Twitwar, debat kusir di kolom komen di bawah postingan orang, dan berbagai ‘perang’ di media sosial, tampaknya makin sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sudah bukan lagi perang militer yang dibahas berita, tapi perang ‘online‘ pun sama peliknya. Ada juga sebutan ‘keyboard warrior‘ yang tiap hari ‘bertarung’ mempertahankan pendapat dan sudut pandangnya di berbagai platform online. Batas kehidupan nyata dan dunia maya makin kabur. Ya bagaimana lagi, media sosial memang sudah jadi ‘bahasa’ utama komunikasi manusia kekinian.
Mungkin karena merasa ‘tak terjangkau’, orang-orang sepertinya jauh lebih berani dan ‘beringas’ di media sosial. Ada sebuah video viral yang diunggah sebuah akun komedi di Facebook yang menariknya bisa menggambarkan realita unik tersebut. Penasaran? Ini lho realita yang terjadi dengan semakin semaraknya penggunaan medsos hari ini.
Bukan menyamakan manusia dengan Anjing, tapi video itu menggambarkan sebuah fakta unik. Dua “geng anjing” saling menyalak dan mengancam ketika gerbang ditutup. Tapi saat gerbang sudah dibuka, kedua kubu malah saling menjauh dan berhenti. Konfrontasi hanya berani dilakukan ketika ada penghalang, saat lawan tak mungkin menyerang secara langsung. Menonton video itu menimbulkan banyak reaksi. Ada yang nyengir, ada yang tertawa, ada yang datar-datar saja. Tapi dalam hati sudah pasti rasanya jleb abis.
ADVERTISEMENTS
Media sosial yang awalnya dibuat untuk bersosial dan bersenang-senang, justru lebih sering jadi medan perselisihan
Kembali ke fungsi awalnya, media sosial adalah tempat untuk bertemu orang tanpa memerlukan kehadiran fisik. Dengan medsos kita bisa menambah teman baru, menjaga silaturahmi dengan teman lama, sampai berhubungan dengan orang yang lokasinya jauh di belahan bumi lainnya. Sayangnya sekarang, medsos malah menjadi medan pertempuran.
Tinggal dipancing saja dengan sedikit isu, lalu timeline bisa memanas. Yang tadinya berteman bisa jadi musuhan. Yang sebelumnya nggak kenal pun bisa saling hujat. Coba saja buka sebuah artikel yang sedikit kontroversial. Maka akan lebih menarik membaca komentar pembaca di bawahnya ketimbang membaca isi artikelnya. Kian lama, hal ini menimbulkan pertanyaan baru: kenapa sih orang-orang hobi banget berantem di media sosial?
ADVERTISEMENTS
Media sosial yang berbasis teks memang rawan salah paham. Karena inilah tensi mudah meningkat saat pakai jejaring sosial
Ada banyak hal yang membuat media sosial rawan pertengkaran. Salah satunya adalah kesalahpahaman yang sering terjadi. Maklum bukan, karena media sosial umumnya komunikasi berbasis teks. Sementara teks memang rawan salah interpretasi. Terkadang sebuah kata seperti “makan” bisa terkesan marah-marah bila ditambah dengan tanda seru atau ditulis kapital. Padahal mungkin maksudnya bukan itu. Barangkali inilah yang membuat medsos sering jadi medan pertengkaran, akibat kesalahpahaman bisa terjadi dengan mudah
ADVERTISEMENTS
Bisa dibilang media sosial adalah lahan bertemunya masa. Informasi mudah didapat, membuat kita terkadang lupa untuk mengecek ulang kebenarannya
Melalui media sosial juga kita bisa mengakses informasi dengan mudah. Satu info di-share oleh satu orang akhirnya bisa dibaca oleh jutaan orang. Begitu mudahnya informasi tersebar membuat kita terkadang lupa memverifikasi kebenarannya. Hanya karena di-share oleh jutaan orang lalu kita merasa info itu sudah pasti benar. Padahal apapun bisa viral di medsos. Sebagai penggunanya, kita harus pandai-pandai memilah mana yang benar dan mana yang salah. Malasnya orang untuk verifikasi info, membuat pemahaman sesat yang kemudian menimbulkan perdebatan.
ADVERTISEMENTS
Meski sekilas hanya kehidupan di layar gawai, media sosial adalah dunia yang tanpa batas. Perbedaan yang makin beragam tak dibarengi penerimaan tinggi, jadilah pada makan hati sendiri
Kalau dipikir-pikir, medsos adalah kehidupan dalam kotak layar kecil smartphone-mu. Semuanya bersumber dari layar gawai yang memendarkan cahaya. Meski begitu, jangkauan media sosial sesungguhnya nggak terbatas. Kita bahkan tak perlu beranjak dari kasur untuk bisa ngobrol seru dengan teman ataupun cari kenalan baru. Sayangnya prinsip ‘mendekatkan yang jauh’ ini terkadang menjadi bumerang. Yang muncul di media sosial berasal dari berbagai kalangan. Pola pikir dan pendapatnya pun tentu berbeda-beda. Masyarakat yang belum siap dengan perbedaan akan rentan konflik bila dihadapkan pada situasi seperti ini.
ADVERTISEMENTS
Atau memang pada dasarnya medsos jadi tempat kelahi yang aman. Untuk mereka-mereka yang enggan konfrontasi langsung 4 mata
Berkelahi di dunia nyata tentu membutuhkan keberanian yang besar. Apalagi untuk orang yang sering mengalami demam panggung saat berhadapan dengan banyak orang. Dengan begitu, media sosial menjadi tempat yang aman untuk mengungkapkan pendapat, menyanggah pendapat, menantang, bahkan mencaci maki. Di sini, layar gawai berfungsi bagai pintu gerbang yang memisahkan dua geng anjing yang bertengkar di video di atas. Bila sekat itu dibuang, maka perilakukanya pun berbeda. Bagaimana pun terkadang kita butuh panggung untuk menunjukkan siapa diri kita.
Lewat media sosial, komunikasi memang menjadi lebih mudah. Media sosial juga bisa menyokong demokrasi, karena bisa menjadi wadah bagi semua orang untuk mengutarakan pendapatnya. Tak pandang dari mana asalnya dan apa pekerjaannya. Tapi di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi pedang bermata dua. Memang kita yang harus pandai-pandai menggunakannya.