Uber – ‘Everyone’s private driver’
Berbeda dari slogan tersebut, Uber sepertinya tidak lagi bisa menjadi ‘private driver‘ atau ‘supir pribadi’ warga di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sebagaimana dilaporkan oleh Kompas, sejak Senin (26/3) kemarin, Uber Asia Tenggara resmi diakuisisi oleh kompetitornya – Grab. Uber secara resmi dipaksa mengakui kekalahan dan harus ‘angkat kaki’ dari Asia Tenggara.
Bagi kebanyakan orang awam seperti kita, mungkin cuma peduli bandingin tarif transpor online mana yang lebih murah dan mana yang lebih banyak promo-nya. Jadi hengkangnya Uber, mungkin sebatas mengurangi satu alternatif untuk kita pilih-pilih. Tapi ternyata kekalahan Uber di Asia Tenggara ini jadi satu dari beberapa rentetan peristiwa serupa yang terjadi sebelumnya. Uber hengkang dari Cina pada tahun 2016 dan Rusia pada tahun 2017.
Salah satu perusahaan ride-sharing pertama dan terbesar di dunia ini, justru belakangan ‘keok’ menghadapi perusahaan-perusahaan lokal seperti Grab yang berbasis di Singapura dan Go-Jek di Indonesia. Kok bisa ya?! Biar paham, yuk simak rangkuman babak-babak kisah ‘kematian’Uber di Asia Tenggara bareng Hipwee News & Feature !
ADVERTISEMENTS
Babak 1. Meski bisa menggelontorkan modal besar untuk ekspansi usaha ke seluruh dunia, Uber tampaknya kurang memiliki sensitivitas lokal. Terutama di negara-negara berkembang
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Babak 2. Selain metode pembayaran yang terkesan elitist, Uber juga pendekatannya kurang merakyat dibanding Grab atau Go-Jek yang sering mengadakan pelatihan khusus bagi para driver-nya
ADVERTISEMENTS
Babak 3. Beda dengan pesaing lokalnya, Uber juga kayaknya ketinggalan dari segi inovasi aplikasi. Dengan fitur seperti GrabPay dan Go-Pay, perusahaan-perusahaan lokal siap berkembang jadi lebih dari sekadar penyedia ride-sharing
ADVERTISEMENTS
Babak 4. Sejak akhir 2017, Uber tampaknya sudah pesimis dengan bisnis mereka di kawasan Asia Tenggara. CEO-nya bilang pasar Asia Tenggara sudah terlalu ‘over-capitalized‘ atau terlalu banyak pesaing
“We’re going in, and we’re leaning forward. But I’m not optimistic that market is going to be profitable any time soon,” ujar Khosrowshahi sebagaimana dikutip Reuters.
ADVERTISEMENTS
Babak 5. Daripada kalah total, Uber Asia Tenggara memilih diakuisisi oleh Grab. Bukan dijual dan dibayar uang, Uber kini memiliki 27,5% saham Grab
Babak 6. Tapi kini deal Uber-Grab ini sedang diselidiki oleh pemerintah Singapura. Katanya sih ditengarai menyalahi hukum kompetisi dagang dan dikhawatirkan terjadi monopoli
Babak 7. Hengkangnya Uber di Asia Tenggara mirip dengan langkah mundur Uber di beberapa negara seperti Cina dan Rusia
Babak 7. India diprediksi akan jadi lokasi hengkang Uber selanjutnya. Katanya sih Uber India sudah dalam tahap awal merger dengan perusahaan lokal Ola
Babak 8. Mungkin deal dan merger seperti ini memang terhitung normal dalam lingkup perusahaan internasional, tapi begitu banyak hidup orang berubah karenanya
Babak 9. Sebagai bagian dari deal, Grab kabarnya akan merekrut karyawan Uber. Tapi ternyata hanya karyawan tetap aja…
Babak 10. Nah bagi pengguna, aplikasi Uber masih bisa digunakan hingga 8 April ini. Setelah itu, pengguna disuruh mengunduh aplikasi Grab sebagai pengganti
Begitulah babak demi babak dari kisah ‘kematian’ Uber di Asia Tenggara. Bagi pengguna transpor online, peristiwa ini pastinya sedikit banyak bakal mempengaruhi pilihanmu berkendara. Tapi yang lebih penting lagi, ‘kematian’ Uber ini tampaknya menggambarkan realita hidup di era modern sekarang. Keputusan para petinggi-petinggi perusahaan yang mungkin ada di Amerika Serikat sana, bisa serta-merta langsung berpengaruh pada kehidupan banyak orang-orang kecil di Indonesia, Singapura atau India. Miris ya…