Etika yang hars dipahami saat ingin curhat | illustration by Hipwee via www.hipwee.com
Banyak hal yang terjadi dalam hidup ini yang nggak bisa kita simpan sendirian. Saat jatuh cinta, patah hati, gagal tes CPNS, sampai ketika idola kena skandal, kita akan butuh seseorang untuk diajak berbagi alias curhat. Bahkan, rasanya nggak berlebihan kalau kita bilang bahwa curhat merupakan suatu kebutuhan bagi individu ketika nggak bisa menghadapi permasalahan sendiri. Bagaimana pun mencurahkan isi hati atau unek-unek bisa membuat kita lebih lega.
Sayangnya, nggak semua sesi curhat berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Menceritakan masalah dengan segala emosi dan perasaan pada orang terdekat sering kali membuat kita justru melakukan kesalahan. Alih-alih bisa lega dan tenang, curhat kadang justru membuat orang yang kita curhati nggak nyaman dan menganggap kita menyebalkan. Kok bisa?
Coba deh, ingat lagi seberapa sering kamu curhat ke teman atau sahabat, tapi nggak puas, bahkan merasa diabaikan. Kalau nggak begitu, kamu mungkin pernah menangkap gelagat temanmu yang kurang nyaman dan bosan saat kamu bercerita.
Melansir dari Quartz, ketika proses curhat nggak berjalan sesuai harapan, bisa jadi ada hal yang salah dari cara kita meminta teman untuk mendengarkan. Hal ini bisa jadi karena tindakan impulsif kita untuk curhat yang kurang tepat dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Maka dari itu, meski curhat dilakukan dengan orang terdekat kita tetap harus memahami etikanya.
ADVERTISEMENTS
Kecenderungan sikap yang sering kita lakukan sebagai orang yang sedang butuh curhat kadang membuat orang lain kurang nyaman, bahkan merasa sebal
Kalau mau curhat jangan memaksa | Credit by Liza Summer on Pexels
Ketika sedang butuh curhat kadang diri kita merasa menjadi manusia paling menyedihkan atau paling butuh diperhatikan. Kondisi ini membuat ego kita semakin besar untuk menuntut seseorang memberikan perhatian penuh sebagai pendengar. Alih-alih menanyakan kabar atau kesibukan, kadang kita justru langsung memberondongnya dengan keluh, kesah, luapan kesedihan, hingga sumpah dan serapah.
Hal tersebut membuat kita mengabaikan banyak hal mulai dari kondisi fisik dan mental teman yang dicurhati, kurangnya rasa empati, hingga pemaksaan untuk mendengarkan tanpa disadari.
Sikap seperti ini harus kita hindari saat butuh teman curhat. Sebab, sesi curhat yang harusnya tenang dan bisa membangun energi positif justru akan berlangsung penuh emosi, bahkan dramatis. Apalagi, saat kita menghubungi teman untuk curhat, belum tentu ia sedang santai dan bisa diganggu. Jika ini terjadi dan kita memaksakan keadaan untuk curhat, maka tujuan curhat nggak bisa kita dapatkan sesuai harapan.
ADVERTISEMENTS
Kenali venting dan emotional dumping yang muncul saat curhat. Perhatikan mana yang boleh dan nggak boleh dilakukan!
Sesi curhat bisa kacau kalau sampai terjadi emotional dumping | Credit by Liza Summer on Pexels
Curhat dianggap sebagai cara untuk meluapkan emosi, baik itu sedih, kecewa, dan marah. Namun, sering terjadi ketika orang yang curhat justru menularkan energi negatif pada orang yang mendengarkan curhatannya. Mengutip dari Dr. Nicole LePera, luapan emosi yang berlebihan saat curhat disebut juga dengan emotional dumping atau luapan emosi yang membuat orang lain merasa nggak nyaman. Emotional dumping merupakan curhat yang nggak sehat karena kita hanya mementingkan kondisi, emosi, dan perasaan diri sendiri.
Padahal, luapan emosi tersebut juga bisa menular dan membuat orang yang mendengarkan jadi kelelahan. Alih-alih mendapatkan ketenangan dan kelegaan, emotional dumping justru membuat kita merasa masalah yang dihadapi semakin rumit. Nah, daripada curhat dengan menggebu-gebu dan berujung emotional dumping, lebih baik kita melakukannya dengan cara venting.
Melansir dari Psychology Today, venting merupakan curhat yang sehat karena kita berusaha bersikap terbuka dan mengutamakan kenyamanan bersama. Venting memungkinkan sesi curhat yang aktif di mana dua orang akan melakukan komunikasi dua arah. Misalnya saja, ketika kita menceritakan kekecewaan, maka teman kita akan menenangkan. Venting juga akan membuat kita melakukan curhat dengan tenang tanpa harus menuruti emosi yang menggebu-gebu.
Banyak orang menganggap venting dan emotional dumping adalah cara curhat yang sama, padahal dari penjelasan di atas sangat jelas perbedaannya. Jika kamu ingin sesi curhatmu berkualitas, maka usahakan menghindari emotional dumping, ya! Nggak perlu menggebu-gebu saat curhat, tenangkan pikiran dulu, kalau emosimu sudah lumayan stabil, baru deh curhat ke teman.
ADVERTISEMENTS
Jangan hanya ingin dipahami, kita juga harus memahami kondisi dan situasi teman yang akan dicurhati
Pahami kondisi teman yang akan dicurhati | Credit by Liza Summer on Pexels
Setelah membedakan venting dan emotion dumping, kita juga harus memahami kondisi teman yang akan dicurhati. Jadi, jangan hanya ingin dipahami saja ya, tapi berusahalah untuk memahami orang lain juga. Berikut beberapa hal yang harus kamu pahami dari teman yang mau diajak curhat:
Nggak semua orang berada pada kondisi yang siap mendengarkan
Kesiapan ini termasuk kondisi fisik, mental, atau suasana hati. Kesibukan sangat memengaruhi kesiapan seseorang untuk menjadi teman curhat. Makanya, sebelum meminta seseorang mendengarkan cerita permasalahan kita, lebih baik tanyakan dulu kabar dan kondisi mereka.
Mendengarkan curhatan itu melibatkan emosi, tenaga, dan pikiran
Wajar jika teman kita merasa lelah, jenuh, atau bosan dan hilang konsentrasi. Apalagi, jika kondisinya memang nggak terlalu siap menjadi teman curhat.
Nggak semua teman curhat bisa memberikan nasihat atau solusi
Bagaimanapun dia nggak merasakan apa yang kita alami. Mencoba memahami dan berempati bukan berarti dia bisa kasih nasihat dan solusi yang kita harapkan. Jadi, jangan kesal jika teman curhat justru ikut bingung apa yang harus kita lakukan.
Memahami ketiga hal ini dari posisi teman curhat membuat kita bisa lebih mengendalikan ego, sehingga bisa menghindari perilaku emotion dumping. Kuncinya sih kalau ingin dipahami, ya harus memahami kondisi orang lain juga. Sebab, belum tentu teman kita kondisinya lebih baik dari yang kita alami. Bisa jadi dia sedang punya masalah yang lebih kacau, tapi lebih bisa menyembunyikan permasalahannya dengan baik.
ADVERTISEMENTS
Sebelum mulai curhat, perhatikan dulu etika berikut supaya nggak dicap sebagai teman yang menyebalkan~
Etika curhat | illustration by Hipwee
Kesalahan saat curhat ketika mengabaikan beberapa hal di atas biasanya membuat kita merasa kurang puas. Bahkan, secara hubungan pertemanan kita juga bisa membuat teman kurang nyaman, sehingga dicap sebagai teman yang menyebalkan. Maka dari itu, penting untuk memahami etika curhat supaya pertemanan tetap sehat. Berikut beberapa etika yang harus dipahami sebelum melakukan curhat ke teman:
Pilih teman yang sekiranya nggak terbebani dan nggak tersinggung dengan masalah yang akan kita ceritakan
Hal ini termasuk status, pekerjaan, keluarga, kondisi fisik, dan mentalnya yang harus dijadikan pertimbangan. Misalnya, kalau mau curhat tentang lelahnya menjalani pekerjaan, jangan curhat ke teman yang sedang jadi pengangguran. Hal ini justru akan menambah bebannya, bahkan menyinggung perasaannya.
Berusahalah selalu menjaga empati pada teman curhat
Jangan sampai rasa kesal dan kesedihan yang kita rasakan justru membuat kita kehilangan empati pada teman. Inilah pentingnya kita memahami kondisi dan memilih teman untuk curhat. Jangan sampai gara-gara curhat membuatnya merasa bahwa kita jahat dan nggak peduli dengan perasaannya.
Buat janjian dulu, kapan temanmu siap mendengarkan masalah yang akan diceritakan
Hal ini perlu dilakukan mengingat nggak semua orang berada pada kondisi yang siap menjadi teman curhat. Misalnya begini, “Hai, apakah kamu sedang sibuk? Aku butuh bantuan karena sedang ada masalah, jadi aku mau curhat tentang (apa…). Kira-kira kapan ya, kamu bisa mendengarkan cerita masalahku ini?”
Jangan jadikan teman curhat sebagai sasaran luapan emosi
Perlu diingat bahwa teman curhat posisinya hanya membantu supaya kita bisa mengeluarkan unek-unek dengan mendengarkan masalah yang sedang kita hadapi. Dia nggak bersalah dan nggak tahu apa masalahmu, jadi jangan sampai justru dia jadi sasaran luapan emosi.
Jangan menuntut saran solusi
Sebenarnya, tujuan curhat itu bukan untuk mencari solusi, tapi mencari orang yang bisa mendengarkan. Solusi dari masalah yang kita hadapi itu ada di diri kita sendiri karena kita yang akan bertanggung jawab atas semua yang kita lakukan. Teman curhat mungkin hanya bisa memberikan nasihat dan membantu membuka sudut pandang lain. Jadi, sebaiknya jangan berekspektasi akan dapat solusi saat curhat, ya!
Tetap menghargai
Jika sesi curhat nggak berjalan sesuai harapan, jangan pernah mengkritik teman yang sudah rela mendengarkan cerita kita. Hargailah waktu dan kesanggupannya dengan mengucapkan terima kasih meski sebenarnya nggak terlalu membantu, bahkan membuat kita semakin bingung.
Memahami kondisi orang-orang di sekitar dan memegang etika yang ada ternyata justru bisa membuat kita bisa merasa lebih baik, lo. Ketika berusaha melakukan hal itu, kita jadi berpikir “Oh ternyata ada orang yang lebih sedih, ada yang masalahnya lebih rumit.”
Dengan begitu, kita jadi bisa menghindari emotion dumping dan menghadapi masalah dengan lebih kalem. Intinya sih dalam proses curhat semua pihak harus nyaman, baik kita yang butuh curhat, maupun teman yang akan dicurhati. Jangan sampai gara-gara curhat jadi dicap teman yang menyebalkan, ya!