Kasih orangtua itu sepanjang masa dan tak mengharap balasan. Namun sebagai anak kita selalu berusaha membahagiakan dan membuat mereka bangga. Karenanya, banyak dari kita yang tak habis pikir mendengar kasus-kasus dimana anak menggunggat orangtuanya sendiri hanya karena perkara utang dan harta. Mungkin mereka berpikir, yang namanya urusan uang ya harus jelas, tak peduli dengan siapa. Tapi kok bisa tega ya menuntut orangtua sendiri?! Jika benar-benar dihitung, jasa mereka pasti sebenarnya tidak akan pernah bisa kita balas.
Masih hangat di ingatan kita, bagaimana sedihnya nasib seorang nenek berusia 85 tahun, Ibu Amih yang di usia senjanya justru digugat oleh darah dagingnya sendiri masalah utang. Utang tahun 2001 sebesar Rp20 juta itu bahkan kini ditagihkan dengan jumlah yang tidak rasional, Rp1,8 Miliar! Ya jelas saja, kasus ini langsung menyita perhatian khalayak luas. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi bahkan sampai menawarkan diri berdialog dan membayar utang Ibu Amih kepada anaknya. Dedi mengaku tak habis pikir dan sampai menangis mendengar kasus ini. Padahal banyak anak yang tak lagi punya kesempatan membalas budi dan berbakti karena orangtuanya telah tiada, lah ini orangtua yang sudah ‘sepuh’ justru diajak ‘berduel’ di pengadilan.
Belum selesai kasus ini diperkarakan, mirisnya ada lagi berita lain soal anak yang berani menggugat orangtua kandungnya. Yang terbaru adalah kasus dari kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Ibu bernama Fariani (51 tahun) digugat oleh anak kandungnya sendiri. Iya, lagi-lagi yang jadi perkaranya adalah tanah, rumah dan mobil. Harta dan uang tampaknya memang sudah banyak membutakan nurani manusia.
ADVERTISEMENTS
Bukannya dijaga atau dilindungi bersama. Setelah suaminya meninggal, Ibu ini justru digugat tiga anak kandungnya sendiri soal harta warisan
Setelah suaminya Ipda Purnawirawan Matta meninggal dunia, Fariani digugat oleh tiga anak tertuanya masalah pembagian harta warisan berupa hektaran tanah senilai Rp15 Miliar. Harta warisan memang masalah sensitif, tetapi jangan sampai justru membuat perpecahan dalam keluarga. Terlebih lagi hubungan anak dengan ibu kandung. Kompas melaporkan, sebenarnya Fariani sudah berniat membagikan bagian warisan anak-anaknya sesuai dengan ketentuan agama.
Namun segala upaya mediasi tetap gagal, ketiga anaknya yang berinisial AS (32), NS (30), dan PW (22) tetap bersikukuh menggunggat ibunya sendiri di pengadilan. Tidak sampai disitu, ketiga saudara itu bahkan juga menggunggat adik bungsunya yang baru berusia 11 tahun. Ya kita memang belum mendengar sih sisi argumentasi dari anak-anaknya. Tapi separah apapun masalah keluarga itu, alangkah baiknya jika diselesaikan baik-baik.
ADVERTISEMENTS
Kebanyakan kasus sedih anak mengguggat orangtuanya sendiri ini alasannya sama, tak jauh-jauh dari harta. Dari yang tak rela diutangin orangtua sendiri, sampai pembagian harta warisan
Dari beberapa kasus anak yang menggugat orangtuanya, mayoritas masalahnya bermuara dari harta. Tanah rumah, dan aset-aset berharga lainnya sering kali jadi pokok permasalahan. Sebelumnya tak pernah ada pembicaraan soal pembagian harta, namun ketika ayahanda meninggal atau ketika orangtua sudah masuk usia sepuh, banyak anak yang mulai dibutakan oleh keserakahan.
Mereka menggugat orangtuanya demi mendapat harta warisan. Padahal orangtuanya masih ada yang hidup dan perlu untuk dirawat, namun mereka tak peduli. Contoh kasusnya ada di Malang. Seorang anak tega menggugat kedua orangtuanya atas kepemilikan tanah dan rumah yang masih mereka tinggali. Meski pada akhirnya pengadilan memenangkan kedua orangtuanya, namun ini jadi bukti kalau mungkin generasi masa kini memang sudah gila harta. Asal bisa mendapat harta, orangtua yang dulu membesarkan tidak dianggap ada lagi
ADVERTISEMENTS
Padahal kalau mau mengingat ke belakang, siapa coba yang membesarkan mereka kalau bukan orangtua? Setega itu menggugat orangtua, membuat kita bertanya apa motif di baliknya
Tiap keluarga memang memiliki permasalahannya sendiri-sendiri. Kita juga tidak tahu sejarah awal dan lengkapnya dari tiap kasus di atas, sampai anak-anaknya nekat menggugat orangtua sendiri karena masalah harta. Tapi makin miris saja sih menyaksikan seringnya kasus-kasus seperti ini bermunculan. Apakah memang tidak ada solusi yang lebih baik? Apakah mereka benar-benar perlu mendapatkan uang dengan cara seperti ini?
Jika problematika ini ditempatkan dalam konteks yang lebih luas, sepertinya memang benar adanya jika ada yang bilang manusia zaman sekarang matanya sudah tertutup dengan kepentingan materi. Di era dimana semuanya diukur dengan hasil dan keuntungan ini, manusia-manusianya dicetak untuk jadi sosok yang bekerja serba cepat dan orientasinya materi. Ya pantas saja kalau makin hari, hati nurani manusianya makin mati!