Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) aktif menjalankan tugas pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Selain melakukan edukasi dan penyuluhan seputar KB, BKKBN juga fokus mengatasi permasalahan stunting di Indonesia. Kasus ini penting untuk menjadi perhatian bersama karena dapat memengaruhi kualitas SDM Indonesia di masa yang akan datang.
Sebelumnya, BKKBN telah merilis e-booklet Demi Keluarga untuk memudahkan para calon ibu dan ibu di Indonesia untuk mendapatkan edukasi seputar pencegahan kasus stunting. Terbaru, pada hari Minggu (19/12) BKKBN menggelar Sosialisasi Pencegahan Stunting dari Hulu bagi Calon Pengantin, dan Pengukuhan Bunda Genre se-Jawa Timur sebagai Duta Penurunan Stunting.
ADVERTISEMENTS
Prevalensi stunting di Jawa Timur mencapai angka sebesar 26,9 persen
Data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 27,67 persen. Sedangkan di Provinsi Jawa Timur sendiri, prevalensi stunting mencapai sebesar 26,9 persen. Angka ini masih berada di atas angka standar yang ditoleransi oleh WHO, yakni di bawah 20 persen.
Tingginya persentase angka kasus stunting di Indonesia, khususnya Jawa Timur meningkatkan urgensi pencegahannya. Sebab, stunting berkaitan erat dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sementara saat ini, penduduk Indonesia didominasi oleh usia produktif, yang mana penurunan kasus stunting dapat meningkatkan kualitas SDM ke depannya.
Dalam acara Sosialisasi Pencegahan Stunting dari Hulu bagi Calon Pengantin dan Pengukuhan Bunda Genre se-Jawa Timur sebagai Duta Penurunan Stunting, Kepala BKKBN, DR (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan kasus stunting di Jawa Timur khususnya di Probolinggo cenderung tinggi karena banyak remaja yang menikah muda.
“Stunting di Probolinggo cenderung tinggi karena banyak remaja menikah muda. Salah satu faktor stunting adalah menikah usia muda. Kalau kawin usia muda rentan putus sekolah, kemudian hamil, belum mempersiapkan untuk menjadi ibu, hari tua juga tidak secure,” kata dr. Hasto dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (19/12).
ADVERTISEMENTS
Kasus stunting bisa akibatkan bonus demografi yang akan diraih Indonesia jadi musibah
Perlu diketahui, anak yang mengalami stunting umumnya akan memiliki tubuh yang lebih pendek, mengalami gangguan kemampuan intelektual, mudah terserang penyakit kardiovaskuler, metabolic disorder dan keropos tulang pada masa tua. Kondisi tersebut jelas akan mempengaruhi banyak hal dalam aspek kehidupan yang berkaitan dengan produktivitas.
Lebih lanjut, dr. Hasto bahkan menyampaikan kondisi tersebut dapat memengaruhi bonus demografi yang diperkirakan akan diraih Indonesia pada tahun 2030-2040. Alih-alih menjadi berkah, ia mengatakan bonus demografi hanya akan menjadi musibah. Sebab, apa yang bisa kita raih atau dapatkan dari bonus demografi sangat bergantung kepada SDM remaja yang produktif.
“Saat ini setiap seratus orang bekerja menanggung 44 orang yang tidak bekerja. Bonus demografi bisa menjadi berkah asal SDM unggul, maka pendapatan keluarga naik, seperti Korea dan Jepang. Tetapi, kalau kualitas SDM tidak unggul maka akan berat sekali, bonus demografi itu celah dan hanya terjadi sebentar saja,” terang dr. Hasto.
Nah, bagi kamu yang memiliki rencana untuk menikah atau sedang mempersiapkan diri menjadi ibu, wajib terlebih dahulu membekali diri dengan segala informasi mengenai stunting, seperti melalui laman bkkbn.go.id dan akun Instagram @bkkbnofficial. Selain itu kamu juga bisa membaca e-booklet Demi Keluarga yang secara komprehensif mengulas segala hal penting mengenai stunting secara langsung melalui tautan yang ada di akun instagram @demikita_id.