Era dimana internet jadi pusat segala aktivitas seperti sekarang ini, rasanya memang aneh kalau masih ada orang yang sama sekali tidak punya akun media sosial. Paling tidak, minimal tiap orang pasti punya Facebook atau Instagram. Dari yang awalnya cuma buat interaksi sama keluarga atau teman, berkembang untuk jualan online, sampai jadi ajang pencarian jodoh! Hayo ngaku kalau ada yang pakai medsos buat alasan terakhir!
Terlepas dari apa alasannya, identitas online kini memang tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Contohnya kalau kamu berencana berkunjung ke Amerika Serikat. Pasalnya, belum lama ini, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat baru saja menyiapkan proposal soal aturan terbaru imigrasi. Kabarnya hampir semua orang yang akan masuk AS akan diperiksa juga identitas onlinenya lewat media sosial yang digunakan 5 tahun terakhir, termasuk Facebook, Instagram, Twitter, LinkedIn, Reddit, dan Youtube. Sebenarnya wajar atau tidak sih kebijakan macam ini? Simak yuk ulasannya bareng Hipwee News & Feature berikut ini.
Kabar terbaru mengatakan kalau pemohon visa AS kemungkinan disuruh mencantumkan akun media sosialnya. Katanya sih buat pemeriksaan keamanan nasional yang lebih ketat
Presiden AS saat ini, Donald Trump, memang diketahui sedang mati-matian memerangi terorisme di negaranya. Saking ambisiusnya, banyak kebijakannya yang dinilai jadi terlalu memojokkan umat agama tertentu, yang sering disebut sebagai pelaku teror. Yang terbaru ini, Kemenlu AS seperti dilaporkan BBC, sedang menyiapkan aturan soal pencantuman akun media sosial bagi siapapun pemohon visa AS. Katanya informasi tersebut akan dipakai untuk memeriksa jejak digital pemohon. Selain akun medsos, mereka juga akan diminta nomor telepon yang dipakai 5 tahun terakhir, email, serta riwayat perjalanan.
Para pegiat HAM mengecam keputusan Kemenlu AS ini, karena dianggap melanggar privasi dan mengekang kebebasan berbicara
Namanya juga media sosial, seringkali orang tidak terlalu memedulikan apakah yang mereka ucapkan, unggah, atau lakukan, bisa berdampak buruk di masa depan atau tidak. Apalagi medsos dianggap sebagai tempat orang mencurahkan ekspresinya sebebas-bebasnya. Makanya, para pegiat HAM mengecam aturan Kemenlu AS itu, karena menurut mereka ini bisa melanggar privasi dan membatasi kebebasan orang dalam berbicara dan mengemukakan pendapat.
Sebenarnya tidak cuma buat urusan visa aja, di dunia kerja kita pun seringkali disuruh mencantumkan akun media sosial. Biar para perekrut bisa tahu gimana kepribadian kita di dunia maya
Sebelum aturan Kemenlu AS ini muncul, sebenarnya kita juga seringkali diminta akun medsosnya untuk kepentingan mendaftar kerja. Mungkin sebagian besar dari kalian pernah mengalaminya, mencantumkan akun medsos di CV atau surat lamaran. Alasannya, para perekrut ingin menguak pribadi kita lebih dalam lagi lewat profil kita di medsos. Biasanya mereka akan meminta LinkedIn, Facebook, Twitter, atau Instagram.
Mungkin cara ini memang bisa lebih memudahkan perekrut memilih, apakah kita kandidat yang tepat atau bukan. Gunanya meminimalisir kejadian buruk yang mungkin terjadi di depan
Kalau dipikir-pikir mungkin cara ini berguna juga untuk menentukan apakah seseorang termasuk kandidat yang dicari perusahaan atau bukan. Para perekrut yang biasanya juga terdiri dari psikolog, akan lebih mudah ‘membaca’ kepribadian kita, entah dari unggahan kita, interaksi kita dengan pengguna lain, atau kecenderungan kita dalam membahas suatu isu. Kalau ternyata setelah ditelusuri orang tersebut ada indikasi berbuat buruk, maka perusahaan tidak perlu rugi karena belum mempekerjakannya.
Tapi benar kata pegiat HAM, kalau media sosial harusnya jadi tempat kita bebas berekspresi. Kalau ‘diawasi’ terus gini, justru kita tidak bisa jadi diri kita sepenuhnya
Salah satu risiko mencantumkan medsos baik saat mendaftar kerja atau visa ke negara tertentu, ya kita sebagai pengguna tidak bisa lagi menjadi diri sendiri. Medsos yang awalnya jadi tempat orang berekspresi, jadi kehilangan esensinya. Karena kita pasti akan otomatis merasa ‘diawasi’. Belum lagi kalau mengandalkan dunia online, kesalahpahaman sangat mungkin terjadi. Seperti kata Hina Shamsi dari American Civil Liberties Union, dikutip BBC, masyarakat jadi bertanya-tanya, apakah yang mereka tuliskan di medsos akan disalahartikan pejabat pemerintah. Belum tentu ‘kan yang dipikirkan mereka tentang kita di medsos itu benar?
Jadi sebenarnya apa sih arti medsos buat kita secara pribadi? Sebagian orang mungkin menganggap medsos ya cuma sebagai ajang curhat atau menjalin pertemanan. Tapi sebagian lagi ada yang menganggap kalau medsos juga berpengaruh ke kehidupan profesional. Nah, kira-kira ke depannya bakal gimana ya? Apa perlu kita punya dua akun medsos, yang satu buat kehidupan personal, yang satu lagi buat profesional? Haha… Menurut kalian gimana nih guys?