Selain kereta, ada angkutan bersama di Jakarta yang punya jalur sendiri. Transjakarta namanya, atau sering disebut busway. Kalian pasti sudah tahu bus yang satu ini. Ber-AC, ekonomis, dan (seharusnya) cepat, lagi.
Sayangnya, naik busway sering tak semanis harapan kita. Mau cepat sampai rumah, adanya malah kamu berdiri 1-2 jam sepanjang jalan.
Penyebabnya apa lagi, kalau bukan kendaraan pribadi yang menyerobot jalur busway. Bagian jalan yang harusnya anti macet, jadi sama aja seperti jalur-jalur lainnya.
Ah elah, kalau kayak gini, apa faedahnya Busway punya jalur sendiri?
Dear pengguna kendaraan pribadi yang hobi menyerobot jalur Transjakarta kami, kapan bisa sadar? Seperti kalian, kami juga ingin cepat pulang…
ADVERTISEMENTS
1. Tentu kalian masih ingat kenapa busway awalnya ada. Mungkin kalian ingat juga, kenapa bus satu ini dikhususkan jalurnya
Sebenarnya kami positive thinking saja. Mungkin karena terlalu banyak beban hidup, kalian lupa bahwa tujuan awal pemerintah mengeluarkan bus Transjakarta adalah untuk mengurangi kemacetan kota.
Dengan jalur khusus, para pengguna angkutan bersama diharapkan bisa terhindar dari kemacetan dan cepat sampai tujuan. Bus pun diberi AC supaya penumpang tambah nyaman. Harga juga tak mahal, terjangkau semua kalangan.
Semua ini agar penduduk seperti kami bisa “punya kendaraan” yang cepat dan nyaman.
Iya sih, kami harus berbagi kendaraan ini dengan ribuan penumpang lain. Tapi nggak apa-apa. Yang penting cepat sampai tujuan!
ADVERTISEMENTS
2. Tapi ternyata ya sama aja. Busway kesayangan sering terjebak macet juga, hampir nggak beda dengan Kopaja atau angkot biasa
Menghindari macet, itu alasan utama kami memilih transportasi Transjakarta. Dulu awal-awal memang menjanjikan. Bus kesayangan kami bersama itu punya jalur sendiri, dan hanya berhenti di halte-halte tertentu. Ini jelas berbeda dengan angkutan umum biasa yang selalu fleksibel, bisa berhenti di mana saja ada penumpang ataupun sopirnya pengin beli gorengan.
Tapi saat ini, Transjak kesayangan kami seringnya terhenti setiap beberapa menit sekali. Bukan karena macet, bukan karena sopirnya iseng, tapi karena jalur kami juga dilintasi oleh kendaraan-kendaraan pribadi.
Naik Transjak = kena macet juga. Lah apa bedanya sama naik Kopaja…
ADVERTISEMENTS
3. Kalian lelah habis bekerja? Kami juga. Kalian ingin cepat pulang, kami juga berharap bisa segera selonjoran
Saat pagi hari, kami tahu bahwa kalian punya jam kantor yang harus ditaati kalau tidak mau kena potong gaji. Kami juga sama.
Di sore harinya, kami juga tahu kalau kalian pasti lelah setelah seharian memforsir diri untuk mencari nafkah. Kami juga sama.
Visual keluarga atau kasur yang menanti di rumah juga sudah memenuhi pikiran.
Macet memang musuh kita bersama. Meski orang bilang “namanya juga Jakarta, macet sudah biasa’, tetap saja macet itu menyebalkan bukan. Kadang jarak 5 kilo saja, waktu tempuhnya sampai 1 jam.
Karena itu, bukankah harusnya kita mendukung segala upaya untuk mengurangi kemacetan?
ADVERTISEMENTS
4. Di dalam sini kami berdesakan, AC kadang mati kadang bikin kedinginan. Ini kaki sampai kapalan. Sementara kalian bisa duduk santai, sambil mendengarkan musik…
Sayangnya, kita “menikmati” macet dengan cara yang berbeda. Kalian duduk nyaman mendengarkan musik, kami harus berdiri kayak sarden di dalam bus.
Dan bayangin aja, bau keringat orang habis kerja kayak apa…
Sementara kalian bisa duduk lebih santai dalam mobil ber-AC, sambil menyalakan musik jazz untuk mengurangi penat, kadang bisa juga ngobrol dengan orang tersayang, kami yang ada di Transjakarta ini berdiri desak-desakan. AC-nya kadang mati, kadang juga bikin kedinginan. Belum lagi semerbak harum khas orang pulang kerja yang senantiasa menghibur kami semua. Untuk soal musik, kami harus bisa mandiri mendengarkan music dari HP sendiri-sendiri. Jadi, macet yang bagi kalian menyebalkan ini, bagi kami jadi 500 kali lebih menyebalkan, karena kaki kami pegal dan jadi kapalan.
ADVERTISEMENTS
5. Masih nggak percaya, dan mikir kami melebay-lebaykan suasana? Hayo mari sini, kita naik Transjakarta bersama dan rasakan sensasinya. Nggak mau ‘kan?
Kalian mungkin berpikir bahwa kali ini kami lebay. Lalu kalian akan menyemangati kami dengan bilang “Hayoh, hidup di Jakarta jangan cengeng!”
Lah, kami sih cukup semangat. Kami tahu Jakarta memang keras dan kejam seperti penjajah.
Atau kalian malah menuduh kami egois, karena satu jalur dipakai sendiri nggak mau bagi-bagi? Tapi dalam satu bus, kami berbagi dengan puluhan orang lainnya. Sementara kalian hanya sendirian di dalam mobil yang nyaman. Logika tolong logika~
Kalau kalian masih nggak percaya dengan isi curhatan kami ini, ayo mari kita naik transkajarta bersama-sama, dan rasakan sensasinya.
Masih tetap mau pakai kendaraan pribadi? Bagus deh. Kalian sudah mengakui bahwa posisi kalian jauh lebih nyaman.
Jadi tolong dong, jangan ambil rasa nyaman milik kami yang sudah sedikit ini…
Transjakarta sempat membuat kami berharap bisa sampai rumah lebih cepat. Kalau kalian masih tetap keukeuh ingin pakai jalur busway, ya sini, kita naik Transjakarta sama-sama. Biar kamu tahu rasanya jadi kami.
Salam damai
Sarden-Sarden Setia Trans-Jakarta