Walaupun tahun 2020 sudah memasuki bulan September, masih banyak pertanyaan yang masih belum terjawab tentang Covid-19. Bukan hanya perihal pengembangan vaksin yang jadi harapan banyak orang saja, tapi juga untuk memahami gejala-gejala Covid-19 yang tampaknya berbeda-beda untuk setiap orang. Termasuk gejala yang belakangan disebut ‘misterius dan membingungkan’ yaitu ‘happy hypoxia‘.
Ada sejumlah pasien Covid-19 yang awalnya tanpa gejala dan dari luar tampak baik-baik saja, ternyata sedang mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen yang cukup parah. Kondisi yang biasanya akan menyebabkan penderitanya sesak napas atau gagal napas. Akibatnya, kerusakan pada paru-paru dan organ lainnya sudah terlanjur parah ketika penderita akhirnya merasa sesak napas. Maka dari itu selain populer disebut happy hypoxia, kondisi berbahaya ini juga disebut ‘silent hypoxia’ atau hipoksia tersembunyi.
ADVERTISEMENTS
Kemunculan gejala happy hypoxia di sejumlah pasien Covid-19, menyebabkan kebingungan. Meski tampak baik-baik saja, orang tanpa gejala pun nyatanya ada yang mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen
Hypoxia atau hipoksia sendiri merupakan kondisi kekurangan oksigen dalam sel dan jaringan tubuh, sebagaimana dilansir dari laman HaloDoc. Kondisi ini bisa sangat berbahaya karena dapat mengganggu fungsi organ-organ vital lain seperti otak atau ginjal. Pasien yang menderita hipoksia biasanya akan mengalami kesulitan bernapas atau dyspnea. Itulah yang membingungkan dari gejala happy hypoxia yang ditemukan di sejumlah pasien Covid-19. Meski sebenarnya mengalami hipoksia, tapi mereka tidak merasa sesak napas.
Berdasarkan sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, bahkan ada pasien Covid-19 yang tidak mengalami sesak napas walaupun kadar oksigen dalam darahnya sangat rendah sampai hanya 50% (normalnya 95%-100%). Penulis dari penelitian tersebut Martin J. Tobin, seorang profesor dan dokter spesialis paru dari Loyola University Medical Center di Maryland, Amerika Serikat, menyebut gejala ini sangat membingungkan dan bertentangan dengan ilmu biologi dasar. Pasalnya, meski seharusnya sudah sesak napas tapi pasien-pasien ini tampak tenang dan tidak terganggu ketika paru-paru serta organ tubuh lainnya sedang mengalami kerusakan.
Tobin menambahkan kemungkinan virus corona mempengaruhi bagaimana tubuh kita bereaksi terhadap kurangnya oksigen, seperti bagaimana sejumlah pasien juga kehilangan indra penciuman dan perasa.
ADVERTISEMENTS
Menyadari risiko happy hypoxia, kondisi orang-orang tanpa gejala jelas harus dipantau dengan ketat terutama kadar oksigen
Happy hypoxia bisa menjadi jawaban kenapa ada pasien Covid-19 tiba-tiba mengalami gagal napas sampai akhirnya meninggal, meskipun sebelumnya tanpa gejala atau hanya mengalami gejala ringan. Dengan pemahaman tersebut, kondisi pasien Covid-19 tanpa gejala pun harus dimonitor dengan ketat. Alat pulse oximeter atau oksimeter dapat digunakan untuk pemeriksaan awal atau pemeriksaan mandiri kadar oksigen dalam darah dari rumah.
Namun perlu diingat, mengingat kondisi pasien bisa berubah dengan sangat cepat, upaya monitoring itu pun akan sia-sia jika tidak ada koordinasi yang baik dengan pihak rumah sakit. Pun jika kapasitas rumah sakit sudah penuh dan sulit mencari kamar kosong.
Walaupun update tentang happy hypoxia ini terdengar mengerikan, kita mungkin sebenarnya patut bersyukur bisa lebih memahami virus, penyakit, dan pandemi yang sedang berlangsung sekarang. Para ilmuwan, dokter, atau ahli pun sedang berusaha secepat mungkin belajar menangani virus corona baru yang ditemukan akhir 2019 lalu ini. Maka dari itu, penting artinya untuk semua orang melakukan perannya masing-masing dalam pandemi ini sebaik mungkin. Ketika para dokter dan tenaga kesehatan berusaha menyelamatkan mereka yang sudah terjangkit, sambil mempertaruhkan nyawa sendiri, kita juga wajib melakukan segala hal supaya tidak tertular atau menulari orang lain.