Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata malam satu Sura? Beberapa mungkin ada yang menunjukkan reaksi ketakutan karena menganggap malam satu Sura sebagai momen bernuansa mistis. Ada pula yang reaksinya biasa-biasa saja karena selain nggak begitu paham apa itu malam satu Sura, juga nggak terlalu ambil pusing soal anggapan-anggapan yang berkembang di dalamnya. Tapi memang sih, malam yang satu ini dianggap spesial oleh beberapa orang karena mitos-mitos yang menyelimutinya.
Penasaran nggak sih, kenapa malam satu Sura ini dianggap misterius hingga diperingati dengan melakukan beberapa ritual khusus? Yuk, simak ulasan Hipwee News & Feature tentang asal-usul malam satu sura yang disadur dari berbagai sumber.
ADVERTISEMENTS
1. Satu Sura sudah ada dan ditetapkan sejak zaman kesultanan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung
Sultan terbesar Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1645, Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma, kala itu ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang terpecah dengan menyesuaikan kalender Saka (Hindu) dengan penanggalan Hijriah (Islam). Hal ini nggak terlepas dari kalender Saka dan Hijriah yang memiliki korelasi, di mana kalender Saka berbasis sistem lunar atau matahari sementara Hijriah menggunakan pergerakan bulan sebagai patokannya.
Hasilnya, Sultan Agung menetapkan satu Sura (dibaca: suro) sebagai hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura yang bersamaan dengan 1 Muharam pada kalender Hijriah yang juga merupakan awal penanggalan Islam. Itu berarti, 1 Sura = 1 Muharam. Dan masih berlaku hingga sekarang.
ADVERTISEMENTS
2. Sebagai malam pergantian tahun baru Jawa, malam satu Sura berbeda dengan malam tahun baru kalender Masehi yang diliputi kemeriahan
Satu Sura merupakan hari pertama dalam penanggalan Jawa yang juga diperingati sebagai malam tahun barunya orang Jawa. Nah, malam satu Suro itu biasanya diperingati setelah Magrib pada hari sebelum tanggal 1 pada kalender Jawa atau pun Hijriah, hal ini karena pergantian hari dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.
Namun, momen ini berbeda dengan malam tahun baru kalender Masehi yang biasanya dipenuhi dengan kemeriahan seperti pesta kembang api, meniup terompet ataupun melakukan arak-arakan di jalan-jalan. Pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam satu Sura ini nggak disambut dengan kemeriahan, melainkan diperingati dengan berbagai ritual sebagai bentuk introspeksi diri.
ADVERTISEMENTS
3. Karena dianggap sakral, masyarakat Jawa memperingati malam satu Sura dengan melakukan berbagai ritual-ritual tertentu
Alih-alih melakukan pesta atau pun perayaan layaknya malam tahun baru Masehi, di malam satu Sura justru banyak dilakukan ritual keagamaan tertentu. Setiap daerah tentu punya caranya masing-masing, namun tradisi ritual semacam ini paling kental dilakukan di lingkungan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Ada banyak ritual yang dilakukan seperti jamasan atau membersihkan benda-benda pusaka, mandi kembang setaman, kungkum (berendam), tapa bisu ziarah, arak-arakan, dan ritual-ritual lain yang masing-masing punya makna filosofisnya sendiri.
ADVERTISEMENTS
4. Nggak hanya dianggap sakral, malam satu Sura juga terkenal dengan nuansa mistisnya, keluar rumah di malam ini aja katanya pamali. Hiiiy, emang iya?
Banyak pandangan dalam masyarakat Jawa yang menganggap malam satu Sura sebagai malam yang keramat, apalagi kalau jatuh pada Jumat Legi, seperti dilansir dari Liputan 6. Makanya, banyak orang Jawa percaya bahwa melakukan hal-hal yang terkait dengan pesta atau perayaan menjadi suatu pantangan. Termasuk juga larangan untuk nggak bepergian kecuali untuk berdoa atau melakukan ibadah lain.
Sebenarnya nggak hanya mistis, bulan Sura juga dipercaya orang Jawa sebagai bulan yang kurang baik alias bulan kesialan. Kesan itu diembuskan dengan tujuan agar masyarakat nggak bikin pesta atau perayaan yang nantinya akan menyaingi ritual-ritual keraton.
ADVERTISEMENTS
5. Terlepas dari tradisi yang sudah ada, bukan alasan mutlak jika malam satu Sura ini lantas selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis kok!
Soal mitos dan kepercayaan memang balik lagi ke pribadi masing-masing. Namun, sebaiknya jangan lantas memaknai malam satu Sura sebagai momen yang horor dan ditakuti.
Menurut kepercayaan dalam sejarah, tradisi malam satu Sura sebenarnya menitikberatkan pada ketenteraman dan keselamatan batin. Itulah kenapa, momen ini selalu diselingi dengan ritual dan pembacaan doa. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan berkah dari pergantian tahun dan menangkal datangnya mara bahaya. Pun diimbau untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada dari godaan yang meyesatkan dalam melewati masa-masa pergantian tahun.
Sesungguhnya, ada banyak latar belakang historis tentang peristiwa penting yang terjadi di bulan Sura, khususnya bagi penganut agama Islam, yang tentu saja berhubungan dengan kebudayaan Mataram Jawa-Hindu. Jadi, soal mitos yang berkembang seputar malam satu Sura ini baiknya kamu tanggapi dengan positif, ya. Jangan melulu parno dengan cerita-cerita mistis di baliknya, yang baik-baik aja kamu ambil hikmahnya. Khususnya kamu masyarakat Jawa, selamat menyambut malam satu Sura!