannya, akhirnya Venna diperbolehkan mengasuh Venia dalam pengawasan Dinas Sosial. Saat ini, Venna sedang berjuang lewat jalur hukum untuk menuntut hak asuh atas Vania. Supaya kelak masa depan Vania lebih tertata karena ada status legalnya.
Mungkin banyak orang Indonesia yang belum terlalu familiar dengan isu adopsi anak. Adanya tekanan sosial bahwa seorang perempuan harus melahirkan anak, membuat adopsi seringkali tak terpikirkan menjadi pilihan. Bahkan justru lebih populer budaya untuk mengadopsi anak sebagai ‘pancingan’, supaya pasangan yang kesulitan memiliki momongan bisa cepat punya anak kandung. Padahal apa yang dilakukan oleh Venna Melinda ini layak juga untuk kita teladani.
1. Banyak anak telantar di Indonesia. Mengadopsi bisa membantu negara dan menyelamatkan masa depan mereka
Banyak faktor mengapa penghuni Panti Sosial terus bertambah. Pertama, perekonomian penduduk yang sebagian masih rendah sehingga banyak keluarga yang tidak mampu memberi kehidupan yang layak kepada sang anak. Kedua, tabunya sex education membuat kaum muda kurang mengenali fungsi reproduksinya sendiri. Dihadapkan pada tanggung jawab atas perbuatan yang kebablasan, banyak anak muda yang memilih melarikan diri dan meninggalkan anaknya. Mengadopsi anak bisa membantu memberikan keluarga dan menyelamatkan anak-anak yang “tidak punya” orang tua ini.
2. Memang darah lebih kental dari air. Namun kasih sayang tak hanya ditentukan oleh keterikatan darah ataupun garis keturunan
Ada istilah yang begitu familiar di dunia bahwa “Darah lebih kental daripada air”. Kira-kira artinya, bagaimana pun juga keterikatan darah lebih baik daripada hubungan apapun. Karena itu juga, anak kandung selalu dinilai lebih baik daripada anak adopsi. Memang betul menghasilkan anak dari rahim sendiri adalah anugerah. Namun hubungan emosional tidak selalu dipengaruhi oleh darah atau keturunan. Buktinya banyak juga kasus anak kandung yang menggugat orang tua hanya karena uang dan warisan. Kasih sayang bisa timbul dengan berbagai cara, tak harus karena memiliki DNA atau golongan darah yang sama.
3. Adopsi ternyata nggak harus dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Kamu yang ingin punya anak tapi belum ingin menikah, juga bisa mengadopsi anak asal memenuhi syarat
Abad 21 dikuasai oleh generasi millennial yang katanya malas-malasan kalau disuruh menikah. Belum menikah ternyata bukanlah hambatan jika kamu tertarik mengadopsi seorang anak. Tentu saja kelengkapan keluarga lain perlu jadi pertimbangan, agar si anak yang diadopsi mendapatkan kasih sayang yang lengkap. Namun menjadi orang tua tunggal, tak selalu berarti tidak bisa memberikan kasih sayang sepenuhnya, bukan?
4. Lebih banyak orang yang memilih adopsi anak juga sebenarnya bisa menjadi solusi atas ledakan populasi. Terutama di Indonesia yang laju pertumbuhannya sangat tinggi
Seperti yang kita tahu, laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih sangat tinggi. Dilansir dari Tempo, tiap tahunnya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 3 juta jiwa. Sekadar untuk perbandingan, total penduduk Singapura saja hanya 5 juta jiwa lho. Padahal lahan atau infrastruktur Indonesia tidak bertambah, overpopulasi bisa jadi masalah yang sangat serius.
Apalagi masih banyak yang meyakini paham banyak anak banyak rezeki. Mau tidak mau hal ini sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga. Karena semakin banyak yang harus diberi makan, semakin besar pula tanggung jawab sebuah keluarga. Barangkali karena ini juga, akhirnya banyak anak yang kemudian telantar. Mengadopsi anak bisa menjadi satu solusi untuk memperkecil ledakan populasi penduduk, karena tidak harus menambah angka kelahiran.
5. Tak perlu khawatir soal status. Secara hukum anak yang diadopsi dan anak kandung prinsipnya bisa punya kedudukan yang sama
Seringkali hal ini yang dikhawatirkan, bagaimana kedudukan anak adopsi di mata hukum? Seperti yang sedang diupayakan Venna Melinda terhadap Vania, status seorang anak yang diadopsi bisa sama seperti anak kandung kok. Karena di mata hukum kelak yang bicara adalah dokumen dan data. Bila hak asuh dan akta sudah diperoleh, tentu status anak adopsi tak ada bedanya dengan anak yang dilahirkan sendiri.
Meskipun begitu, keterbukaan orang tua angkat lebih diperlukan daripada asal-usul yang disembunyikan. Dengan cara yang tepat, anak adopsi bisa mengerti asal usulnya sendiri tanpa harus mengalami krisis identitas seperti yang terjadi di televisi.
Meskipun begitu, mengadopsi anak memang banyak risikonya. Karena itu, untuk mengadopsi anak kita perlu berpikir masak-masak. Apakah sudah siap secara mental sebagai orang tua? Apakah secara finansial sudah berkecukupan sehingga anak yang diadopsi kelak tidak akan telantar lagi? Seperti yang dikatakan Venna Melinda, seorang anak tidak hanya butuh susu tapi juga kasih sayang. Menjadi orang tua, tentu bukan sekadar memberikan materi, tapi juga memberikan perhatian dan kasih sayang yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Ya ini sekadar untuk pertimbangan saja, siapa tahu ada yang tertarik.
Semoga persidangan Hak Asuh Venna Melinda dan Vania Athabina diberi kelancaran, ya.