Banyak orang bilang bahwa menua artinya kita harus siap dan mampu menikmati sepi. Waktu seorang teman mengatakannya dua tahun silam, saya nggak paham. Yang ada di dalam benak saya, menua baru sebatas seputar jadi dewasa, bisa membiayai hidup sendiri, dan berkontribusi terhadap masyarakat. Saya baru tahu kalau menjadi tua lebih dari sekadar mandiri.
Hal lain yang banyak terjadi saat kita menua adalah kehilangan teman. Sama seperti saya yang alami. Teman-teman pasti semakin sibuk dengan kehidupannya masing-masing ketika beranjak dewasa. Bahkan, tak sedikit teman yang akhirnya berjarak karena memang harus pindah kota demi menjemput rezeki dan impian.
Dulu, kita bisa sering bertemu dan bercerita. Lantas, seiring berjalannya waktu, kita mulai jarang berkomunikasi dan bertukar kabar. Yang bikin sedih, kita jadi seolah tak saling mengenal. Paling mentok hanya jadi viewer di Instagram Story. Kehidupan dewasa memang rentan bikin siapa pun bukan cuma merasa sendiri, tapi juga sangat sepi.
Ternyata, bukan cuma saya yang mengalami. Beberapa teman dan kenalan mengeluhkan hal yang sama. Bahkan, demi mengusir rasa sepi, mereka banyak yang mencari kenalan baru lewat aplikasi kencan.
Nah, suatu hari saya dapat anugerah ide. Gara-gara seorang teman yang mengaku bisa mengusir rasa sepi setelah berkenalan dengan stranger di media sosial. Dulu, orang tua memang sering melarang anak untuk bertemu dan berkenalan dengan orang asing di jalan. Namun di zaman serba digital seperti sekarang, media sosial bisa jadi satu-satunya ‘tempat’ kita bisa berkenalan dengan orang baru untuk mendapatkan teman, lowongan kerja hingga jodoh.
Asalkan bisa tetap bijak dan hati-hati, strategi ‘berkenalan dengan stranger untuk menepis sepi’ ini layak dicoba. Seperti pengakuan teman saya ini…
“Ngobrol sama stranger jauh memberikanku hubungan yang bermakna sih. Aku nggak lagi merasa sepi atau kosong,” katanya.
Benar-benar bisa efektif kah, batin saya pas mendengar ceritanya. Lalu, saya jadi penasaran rasanya ngobrol sama orang asing dan baru. Demi membuktikan omongan teman itu, saya pun menjajalnya. Kali ini, saya memilih media sosial Twitter untuk mencari mutual (teman yang bisa diajak saling follow). Pasalnya, pengguna Twitter sudah familier dengan mutual-an seperti ini. Jadi, lebih mudah bagi saya untuk mencari orang asing untuk diajak curhat.
ADVERTISEMENTS
Hari 1: Saya mulai mencari mutual seperti apa yang bakal saya hubungi
Tak sembarangan memilih mutual, saya sengaja menyeleksi sejak awal mutual seperti apa yang akan dihubungi. Pertama, saya perlu memastikan kalau calon tidak punya jejak digital yang problematik, misalnya mencuitkan bullying, kekerasan, intoleran, seksis, atau rasis. Kedua, saya mencari mutual yang mempunyai ketertarikan yang sama dengan saya, yakni ngomongin kucing, buku, dan zodiak. Ketiga, agar lebih mudah, saya menargetkan akun-akun yang tidak ‘tergembok’ dan membuka fitur Direct Message (DM).
Berbekal dua kriteria itu, saya berselancar di Twitter di sela-sela kesibukan kerja. Pada akhirnya, saya menjatuhkan ke tiga akun mutual. Akun pertama terlihat cukup sering membahas zodiak. Saya makin tertarik ketika tahu kalau pemilik akun memiliki zodiak yang sama dengan saya, yakni Cancer. Bakal nyambung dan seru, pikir saya.
Sementara itu, akun kedua senang membahas kucing. Bahkan, beberapa kali ia membuka donasi untuk menyelamatkan kucing jalanan. Kemudian, akun terakhir suka membahas buku. Dari cuitan-cuitannya, ia juga berjualan buku bekas.
Setelah mengirimkan pesan via DM, saya tinggal menunggu balasan mereka. Sayangnya, hari pertama masih belum ada balasan. Sembari menunggu, saya pun mencari akun-akun lain yang potensial diajak berteman di Twitter.
ADVERTISEMENTS
Hari 2: Menunggu respons dari calon mutual. Kok belum ada tanggapan, ya?
Seperti biasa, saya langsung membuka ponsel saat bangun tidur. Bedanya, kali ini saya tidak membukan pesan Whatsapps dan mengabaikan pesan dari orang-orang tersayang. Sebaliknya, saya meluncur dulu ke Twitter.
Dengan harapan dan kecemasan, saya membuka fitur DM. Saya membatin, semoga sudah ada balasan. Namun, kepahitan memang harus saya rasakan. DM saya masih sepi, belum ada balasan. Akhirnya, saya mengawali hari itu dengan kekecewaan. Tapi, saya masih cukup optimis. Pasalnya, saya yakin dan percaya diri bahwa tawaran pertemanan tersebut cukup sopan dan ramah.
ADVERTISEMENTS
Hari 3: Akhirnya….. saya bisa ngobrol dengan mutual
Hari berikutnya, saya masih mendapati fitur DM Twiter kosong alias tanpa balasan. Demi mengalihkan kesedihan, saya memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan. Menjelang sore, saya kembali membuka akun Twitter dengan harapan sudah ada balasan yang masuk. Namun, lagi-lagi balasan yang ditunggu-tunggu tetap tak ada.
Pekerjaan kantor beres saat menjelang malam. Selepas beristirahat, saya memutuskan untuk menjelajah dunia maya. Maklum, bekerja sebagai content creator Hipwee, menuntut saya untuk selalu tahu kabar terbaru. Nah, ketika membuka akun Twitter, saya berteriak girang. Pasalnya, saya melihat satu pesan masuk. Ternyata, mutual yang menyukai kucing kemarin, menanggapi.
Obrolan kami pun dimulai. Kami saling memperkenalkan diri dan membagikan minat seputar kucing. Sebenarnya, saya berharap perbincangan kami bisa awet. Rasanya menyenangkan bila punya teman baru yang punya kesukaan yang sama. Namun, obrolan kami berhenti di tengah jalan begitu saja. Pesan terakhir dari saya, tidak dibalas olehnya hingga tulisan terbit. Pada titik ini, saya menyadari kalau memulai perbincangan dengan orang asing dan baru tak semudah di bayangan.
Meski sedikit kecewa dengan mutual ketiga, saya senang karena tawaran pertemanan disambut oleh mutual kedua yang doyan membaca buku. Yang lebih membahagiakan, obrolan kami bertahan lebih lama dibandingkan dengan obrolan saya dengan mutual ketiga.
ADVERTISEMENTS
Hari 4: Obrolan masih lanjut, tapi…..
ADVERTISEMENTS
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!