Ada berjuta alasan kenapa sebagian besar orang selalu menolak jika diminta mencoba makan serangga, entah jijik, geli, takut, atau malas. Sebenarnya makan serangga atau istilah kerennya entomofagi ini bukan praktik baru di sejumlah negara, seperti Thailand. Di sana nggak sulit menemukan pedagang kaki lima yang menjual aneka jenis serangga mulai dari belalang, jangkrik, ulat, hingga kalajengking!
Bahkan menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2013 lalu, ada sekitar 2 miliar orang di dunia yang mengonsumsi serangga sebagai bagian dari pola diet mereka. Entomofagi cukup populer di Tiongkok, Afrika, Asia, Australia, Selandia Baru, dan negara-negara berkembang di Amerika Tengah dan Selatan. Sebaliknya, entomofagi masih dianggap tabu oleh penduduk di negara barat yang mengaitkan praktik ini dengan perilaku primitif. Hmm.. bisa jadi kamu termasuk di antaranya ya? Tapi sebelum itu, simak dulu deh sederet alasan kenapa entomofagi ini sebetulnya nggak buruk-buruk banget, malah banyak manfaatnya~
ADVERTISEMENTS
1. Ahli kesehatan menganggap entomofagi bisa membantu memerangi obesitas. Ini karena serangga punya kandungan nutrisi tinggi hampir setara daging sapi, namun rendah lemak
Siapa sangka, mayoritas serangga ternyata kaya akan nutrisi penting seperti protein, lemak sehat, zat besi, dan kalsium lo! Gizi yang terkandung di dalamnya hampir sama dengan yang terdapat pada daging sapi. Sebagai contoh, dalam 100 gram jangkrik terdapat 121 kalori, 12,9 gram protein, 5,5 gram lemak, dan 5,1 gram karbohidrat. Sedangkan 100 gram daging sapi mengandung 23,5 gram protein dan lemak sekitar 21,2 gram. Karena memiliki kandungan lemak yang rendah, para ahli percaya kalau entomofagi bisa membantu memerangi obesitas pada manusia.
ADVERTISEMENTS
2. Entomofagi juga dapat membantu mencegah malnutrisi di negara-negara miskin, di mana penduduknya nggak bisa membeli daging karena keterbatasan ekonomi. Sebagai gantinya, mereka bisa memakan serangga
PBB menyatakan kalau entomofagi juga bisa memberantas kekurangan gizi yang seringkali terjadi di negara-negara berkembang, seperti di Asia atau Afrika. Di negara-negara miskin dengan penduduk berpenghasilan rendah, orang sering kesulitan mendapatkan makanan bergizi seperti daging-dagingan, membuatnya jadi tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup. Padahal malnutrisi, entah disebabkan oleh ketidakmampuan mencerna atau kekurangan makan, jika dibiarkan bisa menyebabkan kematian.
Sebagai gantinya, entomofagi bisa diterapkan. Selain sebagai sumber lemak dan protein yang baik, serangga juga cenderung lebih mudah didapatkan. Jika harus beli pun harganya tidak semahal daging hewan unggas.
ADVERTISEMENTS
3. Populasi di dunia diprediksi akan terus meningkat. Entomofagi dianggap jadi jawaban atas masalah kekurangan pangan yang kemungkinan besar terjadi di masa mendatang
Ilmuwan memprediksi populasi dunia akan meningkat 2 miliar jadi 9 miliar orang pada 2050. Padahal lahan-lahan peternakan atau perkebunan juga semakin berkurang, belum lagi perubahan iklim juga bisa memengaruhi hasil panen dan kehidupan biota laut. Artinya cepat atau lambat krisis pangan pasti terjadi. Padahal untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan 2 miliar orang tadi, manusia harus memproduksi 50% lebih banyak makanan dibanding hari ini.
Melihat masalah di atas, entomofagi dianggap bisa jadi salah satu solusi. Dengan mengonsumsi serangga yang tinggi nutrisi serta mudah didapatkan, manusia akan tetap bisa hidup sehat.
ADVERTISEMENTS
4. Masalah lain yang mungkin bisa mengubah pandangan kita soal entomofagi adalah bahwa pertanian dan pengolahan hewan ternak ternyata diam-diam bisa menghancurkan bumi
Dikutip dari Independent, lahan-lahan pertanian, peternakan, dan pengolahan hewan ternak ternyata menghasilkan ribuan ton CO2 ke atmosfer. Jumlahnya bisa saja bertambah seiring dengan semakin tingginya permintaan daging di pasaran. Mungkin jika banyak orang mulai beralih ke entomofagi, kondisi di atas bisa berkurang. Bumi bisa perlahan diperbaiki.
Sebagian peneliti juga sepakat kalau makan serangga itu pada dasarnya nggak berbahaya. Serangga memiliki risiko lebih rendah dalam menginfeksi manusia dibanding hewan ternak. Tapi meski begitu, sebelum makan serangga kita tetap disarankan mencucinya dan memasaknya terlebih dahulu agar terhindar dari bakteri-bakteri patogen berbahaya.