“Tandukan yang sangat cantik dari Hansamu Yama Pranata! GOOOOL… 2-1 untuk Indonesia!!!”
Gemuruh di stadion Pakansari terdengar riuh saat Rizky Pora mencetak gol melalui sepakan dari luar kotak pinalti di menit ke-65. Riuhya teriakan suporter timnas semakin menjadi-jadi kala Hansamu Yama Pranata mencetak gol pembalik kedudukan pada menit ke-71. Seluruh jajaran pemain, staf, hingga penonton ‘pecah’ dalam kebahagiaan tatkala peluit akhir pertandingan ditiup kencang oleh wasit. Indonesia menang dengan skor 2-1. Tinggal selangkah lagi tim Garuda bisa membawa pulang trofi yang sudah diidamkan.
Ditengah maraknya konflik dan adu opini yang buat suasana Indonesia memanas akhir-akhir ini, kemenangan Indonesia atas Thailand kemarin jadi oase penyejuk yang diperlukan bangsa kita. Aneh memang jika memikirkan perihal apa-apa saja yang bisa memecah dan menyatukan sebuah negara. Bisa dari sepotong kalimat yang terucap dari pemimpin ibu kota atau sebuah permainan sepak bola, seharusnya kita bisa bersikap dewasa agar tak timbul perpecahan.
ADVERTISEMENTS
Belakangan ini orang Indonesia makin mudah emosian. Mulai dari gampang galau hingga meluapkan kemarahan dengan tidak kira-kira
Entah kenapa, beberapa tahun belakangan tampaknya orang Indonesia makin mudah untuk tersulut emosi. Lihat saja fenomena galau dan marah-marah yang terjadi baik di media sosial maupun di dunia nyata. Cuma disenggol dikit, baper dan marahnya udah kemana-mana. Menyangkut perselisihan ide dan perbedaan pendapat yang seharusnya bisa didiskusikan lewat dialog pun, sering berakhir adu jotos. Sebenarnya jika mau duduk bersama dan ngobrol, duduk perkaranya bisa dicari bersama. Tapi entah kenapa, sekarang banyak orang yang lebih doyan mengumbar emosi sebelum benar-benar mencari bukti.
ADVERTISEMENTS
Uniknya, semua emosi karena perbedaan itu tak berlaku saat timnas berlaga kemarin. Semua warga sejenak mengesampingkan konflik untuk bersatu menyemangati Tim Garuda
Mereka tak peduli lagi soal ras, agama hingga budaya jika perkaranya adalah sepak bola. Mereka yang mendukung calon kepala desa, bupati, gubernur hingga A nampak duduk berdampingan dengan pendukung calon B. Mereka yang baper dengan perkara A atau B, tak ragu untuk duduk berdampingan di stadion atau di depan layar demi mendukung Tim Garuda berlaga.
Ada kurang lebih 27 ribu tiket yang terjual habis pada pertandingan kemarin. Belum lagi mereka yang nobar di tempat-tempat lain di seluruh Indonesia. Belum lagi mereka-mereka yang nonton bersama keluarga di layar kaca rumah masing-masing. Kalau boleh menerka, sekiranya hampir 70% warga Indonesia kemarin bersatu mendukung timnas berlaga.
Unik memang. ‘Cuma’ karena satu pertandingan sepak bola, warga kita yang punya banyak perbedaan bisa disatukan. Laga Indonesia melawan Thailand kemarin berlangsung di momen yang tepat. Kala banyak warga Indonesia sedang baper-bapernya, pertandingan kemarin cukup jadi oase pemersatu bangsa.
ADVERTISEMENTS
Bersatu mendukung timnas memang efektif mengaburkan perbedaan. Ingat ‘kan momen piala AFF 2010 dan timnas U-19 tahun 2013, beda pilihan politik tak masalah yang penting Indonesia menang
Fungsi sepak bola sebagai pemersatu bangsa tak cuma terjadi sekali dua kali saja. Hal ini sudah sering terjadi, terutama di negara kita. Dalam satu dekade saja setidaknya sudah dua kali sepak bola menyatukan bangsa.
Kala 2009 Indonesia dipisahkan oleh pilpres, tahun 2010 kita disatukan oleh gelaran AFF Suzuki Cup. Kala itu dukungan warga Indonesia berhasil membantu Tim Garuda bermain apik dan mencapai partai final. Sayang, kita takluk oleh Malaysia. Pun demikian yang terjadi pada tahun 2012. Pemilihan Gubernur DKI memisahkan seluruh rakyat Indonesia karena perbedaan sudut pandang. Beruntung, gelaran AFF U19 kembali bisa menyatukan bangsa. Evan Dimas dan kawan-kawan berhasil merebut gelar juara kala itu. Tampaknya, Indonesia selalu bisa bersatu dalam selebrasi juara Garuda muda.
ADVERTISEMENTS
Sejatinya gelaran sepak bola timnas bisa jadi bukti bahwa Indonesia bisa bersatu. Baper dan ribut-ribut mulu, apa nggak capek?
Kalau mereka bilang ini masalah prinsip dan keyakinan, nyatanya semua itu bisa dikesampingkan kala kita sama-sama mendukung tim Garuda berjuang. Mulai dari warga Aceh hingga Papua, mereka turut berteriak kala punggawa timnas berhasil mencetak gol ke gawang lawannya. Semua turut tertawa bahagia ketika peluit akhir dibunyikan dan timnas memenangkan laga.
Tak ada lagi perbedaan kala pertandingan sepak bola bergulir sepanjang 90 menit laga berjalan. Selama 90 menit itu juga kita saling berpegangan tangan sambil menyanyikan Indonesia Raya mendukung tim Garuda berlaga. Sebuah pemandangan indah yang mengharukan mengingat kondisi warga Indonesia yang sekarang mudah galau dan baperan.
Coba bayangkan kalau masing-masing bisa mengesampingkan perbedaan mereka lebih lama dari 90 menit sepak bola. Mengusung nuansa cinta Indonesia dengan bersatu tanpa memandang perbedaan seperti yang dilakukan kala timnas berlaga, bukankah Indonesia akan jadi lebih nyaman?
Ah, andai ada laga timnas berlaga setiap hari. Mungkin Indonesia bakal damai. Mungkin, Bhineka Tunggal Ika tak cuma jadi jargon, namun dapat terwujud dalam bentuk nyata kehidupan warga Indonesia.