Sekitar satu dekade lalu, orang-orang Jepang lebih gemar melakukan sesuatu secara berkelompok. Mereka terlalu malu jika ketahuan beraktivitas sendirian, seperti makan misalnya. Jadi saat memasuki restoran atau kantin sekolah dan kantor, jarang banget ditemui orang yang makan sendiri. Kalau memang kepepet nggak ada teman makan, orang Jepang bakal lebih memilih makan di kamar mandi ketimbang di ruang publik! Kebiasaan ini dikenal dengan istilah “benjo meshi” atau “toilet lunch“.
Tapi semakin ke sini, justru masyarakat Jepang dikenal karena sifat individualismenya yang tinggi. Ke mana-mana lebih pilih sendiri. Perubahan kebiasaan ini seolah makin didukung dengan tempat-tempat publik yang menyediakan ruang bagi mereka yang berkunjung tanpa ditemani pasangan atau kerabat. Kayak resto-resto, yang punya bilik-bilik khusus buat pengunjung yang datang sendiri, atau tempat karaoke yang menyediakan space kecil bagi mereka yang pengin menghabiskan waktu nyanyi-nyanyi sendiri.
Budaya ini kemudian dikenal sebagai budaya “super solo” atau istilah Jepangnya “ohitorisama“. Kayak apa sih potret kehidupan mereka?? Simak ulasan Hipwee kali ini, yuk!
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
1. Percaya nggak, ternyata budaya ohitorisama ini muncul karena orang sudah cukup muak dengan tekanan sosial yang mengharuskan mereka pergi berkelompok. Iya, jadi dua kebiasaan berkebalikan di atas memang ada hubungannya
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Kemajuan media sosial saat ini turut menjadi alasan kemunculan ohitorisama. Beragam komentar dan jumlah likes/love pada unggahan di sana secara tidak langsung menentukan “siapa kamu” di mata orang lain. Tekanan sosial semacam ini pun makin menjadi
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Dengan adanya gerakan ohitorisama, warga Jepang jadi lebih percaya diri dan berani menunjukkan kemandiriannya, bisa melakukan apapun yang diinginkan tanpa peduli omongan orang lain
4. Kalau dulu, kegiatan minum-minum dan aktivitas di kehidupan malam banyak dilakukan bersama kerabat. Sekarang mau minum di bar sendiri pun nggak masalah, nggak akan dipandang sebelah mata
5. Demi menjawab kebutuhan pasar, pelaku bisnis jadi putar otak gimana cara agar “penganut” ohitorisama ini bisa enjoy saat berkunjung ke tempatnya. Di Jepang banyak lo fasilitas publik yang punya tempat khusus buat mereka
Seperti misalnya tempat karaoke ini, mereka menyediakan ruang karaoke hanya untuk satu orang. Karaokean dengan cara seperti ini dianggap lebih bebas tanpa harus nunggu giliran dan bisa pilih lagu apapun. Selain itu, mereka nggak perlu malu kalau nggak bisa nyanyi dengan baik.
6. Bisnis lainnya seperti warung makan ramen hingga agen perjalanan wisata, juga menyediakan pelayanan khusus buat penganut ohitorisama. Mereka dapat memesan kursi yang dipartisi di bioskop dan melompati antrian untuk wahana populer di taman hiburan
7. Penganut ohitorisama ini biasanya adalah anak-anak muda yang belum atau tidak ingin menikah, serta orang tua yang menjadi lajang setelah berstatus janda atau duda. Diperkirakan fenomena ini akan berkembang di masa depan dan menyebar ke berbagai negara
8. Jadi, bisnis yang populer di masa mendatang diperkirakan adalah bisnis yang mendukung konsep ohitorisama. Sementara bisnis yang mengedepankan konsep “keluarga” kemungkinan akan berkurang
9. Bisnis ohitorisama ini tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang senang hidup sendirian, tapi juga untuk orang yang membutuhkan “me time“, misalnya para orangtua yang sehari-hari disibukkan mengurus keluarga, atau karyawan yang ingin melarikan diri sejenak dari lingkungan sekitar
Tren hidup berkelompok kini telah berubah menjadi sendirian. Ya, akibat tekanan sosial yang dialami, masyarakat Jepang memilih untuk melakukan segalanya sendiri. Mereka merasa terkungkung dengan stigma di masyarakat yang seolah mengharuskan segala hal dilakukan bersama-sama. Stigma itu membuat mereka nggak bebas sampai dikomentari ini dan itu. Pantas saja ya gerakan ohitorisama begitu populer saat ini hingga memunculkan bisnis-bisnis baru.
Di Indonesia sih kayaknya gerakan ini –meski belum ada istilah khususnya– sudah mulai banyak dilakukan deh. Soalnya di media sosial kan juga udah banyak yang sering berbagi pengalamannya nonton atau makan sendiri, ditambah “bumbu-bumbu” kalimat yang bilang kalau kebiasaan ke mana-mana sendiri itu nggak seharusnya bikin kita malu. Ya, jangan kaget kalau beberapa tahun ke depan kita udah jarang lihat orang makan ramai-ramai di restoran~