Ada orang di dunia ini yang suka mengumpulkan benda atau barang tertentu untuk dikoleksi. Kita menyebutnya sebagai kolektor. Mereka ini biasanya punya ketertarikan pada benda-benda yang bernilai sejarah dan punya sisi unik, misalnya uang kuno, mobil tua, lukisan, atau prangko. Bahkan nggak sedikit yang sampai punya ruangan atau tempat khusus untuk menyimpan barang-barang koleksinya. Para kolektor biasanya tergabung di komunitas sesama pecinta benda unik, dari situ mereka sering mendapat info-info terkait hobinya itu.
Sedikit mirip dengan kolektor, para pengidap hoarding disorder juga punya hobi mengoleksi barang. Bedanya, barang yang dikoleksi nggak spesifik di jenis tertentu alias semuanya bisa dikumpulkan. Bahkan barang-barang yang udah nggak berguna, udah rusak, atau berjamur pun masih disimpan! Beberapa waktu lalu, ada seorang pengguna Twitter yang cerita kalau salah satu teman kosnya ada yang hobi menimbun barang sampai jadi tumpukan sampah. Sayangnya, thread di Twitter itu sudah dihapus. Tapi, hoarding disorder sendiri cukup menarik untuk dibahas. Soalnya sebagian dari kita mungkin nggak menyangka kalau orang dengan gangguan ini beneran nyata adanya. Kok bisa yaa?
ADVERTISEMENTS
Gangguan hoarding terjadi saat seseorang punya keinginan untuk menimbun barang-barang yang dimilikinya meski sudah rusak dan nggak dipakai lagi
Jika ada orang di sekitarmu yang hobi mengumpulkan barang sampai jadi tumpukan sampah dan memenuhi kamar atau rumahnya, bisa jadi ia masuk kategori hoarding disorder. Gangguan ini membuat penderitanya merasa sayang dan enggan membuang benda yang dimilikinya, meskipun benda itu sudah rusak dan nggak layak pakai. Mereka kerap menumpuk semua jenis benda, mulai dari makanan, pakaian, botol plastik, kardus, sampai alat elektronik seperti kipas angin atau rice cooker. Nggak jarang benda-benda yang disimpan itu sampai berjamur, rusak, dan bikin lingkungan tempat tinggalnya jadi nggak sehat. Mirisnya, mereka merasa fine-fine aja saat harus tidur dan beraktivitas di tengah tumpukan sampah itu!
ADVERTISEMENTS
Setidaknya, ada tiga alasan yang membuat orang memutuskan menyimpan barang-barangnya meski sudah nggak dipakai lagi
Seperti yang disebutkan dalam Psychology Today, ada tiga hubungan emosional antara pengidap hoarding dengan barang-barang yang mereka kumpulkan:
- Mereka menganggap barang-barang itu bisa jadi pengingat akan seseorang atau kenangan tertentu di masa lalu. Mereka akan merasa sayang jika benda itu harus dibuang.
- Mereka meyakini bahwa barang-barang yang dikumpulkan itu punya nilai atau cita rasa keindahan, sehingga sulit bagi mereka untuk mebuangnya.
- Mereka tidak ingin membuang barang dengan sia-sia dengan asumsi bahwa barang-barang itu bisa didaur ulang atau diperbaiki kembali.
Sayangnya, untuk yang nomor 3 seringkali mereka nggak punya waktu untuk mendaur ulang sedangkan barang-barang yang ditumpuk semakin bertambah. Padahal ruangan dalam kamar atau rumahnya makin sempit akibat barang-barang itu.
ADVERTISEMENTS
Pada 2013, gangguan hoarding ini ternyata dikategorikan sebagai gangguan mental serius oleh Asosiasi Psikiater Amerika
Asosiasi Psikiater Amerika, secara resmi memasukkan gangguan hoarding atau penimbunan kompulsif, ke dalam edisi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) sebagai gangguan mental serius. Pengidapnya harus mendapat treatment tertentu untuk bisa sembuh. Soalnya kebiasaan ini sangat merugikan, orang dengan gangguan hoarding bisa terserang penyakit dari timbunan sampah yang ada di sekitarnya. Gangguan ini juga bisa memperburuk hubungannya dengan orang lain. Kalau dia tinggal bersama keluarga atau temannya, kebiasaan menumpuk sampah ini bisa membuat orang-orang itu nggak betah.
ADVERTISEMENTS
Ada sejumlah faktor yang dipercaya bisa mendorong terjadinya hoarding disorder, beberapa di antaranya seperti adanya pengalaman traumatis, atau diturunkan dari keluarga yang juga seorang penimbun
Sebenarnya, sebab pasti perilaku hoarding ini belum diketahui secara pasti. Namun, kalau dilihat dari sejumlah kasus yang pernah terjadi, biasanya pengidap gangguan hoarding memiliki pengalaman traumatis di masa lalu, seperti ditinggal orang terkasih atau pernah mengalami musibah. Ada juga yang dipengaruhi oleh kebiasaan yang sama dari anggota keluarganya yang juga seorang penimbun, membuatnya dibesarkan di lingkungan yang berantakan. Selain itu sering dikaitkan juga dengan masa kecil yang suram atau keputusan untuk tidak menikah dan hidup sendiri. Menimbun barang seolah jadi satu-satunya cara bagi penderita untuk merasa aman dan nyaman.
Bagi kita yang melihat, kebiasaan hoarding ini tentu sangat mengganggu. Tapi banyak pengidapnya yang nggak sadar kalau itu termasuk kelainan dan perlu disembuhkan. Jadi kalau ada orang di sekitar kalian yang menunjukkan tanda-tanda seperti yang sudah dijelaskan di atas, nggak ada salahnya untuk mengingatkan mereka dan membantunya untuk sembuh <3