Ruang Belajar #MakinCakapDigital Siberkreasi X Hipwee, Upgrade Personal Branding: Belajar Bertutur Positif di Ruang Digital

Materi diberikan oleh content creator sekaligus communication trainer Anelies Praramadhani, B.Sc, M.A dan CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis

Hipwee sebagai media yang memproduksi konten-konten positif di ruang digital berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berserta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengadakan kegiatan Ruang Belajar #MakinCakapDigital sebagai jawaban atas tantangan literasi digital di Tanah Air.

Ruang Belajar #MakinCakapDigital membicarakan topik-topik terkait literasi digital yang bisa membantu anak-anak muda Indonesia mengembangkan diri dan bisa lebih cakap memanfaatkan teknologi digital secara positif.

Kegiatan Ruang Belajar #MakinCakapDigital yang digelar secara virtual pada Jum’at, 05 Mei 2023 mengangkat topik tentang “Upgrade Personal Branding: Belajar Bertutur Positif di Ruang Digital”. Pada kegiatan ini menghadirkan seorang content creator sekaligus communication trainer Anelies Praramadhani, B.Sc, M.A dan CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis untuk membahas soal bertutur positif yang tidak menyakiti hati orang lain di ruang digital.

ADVERTISEMENTS

ADVERTISEMENTS

Sebagai content creator, kita dapat memilih dikenal sebagai apa dan diingat karena apa

Ruang Belajar Siberkreasi

CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis menjelaskan ruang digital bagi content creator | dok. Tangkapan layar/Zoom

Nendra Primonik Rengganis selaku CEO Hipwee memberikan sambutan pada kegiatan Ruang Belajar #MakinCakapDigital dengan membahas bahwa kekuatan Hipwee salah satunya berada di community creator. Komunitas di Hipwee ini juga turut serta berkarya untuk menghasilkan konten-konten yang positif dan relatable dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam berkarya kita memiliki pilihan untuk dikenal, kita ingin dikenal sebagai apa dan diingat karena apa. Jika ingin mencari traffic dan popularitas semata, kita memiliki banyak cara untuk menggapainya. Ada cara seperti membuat konten yang kontroversial, tidak positif bahkan seperti mandi lumpur sekalipun bisa dilakukan. Namun, pada kegiatan ini Nendra mengatakan tujuan dari mengundang Anelies sebagai narasumber adalah karena Ia merupakan seorang content creator yang konsisten, positif dan bisa membuat konten yang relate dengan orang-orang di ruang digital ini.

Konten-konten yang dibagikan oleh Anelies adalah konten yang diperlukan oleh anak muda Indonesia. Hal ini sejalan dengan misi dari Hipwee yaitu jembatan kebaikan bagi anak muda Indonesia. Nendra berharap dengan dilaksanakannya kegiatan ini dapat membantu anak muda Indonesia untuk berkembang di ruang digital. Membangun sebuah konten itu tidak melulu untuk mencari ramai saja, namun juga harus positif dan bermanfaat.

ADVERTISEMENTS

Personal branding dan bertutur positif di media sosial

Ruang Belajar Siberkreasi

Content Creator Anelies Praramadhani, B.Sc, M.A. | dok. Tangkapan layar/Zoom

Para peserta Ruang Belajar #MakinCakapDigital pertama diajak untuk berdiskusi tentang personal branding di media sosial oleh seorang content creator yaitu Anelies Praramadhani, B.Sc, M.A. Anelies berbicara bahwa dalam membuat karya, Ia ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan topik yang dibawakan oleh Anelies bahwa kita harus menemukan persepsi diri ingin dikenal sebagai orang yang seperti apa.

Anelies mengungkapkan bahwa personal branding merupakan bagaimana publik melihat kita, sama atau berbeda dengan persepsi diri yang kita bangun. Apabila persepsi publik sudah sesuai dengan persepsi diri kita maka personal branding telah berhasil dibangun dengan baik.

Bisa jadi aku menganggap diriku ini adalah orang yang smart, dermawan dan suka menolong. Tapi ternyata persepsi publik tidak demikian. Berarti personal branding-nya tidak cocok dan harus ditata ulang. Jadi sebenarnya personal branding itu sebuah persepsi orang di luar terkait diri kita.

Cara atau tools untuk memperkuat personal branding menurut Anelies adalah menggunakan teori  “12 Brand Archetype dari Carl Jung seorang psikolog asal Swiss. Kita bisa memilih 2 tipe dari teori tersebut yaitu yang utama dan minor. Hal ini memudahkan Anelies dalam membagikan sebuah konten di media sosial. Ia menghimbau kepada para peserta untuk menentukan brand archetype yang cocok dengan diri mereka masing-masing.

Ruang Belajar Siberkreasi

Tools untuk personal branding | dok. Tangkapan layar/Zoom

Anelies menjelaskan 12 brand archetype milik Carl Jung satu persatu untuk memberikan ilmu baru kepada peserta Ruang Belajar #MakinCakapDigital X Hipwee ini. Dimulai dari The Outlaw yang memiliki karakter rebel, suka kebebasan namun tetap kreatif. Kemudian ada The Magician si mengandalkan kekuatan, The Mastery si percaya akan ada jalan apabila ada kemauan, The Lover si sensual, The Jester si seru, The Everyman si ramah, The Caregiver si perhatian, The ruler si perintah, The Creator si inovasi, The Innocent si simple, The Sage si memahami dan The Explorer si petualang yang suka hal baru.

Dari 12 brand archetype ini SoHip bisa menentukan mana yang cocok dengan diri kamu. Kalau sudah tahu tentang persepsi diri kita maka harus disesuaikan dengan brand archetype, gimana sih brand voice yang cocok untuk kita. Jadi kita nggak akan kehilangan arah.

Ketika membuat konten, Anelies menggunakan rumus 3×3 dari Vanessa Lau yaitu 3 values and 3 content pillars. Nilai yang dipakai Anelies dalam membuat konten antara lain high value, positive vibes dan reliable.

Ruang Belajar Siberkreasi

Nilai-nilai yang digunakan dalam membuat konten | dok. Tangkapan layar/Zoom

Konten yang dibuat bertujuan untuk memberikan manfaat kepada audiens agar lebih teredukasi. Tone konten milik Anelies ini memiliki vibes yang positif dan inspiratif. Warna-warna outfit yang Ia pakai juga yang cerah agar menggambarkan bahwa karakter yang Ia miliki adalah cheerful.  Kemudian Ia merupakan seseorang yang ingin dicari orang-orang untuk memberi bantuan terkait public speaking dan self development. Ketiga poin tersebut merupakan nilai yang Anelies terapkan untuk membangun personal branding di media sosialnya.

Nilai-nilai yang menjadi branding diri Anelies diterapkan ke dalam 3 content pillars seperti pada saat siaran, mengajar atau coaching dan sosial media Instagram. Setelah memberikan contoh rumus 3×3 ini, Anelies memberikan kesempatan bagi para peserta untuk memulai merumuskan nilai dan content pillarnya sendiri sesuai dengan persepsi diri masing-masing.

Penggunaan media sosial tidak lepas dari kegiatan sharing informasi dan konten. Ketika sharing dilakukan maka kita juga memberikan sebuah energi atau rasa emosional kepada orang lain. Perasaan yang kita bawa saat menyebarkan konten ini dapat berdampak kepada perasaan orang lain juga.

Anelies mengungkapkan tentang riset dari Harvard tentang first impression dan cara berkomunikasi dengan orang lain yaitu penilaian diri dari publik itu berdasarkan dua hal, keramahan dan kompetensi yang kita miliki. Cara melihat keramahan adalah melalui sikap kita dalam bertegur sapa, melihat hal positif pada diri orang lain dan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan.

Sedangkan, kompetensi dilihat dari cara kita bertutur kata, ketepatan waktu, pemilihan kosa kata yang baik dan tujuan kita di media sosial adalah memberikan manfaat bagi orang lain.

Keramahan dan cara kita mengapresiasi orang lain ini harus dilakukan dengan tulus nggak boleh fake atau pura-pura.  Terus kalau kita membuat konten di media sosial juga harus informatif dan positif, lanjut Anelies.

Bertutur kata yang baik di ruang digital juga harus diperhatikan menuru Anelies. Ia berpendapat bahwa melakukan sebuah kritik itu sah-sah saja, namun juga harus dilakukan dengan nice. Kritik yang diberikan harus mengandung kata-kata yang membangun. Kita harus memahami dulu tujuan dari kritik yaitu ke depannya agar menjadi lebih baik lagi. Jangan menjadikan kritik sebagai alat untuk menjatuhkan orang lain.

Orang akan lebih merasa percaya ketika diberikan kritik secara positif terlebih dahulu tidak yang langsung judge. Mengapresiasi terlebih dahulu akan lebih didengar oleh orang lain ketimbang yang menjatuhkan. Apresiasi dulu kemudian beri masukan membangun.

Etika dalam bermedia sosial juga sebaiknya dilakukan dengan cara mengapresiasi konten yang dibuat oleh seseorang di ruang digital, kemudian kita bisa memberikan masukan terhadap apa yang kurang agar menjadi lebih baik lagi kedepan. Masukan yang diberikan harus bersifat positif agar orang lain juga senang dan tidak tersakiti hatinya.

Masih banyak topik-topik menarik dan relatable dalam dunia digital yang akan dibahas dalam kegiatan #MakinCakapDigital berikutnya. SoHip semuanya jangan lupa untuk follow akun Instagram @siberkreasi untuk mendapatkan update kegiatan #MakinCakapDigital selanjutnya.

SoHip juga bisa mengakses laman literasidigital.id untuk mendapatkan beragam konten panduan berinternet, serta konten bermanfaat lain mengenai pemanfaatan teknologi digital secara positif. Terus berkarya dan berkembang ya SoHip~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kopito Ergo Sum -- Aku minum kopi maka aku ada.

Editor

Learn to love everything there is about life, love to learn a bit more every passing day