Tahun baru kemarin, Jakarta dan sekitarnya disambut dengan hujan sepanjang hari hingga menyebabkan banjir terjadi di berbagai titik. Banjir kali ini disebut lebih parah dari banjir yang pernah terjadi sebelumnya, yakni tahun 2007 dan 2015. Berdasarkan catatan BNPB, sebanyak 30 korban jiwa melayang akibat banjir kemarin, sedang puluhan ribu orang lainnya terpaksa mengungsi dan dievakuasi.
Intensitas hujan yang cukup tinggi jadi salah satu penyebab banjir Jabodetabek begitu masif. Tak sedikit yang terkejut dengan datangnya bencana ini. Bahkan dalam perkiraan cuaca skala 10 harian dan bulanan, cuaca ekstrem ini tidak terprediksi. Yang lebih mencengangkan, curah hujan di Jakarta kemarin katanya sampai mencatat rekor sejarah sebagai curah hujan tertinggi sejak tahun 1866 lo! Apa yang terjadi sebenarnya??
ADVERTISEMENTS
Banjir bandang di Jabodetabek kemarin bisa dibilang cukup mengejutkan. Banjir ini salah satunya dipicu oleh intensitas hujan yang tinggi, mencapai 377 mm per hari, tertinggi sepanjang sejarah pencatatan curah hujan di Jakarta
Hujan yang datang di awal tahun 2020 kemarin disebut sebagai yang terparah sejak 154 tahun terakhir, tepatnya tahun 1866 saat Belanda masih menjajah. Menurut keterangan Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal, curah hujan tertinggi kemarin tercatat terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma yakni sebesar 377 mm/hari, diikuti di TMII 335 mm/hari, Kembangan 265 mm/hari, dan Pulo Gadung 260 mm/hari. Hujan disebut ekstrem jika intensitasnya berada di atas 150 mm/hari.
Sebaran curah hujan ekstrem di atas juga disebut Herizal lebih tinggi dan lebih luas dibanding kejadian banjir sebelum-sebelumnya, termasuk banjir Jakarta 2007 dan 2015. Berarti emang parah banget ya!
ADVERTISEMENTS
Ada sejumlah faktor yang jadi penyebab intensitas hujan tinggi di Jakarta kemarin ini. Salah satunya karena adanya peningkatan massa udara basah
Mengetahui fakta kalau curah hujan Jakarta kemarin jadi yang tertinggi sejak 154 tahun terakhir, ternyata cukup bikin deg-degan. Otomatis langsung mikir yang nggak-nggak dan bertanya-tanya, apakah bumi memang sedang sekarat? Berdasarkan keterangan Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra, ada sejumlah faktor yang jadi penyebab hujan ekstrem kemarin. Pertama, karena aktifnya Monsun Asia sehingga meningkatkan massa udara basah di wilayah Indonesia. Kejadian ini ditandai dengan adanya fenomena gelombang dingin (cold surge).
Monsun Asia adalah Angin Monsun Barat yang bertiup sekitar Oktober sampai April. Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi bagian selatan.
ADVERTISEMENTS
Faktor lain yang juga turut memengaruhi adalah karena pola angin, suhu permukaan laut, dan fenomena gelombang atmosfer
Selain Monsun Asia, menurut Agie ada faktor lain yang juga ikut memengaruhi terjadinya hujan ekstrem di Jakarta yaitu terbentuknya pola pertemuan dan perlambatan angin yang signifikan dan memanjang di wilayah Pulau Jawa sampai Nusa Tenggara. Hal ini menyebabkan terbentuknya awan hujan di area yang dilewati angin. Selain itu, suku permukaan laut Indonesia relatif lebih hangat, membuat asupan air di atmosfer makin meningkat. Terakhir, karena adanya fenomena gelombang atmosfer –Equatorial Rossby dan Kelvin Wave– terutama di wilayah Jawa sehingga makin menyebabkan tingkat konvektifitas tinggi.
Meski banjir sudah mulai surut, tapi BMKG mengimbau masyarakat tetap waspada karena peluang hujan lebat masih tinggi sampai 7 hari ke depan, walau mungkin nggak sehebat dua hari kemarin. Yang jelas, di manapun kalian berada, stay safe ya!