Pertumbuhan populasi penduduk yang tidak terencana di Indonesia merupakan salah satu tantangan serius yang tengah dihadapi oleh masyarakat serta pemerintah Indonesia. Faktanya, problematika itu berdampak nyata dalam berbagai hal. Laju populasi yang begitu masif dalam jangka panjang akan memengaruhi beberapa aspek kehidupan bermasyarakat seperti sosial, ekonomi dan bahkan juga biologis.
Berkaitan dengan hal tersebut, BKKBN sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki peran sebagai pengendalian laju penduduk dan menyelenggarakan program keluarga berencana, pada hari Minggu tanggal 28 April 2019 lalu mengadakan sebuah acara yang bertajuk Peluncuran State of World Population. Dalam acara tersebut tema yang diangkat adalah “Memperjuangkan Hak dan Pilihan Untuk Semua”.
Upaya tersebut juga menggandeng Genre. Sebuah program binaan langsung di bawah BKKN yang menyasar remaja dalam rangka penyiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga. Dihadiri oleh ratusan remaja yang terkumpul dalam Genre, acara tersebut diselenggarakan di gedung Graha Solo Raya, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENTS
Pendekatan terhadap remaja dinilai efektif lo untuk mengatur laju perkembangan populasi di negara kita
Dwi Listyawardani, selaku Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, dalam acara tersebut menjelaskan bahwa salah satu cara efektif untuk mempersiapkan populasi penduduk yang optimal dalam sebuah masa depan kehidupan bernegara adalah pendekatan terhadap para remajanya.
Pihaknya mengatakan bahwa itu juga menjadi salah satu upaya BKKBN untuk mengatur laju pertumbuhan yang membludak. Dalam program binaan ini, para remaja yang tergabung dalam “Genre” akan diberikan pendidikan tentang bagaimana menyiapkan keluarga berencana di masa yang mendatang. Wah keren banget ya kalau program ini bisa berjalan dengan bagus.
Bukan hal baru, ternyata program ini udah dilaksanakan sejak tahun 2005
Sebagai respons dan sebuah komitmen untuk memperhatikan kesehatan dan hak reproduksi, sedari tahun 2005 yang lalu remaja Indonesia telah dikutsertakan secara aktif dalam implementasi atas kesepakatan ICPD (Konverensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan yang diprakarsai di Kairo pada tahun 1994.
Hal itu kemudian ditindak lanjuti secara serius oleh BKKBN pada tahun 2007 dengan membentuk Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR).
“Remaja adalah invidu calon penerus bangsa yang mana dalam pertumbuhannya penting untuk dibekali ilmu yang memadai untuk menyiapkan sumber daya manusia yang jauh lebih berkualitas”, ungkap Dwi Listyawardani.
Upaya pemerintah dalam menekan angka pertumbuhan yang optimal ini terkadang dibenturkan dengan fenomena yang kontra seperti misalnya gerakan nikah muda. Padahal kalau tanpa persiapan bahaya juga lo ya!
Dalam menjalankan perannya untuk mengatur laju pertumbuhan yang semakin tak terkendali, BKKBN seringkali mendapatkan tantangan. Salah satunya adalah gerakan kontra dari program yang digadang-gadang oleh BKKBN itu sendiri, yakni kampanye nikah muda.
Ya, kampanye nikah muda adalah persoalan yang serius terhadap meledaknya populasi di suatu daerah. Pasalnya, kampanye yang sampai saat ini masih gencar dilakukan oleh sebagian orang tersebut tidak mempertimbangkan berbagai aspek lain yang dirasa penting, seperti misalnya kondisi biologis seseorang, psikologis, dan juga kondisi ekonomi.
“Kalau hanya berdalih untuk menghindari seks bebas, banyak kok yang bisa dilakukan selain menikah jika memang belum siap secara apapun. Bahkan ‘Genre’ pun sebenarnya juga memiliki salah satu kampanye yang menolak seks bebas, tapi ya nggak melulu dengan pernikahan juga”, ujar Dwi lebih lanjut.
Efek pernikahan muda yang tidak siap itu adalah banyaknya angka perceraian, Nah lo kalau udah begini mau gimana coba?
Terkait dengan pernikahan dini yang banyak terjadi di berbagai daerah, sebenarnya telah dilakukan upaya dari pemerintah untuk memberikan edukasi. Namun, nyatanya banyak juga kejadian pernikahan dini yang tak dapat terhindarkan. Padahal jika ditelisik lebih dalam lagi, usia rata-rata seseorang melakukan pernikahan dini adalah mereka yang berumur 15-18 tahun, terlebih di daerah pelosok.
Efek dari ketidaksiapan secara lahir dan batin dalam kasus pernikahan dini dapat berbuntut panjang bagi kehidupan orang itu sendiri, dan bahkan bagi laju pertumbuhan masyarakat. Banyak pasangan dari pernikahan dini yang akhirnya memilih berpisah karena alasan ekonomi atau ketidaksiapan dalam hal lainnya. Ujungnya, banyak anak-anak yang tumbuh besar tanpa orangtua, dan hal itu tentu saja mempengaruhi kehidupan mereka yang nantinya jelas akan berdampak besar, salah satunya adalah kualitas hidup dan juga kualitas sumber daya manusianya.
ADVERTISEMENTS
“Memperjuangkan hak dan pilihan untuk semua” bukan hanya sekedar slogan, yuk sama-sama berusaha membuktikannya!
Upaya menekan dan mengoptimalkan laju pertumbuhan penduduk bukan berarti adalah pembatasan ruang gerak terhadap masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu ada hak-hak yang harus diperjuangkan oleh semua masyarakat. Dalam hal ini berarti siapapun boleh dan berhak untuk memiliki anak ataupun keturunan. Namun harus juga dibarengi dengan kewajiban-kewajiban lain seperti persiapan secara mental dan ekonomi. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat sendiri tentang bahaya dan risiko terhadap meledaknya populasi yang tidak dibarengi oleh aspek-aspek keseimbangan lainnya.
Yuk kita sama-sama mendukung tujuan-tujuan tersebut!