Bagi sebagian wanita, menstruasi memberi rasa sakit yang tak tertahan. Kram perut dan rasa sakit yang tak tertahan mengganggu aktivitas sehari-hari. Jangankan beraktivitas, rasa sakitnya bahkan bikin sulit konsentrasi. Konsentrasi saja susah, bagaimana mau kerja.
“Bawaannya nggak pengen ngapa-ngapain,” itu menurut penuturan beberapa wanita.
Rasa sakit yang datangnya tiap bulan ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seorang wanita. Maka dari itu kemungkinan adanya libur saat menstruasi bagi wanita yang bekerja jadi pembahasan yang menarik. Beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Inggris, dan negara kita Indonesia telah mengambil inisiatif untuk mengatur hal tersebut dalam undang-undang ketenagakerjaan. Yang terbaru adalah negara Afrika, Zambia yang mengumumkan kebijakan nasionalnya terkait ‘menstrual leave‘ atau cuti menstruasi di awal Januari 2017 kemarin.
ADVERTISEMENTS
Meski secara umum dilihat sebagai penghargaan dan pengakuan terhadap hak wanita, tapi sama seperti pelaksanaannya di negara lain, UU cuti menstruasi Zambia ini juga menuai kontroversi
Secara global, kebijakan ‘menstrual leave‘ memang masih seringkali diperdebatkan tujuan dan manfaatnya untuk meningkatkan kesejahteraan wanita yang sesungguhnya. Jepang yang telah memiliki peraturan khusus tentang cuti menstruasi sejak tahun 1947, bisa jadi contoh. Meski berhak mengajukan cuti ketika haid, buktinya dari tahun ke tahun semakin sedikit pekerja wanita yang ‘berani’ atau ‘mau’ mengambilnya. Mulai dari yang malu membicarakannya dengan atasan, tidak ingin merepotkan rekan kerja, sampai takut dicap ‘lemah’, jadi bukti bahwa adanya kebijakan tanpa perubahan nilai di masyarakat itu sia-sia.
Yang juga penting untuk dipahami, kebanyakan negara di atas sebenarnya mengembalikan kembali keputusan akhir untuk mengimplementasikan cuti menstruasi ke perusahaan atau tempat kerja masing-masing. Tanpa cuti berbayar atau penalti khusus, pantas saja hampir semua perusahaan di negara-negara tersebut dapat dengan mudah menghiraukan. Meski sudah diterapkan di level nasional dimana semua perusahaan wajib mengikuti, kebijakan cuti haid Zambia yang disebut Mother’s Day ini masih menuai kontroversi.
ADVERTISEMENTS
Selain kontroversi umum yang selalu diperdebatkan tentang cuti menstruasi, Mother’s Day di Zambia juga dipertanyakan justru karena aturannya yang terlalu longgar
Mungkin bertujuan mempermudah wanita yang seringkali malu atau ‘dipaksa’ suruh membuktikan rasa sakitnya dengan surat dokter, kebijakan cuti menstruasi pemerintah Zambia ternyata sangat longgar. Berdasarkan aturan yang disahkan pada Januari 2017 tersebut, semua pekerja wanita di Zambia boleh mengambil cuti sebulan sekali saat mereka menstruasi, tanpa perlu memberi tahu perusahaan sebelumnya. Disamping cutinya berbayar, aturan ini juga berlaku bagi semua wanita — baik yang belum menikah maupun yang sudah punya anak.
Memang enak sih bisa ambil cuti seenaknya, tapi longgarnya aturan justru bisa membahayakan fokus atau tujuan bersama. Aturan seperti ini juga gampang sekali disalahgunakan dan justru bisa menimbulkan stigma negatif di lingkungan kerja. Satu-satunya kondisi cuti yang mengikat adalah peraturan bagi mereka yang mengambil cuti untuk tetap berada di dalam rumah dan beristirahat.
ADVERTISEMENTS
Mau kebijakannya ketat maupun longgar, nyatanya masalah cuti menstruasi ini adalah isu kompleks. Solusi apapun tampaknya tak bisa memuaskan semua pihak
Yang mendukung kebijakan ini berkeyakinan bahwa menstruasi adalah bagian tak terpisah dari wanita yang harus mulai lebih dibicarakan dan diikutsertakan dalam kehidupan bersama. Di sebagian besar wilayah dunia, menstruasi masih dianggap topik tabu yang tidak didiskusikan di lingkup publik. Padahal 20% dari wanita di dunia tiap bulannya benar-benar memiliki kondisi medis seperti Dysmenorrhea yang jelas-jelas bakal mengganggu produktivitas dan konsentrasi kerja. Dalam konteks itu, tiap wanita diyakini memang berhak dapat solusi atas kondisi alamiahnya tersebut seperti melalui cuti menstruasi.
Mereka yang berada di ujung lain perdebatan ini, mungkin akan mulai berbicara dari fakta, data, dampak yang selama ini timbul dari tindakan ‘mengistimewakan’ wanita di lingkungan kerja. Bukan berarti ini adalah kelompok atau gerakan anti-wanita, mereka justru khawatir bahwa keistimewaan semacam cuti menstruasi hanya akan lebih jauh menjadikan wanita sebagai kelompok marginal yang lemah dalam masyarakat. Nyatanya, kebijakan cuti di Jepang maupun Korsel yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya juga tidak efektif. Justru dua negara itu terkenal sebagai negara dengan kesenjangan gender terbesar dalam tempat kerja di dunia.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Di Indonesia sendiri, sebenarnya hak cuti menstruasi ada dalam UU Ketenagakerjaan sejak tahun 2003. Mungkin banyak yang belum tahu, karena memang perusahaan yang pegang palu terakhir
Perkara cuti menstruasi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah diatur sejak 2003. Namun, banyak yang masih belum mengerti soal aturan ini. Di Indonesia, pekerja wanita boleh izin satu hari jika kesulitan bekerja karena sakit dan kram saat menstruasi.
Yang mengaturnya adalah Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 81. Ini bunyinya:
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Berdasarkan regulasi tersebut negara mengakui bahwa jika pekerja wanita merasa tak mampu bekerja karena menstruasi, boleh kok mengajukan cuti. Hanya saja, ketentuan pelaksanaannya juga tergantung kesepakatan masing-masing dengan perusahaan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kebijakan semacam ini akhirnya hanya akan dihiraukan saja oleh perusahaan atau institusi. Tapi penting bagi kita semua untuk memahami bahwa sebenarnya hak-hak istimewa seperti cuti menstruasi itu ada dasar hukumnya. Ketika membicarakan kontrak pekerjaan, kamu sah-sah saja menanyakan perihal ini pada perusahaan. Itu adalah hakmu sebagai warga negara.