Di era berkembangnya teknologi seperti sekarang, prosedur peminjaman uang sudah makin beragam. Kalau dulu mungkin kita cuma mengenal bank, koperasi, atau pegadaian sebagai ‘saluran’ pinjam-meminjam uang. Tapi sekarang, pinjam uang pun sudah bisa dilakukan secara online lewat aplikasi di ponsel. Sistemnya juga dinilai jauh lebih simpel, mudah, dan cepat dibanding lewat lembaga konvensional. Malah banyak yang pencairan dananya cuma butuh hitungan jam saja! Solusi tepat bagi mereka dengan gaya hidup konsumtif…
Sebelum tergiur, agaknya kamu perlu berhati-hati nih guys, soalnya belakangan ini lagi ramai gerakan #AksiGagalBayar yang diinisiasi sendiri oleh nasabah-nasabah Fintech –sebutan untuk perusahaan yang membuka jasa pinjaman online. Karena nggak bisa melunasi utangnya, banyak dari mereka yang mendapat perlakuan buruk dari debt collector, ada yang diancam, dilecehkan, sampai disuruh menari telanjang cuma demi menghapus utang! Wah, gimana kisah selengkapnya ya? Simak yuk ulasan Hipwee News & Feature ini biar bisa jadi pelajaran bersama.
Teror debt collector dari perusahaan pinjaman online menuai kontroversi. Mulai mengancam, berkata kasar, sampai menyuruh peminjam menari telanjang
Yang kita tahu, setiap orang yang berutang di lembaga pinjaman, biasanya harus menaruh barang sebagai jaminan. Ada yang memakai sertifikat rumah, tanah, BPKB kendaraan, atau perhiasan. Kalau nggak bisa memenuhi kewajiban bayar utang tiap bulan, ya barang-barang itulah yang akan disita si peminjam. Beda sama Fintech zaman sekarang. Karena sistemnya nggak pakai agunan, si debt collector akan memakai cara lain saat menagih utang ke peminjam. Tapi cara-caranya ini lo yang dianggap keluar batas. Mulai dari mengancam akan menyebar data pribadi, memaki-maki, sampai melecehkan nasabah dengan menyuruhnya menari telanjang kalau mau utangnya lunas.
Dilansir Vice, Felice –bukan nama sebenarnya– jadi korban pelecehan oleh penagih utang. Felice memang telah menumpuk utang hingga Rp2,8 juta di salah satu aplikasi Fintech. Suatu hari ia ditelepon debt collector yang dari awal percakapan saja sudah kasar, mengata-ngatai bodoh, dan lain-lain. Di menit ke sekian, si penagih itu membuat penawaran dengan menyuruh Felice menari telanjang di depannya, kalau memang mau utangnya dihapus. Felice sempat merekam isi percakapan mereka. Kamu bisa dengar percakapan penuhnya di laman Vice tadi.
Cara-cara ngawur fintech yang sering dipakai buat menagih utang ini memantik gerakan #AksiGagalBayar. Di Facebook banyak grup bertebaran, isinya ya para debitur yang saling berkeluh kesah
Ternyata Felice nggak sendiri. Banyak banget orang yang mengaku pernah mendapat perlakuan nggak manusiawi dari penagih utangnya. Nelly –bukan nama sebenarnya– sempat pernah hampir depresi setelah dipermalukan Fintech yang memberinya utang. Data utangnya disebar ke seluruh kontak di ponsel Nelly. Nggak dijelaskan juga sih gimana Fintech itu bisa tahu daftar kontak Nelly. Yang jelas peristiwa itu membuatnya malu setengah mati.
Beberapa orang bahkan sampai kepikiran bunuh diri, menyayat-nyayat tangannya, bercerai dengan pasangan, hingga dipecat dari kantor setelah informasi utangnya tersebar kemana-mana. Di Facebook, belasan ribu orang tergabung dalam sebuah grup bertajuk “Hentikan Rentenir Online“. Tagar #AksiGagalBayar juga menghiasi linimasa. Mereka saling berkeluh kesah soal perlakuan debt collector kepadanya.
Tapi kalau dipikir-pikir, kejadian semacam ini nggak bakal muncul kalau kitanya sebagai target nasabah jauh lebih jeli dan melek keuangan. Kalau dari awal sudah nggak jelas, ya kenapa masih pinjam di situ?
Lucu juga sih sebenarnya waktu membaca deretan kisah “korban” pinjaman online ini. Soalnya salah satu akar keluhan mereka juga bisa jadi karena di awal mereka kurang teliti dan kurang informasi. Asal cepat cair, langsung tertarik. Padahal sebagai nasabah, sudah jadi kewajiban kita buat mencari tahu dulu bagaimana sistem peminjamannya, berapa bunganya, ketentuannya bagaimana, bahkan kalau perlu sampai ke seluk beluk perusahaannya.
Apapun yang serba online ‘kan sebenarnya penuh ketidakpastian karena nggak kelihatan secara visual. Buktinya nggak sedikit Fintech yang setelah ditelusuri, ternyata nggak punya kantor, atau alamatnya palsu. Kalau dari awal sudah menunjukkan ketidakpastian, ya ngapain masih maksa pinjam di sana?
Di masa depan, bukan nggak mungkin perusahaan-perusahaan online semacam ini makin marak. Kalau mau aman, mending jangan mudah tergiur hanya gara-gara kecepatan dan kepraktisannya saja
Teknologi semakin hari pasti semakin berkembang. Nggak menutup kemungkinan di masa depan, akan banyak perusahaan lain yang menawarkan jasa secara online, nggak cuma pinjaman uang saja. Bisa dipastikan mereka berlomba-lomba menjadi yang paling cepat, praktis, efektif, dan efisien. Tapi hati-hati, karena nggak selamanya yang cepat dan praktis itu aman. Kuncinya sebenarnya ada di kita. Mau sebanyak apapun perusahaan online bermunculan, kalau kitanya bisa selektif dan jeli, tentu akan terhindar dari berbagai kemungkinan merugikan.
Teknologi boleh makin canggih, tapi kita sebagai pengguna juga wajib memperkaya diri dengan info-info terkait, apalagi kalau itu menyangkut hal-hal personal, kayak data diri kita. Jangan asal tergiur sama yang instan-instan~