Untuk kesekian kalinya aksi damai ‘Gejayan Memanggil‘ di Yogyakarta yang diinisiasi oleh berbabagai pihak seperti mahasiswa, buruh, petani, dan banyak elemen masyarakat lainnya kembali dilakukan secara turun ke jalan dengan langsung. Namun, aksi yang berlangsung pada hari ini, Kamis 16 Juli 2020 mungkin sedikit berbeda dengan ‘Gejayan Memanggil’ yang telah dilakukan sebelumnya mulai pada tahun 2019 lalu.
Selain karena aksi kali ini dilakukan di tengah pandemi COVID-19 yang telah melanda selama beberapa bulan belakangan, isu yang diangkat juga sedikit berbeda namun tetap pada seputar kebijakan aneh pemerintah yang seolah tak ada habisnya. Sempat tertunda selama beberapa waktu, kebijakan Omnibus law yang direncanakan pemerintah rupanya kembali dibahas secara diam-diam di tengah masa pandemi ini. Hal tersebut rupanya memancing nalar kritis publik untuk menanggapi langkah yang diambil oleh pemerintah.
ADVERTISEMENTS
Seperti aksi pada sebelumnya, Gejayan Memanggil dilakukan dengan longmarch mulai dari Bundaran UGM hingga jalan Gejayan
Aksi yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat luas ini dilakukan persis seperti sebelumnya. Massa aksi berkumpul di bundaran UGM kemudian secara serentak melakukan longmarch menuju pertigaan Gejayan. Ini menjadi sebuah pemandangan yang menarik di mana para peserta aksi melakukan inisiatif untuk membuat jarak satu sama lain dengan bantuan tali yang dipegang beramai-ramai secara memanjang. Tujuannya sudah tentu jelas untuk mengikuti protokol kesehatan social distancing di tengah pandemi Covid. Kemudian dari pertigaan Gejayan, longmarch kembali dilakukan dengan berjalan menuju ke arah selatan. Meski memang jumlah peserta aksi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ‘Gejayan Memanggil’ sebelumnya, namun demonstrasi ini juga dilakukan secara serentak di berbagai kota di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENTS
Berikut adalah beberapa tuntutan aksi pada Gejayan Memanggil 2020
Aksi ‘Gejayan Memanggil’ yang telah beberapa kali dilakukan secara langsung sejak tahun lalu ini rupanya memang patut untuk diapresiasi. Pasalnya, setiap kali aksi yang digelar dengan melibatkan banyak elemen masyarakat tersebut nyaris tak pernah ada sedikitpun gesekan atau provokasi yang menyebabkan timbulnya hal yang tak diinginkan. Masyarakat sekitar pun juga beberapa kali nampak memberikan simpati kepada peserta aksi dengan berbagi air mineral, makanan ringan, dan bahkan sekedar memberikan semangat.
Dari aksi yang dilakukan di jalan bersejarah ini, berikut adalah tuntutannya:
- Gagalkan Omnibus Law/RUU Cipta Kerja
- Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan, dan upah layak untuk rakyat terutama di saat pandemi
- Gratiskan SPP/UKT dua semester selama pandemi berlangsung
- Cabut UU minerba, batalkan RUU pertahanan, dan tinjau ulang RUU KUHP
- Segera sahkan RUU PKS
- Hentikan dwifungsi POLRI
- Memberikan hak kepada rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, mencabut seluruh komponen militer, serta membuka ruang demokrasi yang seluas-luasnya
ADVERTISEMENTS
Meski dilakukan di tengah kondisi pandemi, namun demonstrasi tersebut dinilai tertib dan tentunya taat protokol kesehatan. Salut!
Ada pemandangan unik yang bisa dilihat dalam aksi kali ini. Selain karena tertibnya peserta aksi saat melakukan longmarch menuju jalan Gejayan, lokasi duduk saat mendengarkan orator berbicara pun diatur dengan sedemikian rupa. Para peserta ‘Gejayan Memanggil’ membuat beberapa lingkaran putih menggunakan kapur dengan jarak tertentu dan dimaksudkan agar satu sama lain tetap nyaman mengikuti aksi meski masih suasana pandemi. Langkah ini tentunya bisa dicontoh di kota-kota lain saat hendak melakukan aksi demo di tengah pandemi. Aspirasi tersampaikan, masyarakat mendukung, kerja pemerintah terawasi, dan tentunya tetap mengikuti anjuran protokol kesehatan demi mencegah penyebaran COVID-19. Salut~