Fenomena Citayam Fashion Week masih menjadi perbincangan hangat. Apalagi kalau bukan soal pro dan kontra keberadaan ratusan remaja yang nongkrong di kawasan elit Jakarta. Keberadaan remaja dari Citayam, Bojong Gede, Cilebut dan sekitarnya di kawasan Sudirman dan Dukuh Atas ini masih terus menjadi perhatian warganet.
Istilah Citayam Fashion Week nggak lepas dari gaya para remaja tersebut yang berlomba-lomba dress up dengan gaya andalan mereka. Banyaknya konten-konten yang beredar di media sosial dan menanggapi fenomena ini, akhirnya melahirkan istilah Citayam Fashion Week seperti yang kita kenal.
Keberadaan Citayam Fashion Week ini bahkan sampai mendapat perhatian dari media street snap Tokyo Fashion dari Jepang, loh. Mereka melihat adanya kesamaan Citayam Fashion Week dan Harajuku di masa lalu yang kini jadi pusat mode di Jepang.
Lantas, apa yang membuat Citayam Fashion Week ini punya kesamaan dengan Harajuku? Gimana cara supaya Citayam Fashion Week bisa berkaca dari kesuksesan Harajuku sebagai gerakan fesyen yang nggak bisa disepelekan?
ADVERTISEMENTS
Tokyo Fashion melihat Citayam Fashion Week seperti masa lalu Harajuku
Perhatian Tokyo Fashion terhadap Citayam Fashion Week berawal dari akun Twitter mereka @TokyoFashion menanggapi sebuah cuitan warganet Indonesia menjelaskan keberadaan gerombolan ratusan remaja di kawasan Sudirman tersebut, hingga muncul istilah Citayam Fashion Week, termasuk pro dan kontranya.
Media mode Jepang tersebut kemudian memberikan tanggapan dan berharap banyak situs atau akun street snap Indonesia yang mendokumentasikan dan mendukung Citayam Fashion Week ini. Mereka melihat adanya kesamaan Citayam Fashion Week dengan Harajuku di masa lalu yang sejak awal kehadirannya di era 1980an dianggap nyeleneh dan kurang dihargai oleh masyarakat. Bahkan, sering dilakukan patroli keamanan untuk mengawasi remaja Harajuku.
Namun, kini masyarakat bisa menerima kehadiran remaja Harajuku dan keduanya bisa hidup berdampingan. Salah satu yang membuat Harajuku bisa tetap ada sampai sekarang adalah peran mahasiswa dari perguruan tinggi mode dan kecantikan Tokyo yang mendukung keberadaan fesyen jalanan ini. Perlahan cara pandang masyarakat pun berubah dan melihat Harajuku sebagai masa depan industri fesyen Jepang.
ADVERTISEMENTS
Jika dilihat kondisinya saat ini, Citayam Fashion Week memang cukup mirip dengan masa lalu Harajuku
Di Citayam Fashion Week, gerombolan remaja dianggap membuat kawasan elit tersebut jadi kumuh oleh sampah. Belum lagi gaya busana mereka yang diangkap sangat kontras dengan pekerja kantoran yang melintas di kawasan tersebut. Banyak pula remaja yang memilih membolos sekolah demi nongkrong di Citayam Fashion Week.
Mirip dengan Harajuku, kini di kawasan Citayam Fashion Week pun kerap dilakukan patroli oleh petugas untuk menyisir remaja yang membolos sekolah dan menghindari kriminalitas. Namun, di sisi lain juga banyak dukungan dan apresiasi dari masyarakat, bahkan kalangan selebritas dan media yang mengajak remaja Citayam Fashion Week untuk berkolaborasi membuat konten.
Hal ini membuat geliat Citayam Fashion Week pun kini semakin terasa dengan banyaknya konten-konten di berbagai media sosial yang mengunggah potret fesyen mereka. Apalagi banyak video wawancara yang viral karena dianggap lucu dan menghibur masyarakat.
ADVERTISEMENTS
Perkumpulan remaja dengan gaya busana yang diangkap nyeleneh, dijadikan sarana ekspresi diri
Pusat Harajuku di distrik Shibuya menjadi tujuan favorit bagi pencinta fesyen di Jepang, bahkan sejak era 1980an. Kawasan ini dulunya merupakan pusat belanja yang akhirnya jadi titik kumpul anak muda dari berbagai subkultur. Mereka sama-sama bergaya busana unik yang jauh berbeda dengan gaya normal masyarakat pada umumnya. Maka nggak heran jika keberadaan mereka kurang disegani.
Namun, setelah banyak menuai pro dan kontra akhirnya masyarakat menyadari bahwa gaya fesyen di Harajuku adalah wujud ekspresi diri para anak muda. Hal ini sama dengan yang terjadi di Citayam Fashion Week. Para remaja seolah berlomba adu gaya, kemudian mendokumentasikan melalui kanoten yang diunggah di media sosial. Hal ini bisa menjadi mode fesyen seperti yang terjadi di Harajuku.
ADVERTISEMENTS
Isu ruang publik yang sama-sama menjadi masalah serius yang dihadapai Citayam Fashion Week dan Harajuku
Sebagai komunitas pendatang, Citayam Fashion Week menuai pro dan kontra terkait penggunaan ruang publik dengan komunitas setempat. Hal ini pula yang dulu dialami Harajuku. Meski menggunakan ruang publik, mereka dianggap menyebkan sampah dan menggangu komunitas setempat.
Memang betul, ruang pulik adalah fasilitas umum yang boleh digunakan oleh siapa saja. Namun, tetap harus menjaga ketertiban, kebersihan dan nggak mengganggu apa yang sudah ada sebelumnya. Hal inilah yang dilakukan Harajuku sehingga bisa diterima oleh masyarakat dan tetap eksis sampai sekarang. Perlu dicontoh oleh Citayam Fashion Week nih.
ADVERTISEMENTS
Harajuku dan Citayam Fashion Week bisa menjadi sarana kolaborasi untuk melahirkan tren dan karya-karya baru
Hal yang terpenting dari eksistensi komunitas adalah berkolaborasi dalam berkarya. Hal inilah yang terjadi di Harajuku, ketika para pemuda tongkrongan di sana diaget mahasiswa mode untuk tugas kuliah, jadi model pemotretan dan terlibat langsung dalam menciptakan tren. Hal ini sepertinya mulai terlihat di Citayam Fashion Week, sejak mendapat perhatian dari kalangan selebritas dan content creator untuk berkolaborasi dalam membuat konten.
Namun, tentu nggak cukup sampai di situ saja, butuh peran masyarakat yang lebih luas, seperti yang disarankan Tokyo Fashion untuk menggiatkan para street snap mendokumentasikan Citayam Fashion Week dan diunggah di media sosial. Hal ini bisa jadi ajang bertukar inspirasi mode dan membentuk masa depan industri fesyen dan dunia konten kreatif Indonesia.
Wah, kesamaan ini sebenarnya bisa dijadikan percontohan bagi Citayam Fahion Week, ya. Kita bisa berkaca dari Harajuku, untuk menjadikan kesamaan ini sebagai potensi menciptakan tren masa depan.