Di tengah alam yang makin menunjukkan tanda-tanda kerusakannya, masih banyak orang yang menyangkal adanya pemanasan global. Alasan mereka beragam. Dari mulai karena kepentingan pribadi dan kelompok hingga karena kurangnya modal untuk berpindah pada energi terbarukan. Karena untuk mengamini pemanasan global kita nggak perlu menjadi ilmuwan. Orang awam pun bisa dengan mudah mengiyakan tanda-tandanya. Meningkatnya suhu bumi, makin meningginya permukaan air laut, banjir, hingga cuaca ekstrem. Kita semua merasakannya, guys.
Sayangnya, masih banyak orang yang sengaja menjadi menutup mata demi kepentingan pribadi dan kelompok. Semakin miris manakala mereka yang menyangkal itu adalah pemimpin negara maju yang menyumbang emisi karbon terbesar.
ADVERTISEMENTS
1. Ironisnya Presiden Terpilih dari negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia ini, tidak percaya global warming. Masa depan perjuangan rehabilitasi lingkungan tampaknya suram
Kalau hoax semata, kok dimana cuaca ekstrem tidak karuan via nationalreview.com
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Â Yang namanya satu perkumpulan, pastilah dituntut untuk memiliki pandangan yang sama. Jadi nggak salah sih kalau temannya Trump satu ini turut serta menyangkal global warming
Paham umum dari Partai Republik tempat Trump bernaung memang begini via cbsnews.com
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Bapak Senat yang satu ini boleh saja menyangkal kalau bumi sudah menunjukkan ‘gejala tua’-nya. Tapi alam selalu jujur menampakkan gejalanya, banjir dan cuaca ekstrem jadi buktinya
Menyangkal terjadinya global warming. via abcnews.com
4. Padahal dampak global warming begitu terasa. Suhu bumi makin meninggi dan cuaca ekstrem sudah bukan lagi fenomena yang aneh
Senat yang juga menyangkal global warming via abcnews.go.com
5. Sebenarnya untuk mengamini global warming, kamu nggak perlu jadi saintis dulu kok. Bahkan orang awam pun bisa merasakan dampak perubahannya
Tak cuma pemimpin AS, pemimpin Aussie juga enggan mengakui terjadinya global warming via hariandepok.com
6. Bagi pemimpin negara berkembang, sulit untuk berpindah pada sumber energi terbarukan. Alasannya karena energi terbarukan butuh modal yang cukup besar dan baru bisa balik modal paling cepat 10 tahun kemudian
Terus in denial karena kurang sumber daya beralih ke energi bersih via rappler.com
Gundukan es di kutub utara semakin meleleh itu fakta tak terbantahkan. Permukaan air laut pun semakin meninggi. Ini yang menjadi penyebab banyak pulau-pulau kecil yang tenggelam
Foto satelit maupun film dokumenter bisa menggambarkan dengan jelas melelehnya kutub bumi via m.aktualpost.com
Penduduk di pulau-pulau kecil di Pasifik dan Amerika Tengah harus mulai eksodus besar-besaran karena rumahnya makin tenggelam
Penduduk Kiribati yang sebentar lagi kehilangan negara pulaunya via cambia.pe
Belum lagi polusi udara karena industrialisasi besar-besaran di Cina. Untuk menjaga biaya produksi minimum, banyak perusahaan yang tak peduli standar kesehatan atau emisi karbon
Beijing jadi kota dengan tingkat polusi yang tinggi di dunia. via wsj.com
Kita nggak bisa bilang global warming adalah isu yang jauh dari Indonesia. Karena negeri kita menjadi salah satu ‘tersangkanya’. Di mana hutan-hutan sengaja dibakar demi menanam kelapa sawit
Ini miris sih.. via mongabay.co.id
Namun kabar baiknya masih ada negara yang berusaha keras beralih pada sumber energi hijau yang ramah lingkungan. Mahal dan butuh komitmen besar, tapi harus dilakukan
Seperti Jerman misalnya. via dw.com
Bersyukur juga ada miliuner yang sadar pentingnya upaya penyelamatan lingkungan, terutama di saat kritis seperti sekarang. Mereka sadar kita semua harus berinvestasi untuk masa depan
Tak ada gunanya investasi kanan-kiri, kalau bumi sudah lagi tak bisa ditinggali via dw.com
Menanggapi pemanasan global yang sudah kadung terjadi, kita sebagai penduduk bumi hanya bisa mengupayakan langkah-langkah kecil. Sesederhana rutin melakoni penghematan energi. Sedikit perubahan yang kamu terapkan, akan sangat berarti untuk bumi kita ke depannya.