Fenomena alam di berbagai belahan dunia selalu menyajikan pemandangan yang menarik. Kontur dan kondisi wilayah yang berbeda, memberikan keunikan di setiap fenomena tersebut. Seperti yang saat ini sedang terjadi di wilayah Antarktika yang merupakan area yang tertutup es dan salju.
Antarktika merupakan sebuah benua yang berada di kutub selatan. Dikelilingi oleh tiga samudera yakni Samudra Pasifik, Samudra Atlantik, dan Samudra Hindia, membuat wilayah seluas 14 juta km persegi ini menjadi benua terluas kelima di dunia.
Saat ini sebuah gunung es di Antarktika pecah. Banyak yang berasumsi bahwa fenomena gunung es yang pecah ini akibat dari perubahan iklim seperti mencairnya es di kutub utara. Namun sebenarnya fenomena ini bukanlah akibat dari perubahan iklim.
ADVERTISEMENTS
Gunung es di Antarktika pecah secara bertahap hingga membentuk 2 pecahan besar
#ImageOfTheDay: The calving of the Burnt Ice Shelf 🧊
On 23 January, a massive iceberg, of 1,550 km2 (close to the size of the island of Gran Canaria or of Greater London), has calved from the Brunt Ice Shelf in Antarctica.
For more images follow @CopernicusEU! 📷 pic.twitter.com/ejVlf6dxdM
— European Union in New Zealand (@EUinNZ) January 25, 2023
Gunung es bernama Rak Es Brunt seluas 600 mil persegi atau 1550 kilometer dan tebal 150 meter tersebut pecah pada hari Minggu (22/1). Melansir dari Kumparan, luas pecahan itu bahkan lebih luas dari wilayah Jabodetabek, loh.
Tampak pada gambar di atas, di foto sebelah kiri tepatnya tanggal 20 Januari 2023, gunung es tersebut masih dalam kondisi baik-baik saja tanpa ada retakan apapun. Namun di gambar sebelah kanan tepatnya tanggal 24 Januari 2023, terdapat bagian es yang pecah dan tersebar menjadi beberapa bagian.
Sebelumnya pada dua tahun terakhir terdapat dua retakan besar pada lapisan es tersebut. Beruntungnya, stasiun Penelitian BAS Halley yang terletak di area Rak Es Brunt tersebut aman. Ahli glasiologi BAS yakni Profesor Dominic Hodgson mengatakan bahwa timnya akan terus memantau setiap pergerakan lapisan es tersebut.
“Tim sains dan operasional kami terus memantau lapisan es secara real time untuk memastikan keamanannya, dan untuk menjaga pengiriman sains yang kami lakukan di Halley,” lanjutnya.
ADVERTISEMENTS
Pecahnya gunung es di Antarktika terjadi secara alami bukan karena iklim yang ekstrem
Before and after 🤓
Here's a super sharp view of the vast new #iceberg breaking away from the Brunt Ice Shelf in #Antarctica.
📸 Sentinel-2 @CopernicusEU & thanks to @USGSLandsat for the before shot from 20 Jan. pic.twitter.com/PrtAwCvHTf
— British Antarctic Survey (@BAS_News) January 24, 2023
Ahli glasiologi BAS yakni Profesor Dominic Hodgson mengungkapkan bahwa kejadian ini sudah diprediksi sebelumnya dan nggak ada hubungannya dengan perubahan iklim.
“Peristiwa melahirkan anak (pecahnya gunung es) ini telah diperkirakan dan merupakan bagian dari perilaku alami Rak Es Brunt. Itu tidak terkait dengan perubahan iklim,” kata Hodgson seperti dikutip dari CNN.
Dilansir dari Kumparan, fenomena serupa sebenarnya pernah terjadi pada tahun 2018 di mana gunung es raksasa A68 pecah menjadi beberapa bagian. Gunung es seluas 6.000 km persegi tersebut pecah karena hilangnya massa es Antarktika, apalagi saat itu sedang mengalami musim panas. Hal ini diungkapkan oleh Alex Huth, penulis di jurnal Science Advance dari Princeton University.
“Gunung es mewakili sekitar 50% dari hilangnya massa es Antarktika, yang terjadi ketika mereka terlepas dari lapisan es,” ungkapnya seperti dikutip dari Kumparan.
Nggak seperti gunung es yang mecair karena perubahan iklim yang ekstrem. Pecahnya gunung es di Antarktika kali ini cukum membawa dampak yang baik untuk lautan. Alex mengatakan bahwa pecahan es yang hanyut membentuk kelompok-kelompok kolom air yang dapat menyuburkan lautan.
“Saat mereka hanyut, mereka menyimpan air lelehan jauh dari lapisan. Ini dapat memengaruhi sirkulasi laut dengan membuat stratifikasi kolom air dan pada dasarnya dapat menyuburkan lautan dengan besi, karena mereka adalah sumber sedimen dari Antarktika yang dapat menyebabkan peningkatan dalam fitoplankton” ucapnya.
Meskipun perubahan iklim dunia semakin memburuk, nyatanya ada fenomena alam yang penyebabnya bukan karena perubahan iklim. Meskipun begitu, sebagai manusia kita harus tetap berusaha untuk menjaga kelestarian alam agar tetap seimbang dan terhindar dari bencana.