Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia pernah dijajah oleh Belanda. Selama bertahun-tahun, masyarakat kita percaya kalau negeri kincir angin itu menjajah Indonesia selama 350 tahun, tapi belakangan terungkap kalau Belanda menjajah kita selama 33 tahun (1912-1945). Meskipun begitu, ‘berkurangnya’ masa jajahan nyatanya tak ikut mengurangi dampak perbudakan yang telanjur diwariskan Belanda.
Nggak cuma terhadap Indonesia, tapi juga kepada sejumlah negara lain yang harus menerima konsekuensi pahit dari perlakuan Belanda di masa lalu. Untuk itu, Belanda secara resmi meminta maaf atas tindakan perbudakan tersebut.
ADVERTISEMENTS
Pada Senin (19/12) lalu, ucapan permintaan maaf itu dilontarkan oleh Belanda lewat perdana menterinya
Baru-baru ini, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf kepada eks negara jajahan Belanda atas tindak perbudakan selama 250 tahun di masa lalu. Pidato permintaan maaf itu berlangsung pada Senin (19/12) di Arsip Nasional, Den Haag, Belanda di hadapan perwakilan organisasi yang mengadvokasi pengakuan konsekuensi perbudakan, sebelum kunjungan PM ke Karibia dan Suriname.
Permintaan maaf itu disampaikan dalam rangka hampir 150 tahun berakhirnya perbudakan di negara-negara jajahan Belanda. Rutte meminta maaf atas perbudakan yang terjadi di Suriname, pulau-pulau seperti Curacao, Aruba di Karibia, dan wilayah timur Indonesia. Perbudakan yang telah terjadi itu, kata Rutte, harus dikutuk dan dilihat sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu. Kami, yang hidup di sini dan sekarang hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Rutte dalam pidatonya, dilansir dari CNN Indonesia.
PM Belanda Mark Rutte juga menyebut dampak dan tanggung jawab sejarah yang harus diselesaikan Belanda akibat tindakan masa lalunya itu. Melansir dari Guardian News, Rutte mengakui tindakan penjajahan Belanda itu telah menimbulkan penderitaan pada generasi yang diperbudak dan semua orang yang melakukan perlawanan pada saat itu. Selain itu, Rutte juga mengakui selama bertahun-tahun di masa lalu, Belanda telah mengambil manfaat dari tindakan perbudakan, mengeksploitasi dan menyalahgunakan wewenang. Dengan begitu, negara ini telah melanggar martabat manusia.
Masa lalu memang nggak bisa diubah lagi, tapi Belanda bersedia menghadapi segala konsekuensi dari perbudakan yang telah mereka lakukan.
ADVERTISEMENTS
Namun, permintaan maaf Belanda ini justru dikritik karena dinilai nggak sesuai momentum
Salah satu eks negara jajahan Belanda yakni Suriname ternyata nggak terlalu puas dengan permintaan maaf Belanda. Negara ini mengkritik soal waktu yang dipilih Belanda untuk mengucapkan permohonan maaf dan bagaimana perencanaan di balik tercetusnya agenda itu.
Melansir dari BBC Indonesia, enam yayasan di Suriname sudah mendesak agar permintaan maaf itu dilakukan pada 1 Juli 2023 saja. Hari itu bertepatan dengan peringatan 150 tahun berakhirnya perbudakan Belanda atas negara mereka.
“Kalau ada permintaan maaf, itu harus (disampaikan) pada 1 Juli, yang merupakan hari emansipasi kami, ketika mereka melepas belenggu kami,” kata DJ Etienne Wix dari stasiun radio komunitas mArt, dikutip dari BBC Indonesia.
Di sisi lain, Belanda juga dinilai minim koordinasi. Negara itu langsung memutuskan sepihak kapan agenda permintaan maaf dilangsungkan dan cara tersebut dinilai sebagai tindakan khas negara penjajah atau “khas kolonial.”
Rupanya, Rutte sendiri menyadari susahnya menentukan momen permintaan maaf. Dalam pidatonya pada Senin lalu, ia menyebut demikian,
“Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak ada satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak ada satu tempat yang tepat untuk semua orang,” katanya.
ADVERTISEMENTS
Sebelumnya, Belanda sempat meminta maaf secara spesifik kepada Indonesia atas kekerasan ekstrem pada masa perang kemerdekaan dulu
Sebagai salah satu bekas negara jajahan Belanda, Indonesia juga pernah menerima permintaan maaf khusus dari Belanda. Permintaan maaf itu disampaikan PM Belanda Mark Rutte saat menanggapi hasil penelitian tiga lembaga penelitian berjudul Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950.”
Melanir BBC Indonesia, penelitian ini berkesimpulan bahwa militer Belanda terlibat dalam apa yang disebut dengan penggunaan kekerasan ekstrem yang sistemik dan meluas selama 1945-1949. Lebih dari itu, pemerintah Belanda disebut justru membiarkan anggota militernya berbuat demikian. Indonesia tentu nggak berdiam diri saja. Negara kita melawan kehadiran Belanda kedua kalinya itu dengan perang gerilya.
“Saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam kepada masyarakat Indonesia hari ini untuk kekerasan ekstrem yang sistemik dan tersebar luas oleh pihak Belanda di tahun-tahun itu, dan kabinet sebelum-sebelumnya yang secara konsisten memalingkan muka.
Saya minta maaf untuk mereka yang harus hidup dengan konsekuensi dari perang kolonial di Indonesia,” kata Rutte, dikutip dari BBC Indonesia.